Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Francesco Bagnaia dan Enea Bastianini menghadirkan harapan akan sebuah rivalitas yang sudah lama dinanti pada MotoGP. Namun, mereka sudah sepakat untuk tidak bertindak di luar batas.
Rivalitas menjadi salah satu bumbu penting untuk menyemarakkan sebuah kompetisi.
MotoGP turut merasakan dampak besar dari aspek tersebut terutama selama era pembalap legendaris, Valentino Rossi.
Juara dunia sembilan kali itu menjadi magnet karena kisahnya dengan musuh bebuyutan seperti Max Biaggi hingga Marc Marquez.
Pensiunnya Rossi pada 2021 memunculkan sebuah pandangan bahwa rivalitas baru menjadi cara bagi MotoGP untuk menjaga eksistensi mereka.
Sayangnya, ini bukan perkara mudah.
Tantangan dihadapi ketika pada waktu yang bersamaan sang penguasa terakhir, Marc Marquez, kehilangan muruah sebagai pembalap nomor satu karena cedera panjang.
Sementara tiga juara dunia baru yaitu Joan Mir (2020), Fabio Quartararo (2021), dan Francesco Bagnaia (2022) lebih terlihat bersaing dengan diri mereka sendiri.
Hampir tidak ada pertarungan luar biasa di lintasan antara ketiganya dalam tiga musim terakhir.
Baca Juga: Mengenal Format Akhir Pekan Baru MotoGP 2023 dengan Lomba Sprint
Dengan Bagnaia vs Quartararo misalnya, tidak banyak momen dogfight yang intens di antara mereka, termasuk dalam empat balapan di mana mereka finis 1-2
Pada akhirnya rivalitas tidak bisa direncanakan dan memang sebaiknya tidak demikian.
Akan tetapi, justru di sinilah seorang Enea Bastianini hadir sebagai sosok antagonis yang tak terduga.
Tahun lalu mantan pembalap Gresini ini membawa gairah sosok kuda hitam ketika beberapa kali mengganggu kemapanan Bagnaia sebagai pembalap nomor satu Ducati.
Bastianini mendobrak anggapan bahwa sebagai pembalap tim satelit dia seharusnya membantu perjuangan Bagnaia dalam merebut gelar juara.
Bestia cuek. Pun saat dia dibayang-bayangi perasaan geregetan dari petinggi Ducati. Titel musim lalu memang sangat penting bagi pabrikan yang sudah 15 tahun menanti.
Detak jantung bos Ducati meninggi saat Bastianini dan Pecco berlomba hampir beriringan pada GP Prancis, GP San Marino, GP Aragon, GP Jepang, dan GP Malaysia.
"Mungkin saya pembalap yang paling mengganggunya, karena saya orang Italia (juga)," kata Bastianini setelah kemenangannya di GP Prancis, dilansir dari GPOne.com.
"Saya membaca bahwa dia ingin terus memiliki Jack Miller sebagai rekan setim, mungkin saya memberi tekanan kepadanya saat dia melihat saya berada di dekatnya."
Baca Juga: Bangkitkan Nomor 1 di MotoGP Jadi Penghormatan Francesco Bagnaia untuk Para Juara
Kalimat Bastianini sontak menimbulkan percikan antara dirinya dan Bagnaia.
Alhasil, ketika Bastianini resmi bergabung dengan Ducati, pertanyaan yang paling sering timbul adalah tentang potensi terciptanya atmosfer panas di dalam tim.
Dua pembalap juara dunia ini segera dibandingkan dengan sejarah perseteruan Valentino Rossi dengan Jorge Lorenzo di Yamaha.
Selain itu, fakta bahwa keduanya sama-sama pembalap Italia memunculkan kembali nostalgia dualisme Rossi dengan Max Biaggi.
Bastianini dan Bagnaia tak cuma berbeda soal gaya balap tetapi juga kepribadian. Bagnaia kalem sementara Bastianini lebih rileks.
Selain itu Bastianini dan Bagnaia mewakili dua godfather berbeda di MotoGP.
Bagnaia tumbuh di akademi bentukan Rossi sedangkan Bastianini memilih legenda balap lainnya, Fausto Gresini, sebelum kini dinaungi manajer kawakan, Carlo Pernat.
Intinya, ada banyak alasan untuk menantikan persaingan yang panas di dalam garasi tim Ducati musim ini.
Akan tetapi, baik Bagnaia dan Bastianini segera meredam isu-isu tidak sedap di antara mereka. Bagi mereka, persaingan cukup di dalam lintasan saja.
Baca Juga: Jangan Remehkan KTM pada MotoGP 2023
"Tentunya saya ingin bersaing dengan Pecco untuk gelar juara. Itu akan luar biasa, tetapi semuanya baik-baik saja di antara kami berdua," sahut Bastianini.
"Semuanya dilebih-lebihkan. Batas-batas dari realitas telah terlampaui. Namun, dalam kehidupan kita tidak pernah tahu."
"Saat ini saya selalu memiliki relasi yang bagus dengan Pecco. Saya pikir hubungan kami tidak akan berubah karena kami menjadi rekan setim," imbuh rider asal Rimini ini.
Sementara itu Bagnaia berargumen permusuhannya dengan Bastianini tidak akan menghasilkan apa-apa nantinya.
Pembalap asal Chivasso tersebut juga menunjuk adanya rasa hormat antara dirinya dan Bastianini karena sudah saling mengenal sejak lama.
Sama-sama lahir pada tahun 1997, Bagnaia (11 bulan lebih tua) telah berlomba dengan Bastianini sejak kanak-kanak.
Pada ajang grand prix pun mereka sudah enam musim bersaing di kategori yang sama.
"Kami sudah saling mengenal sejak zaman minibike. Seperti yang dia bilang tahun lalu ... dia adalah seorang bajingan," canda Bagnaia tentang Bastianini.
"Sejujurnya, Enea adalah pembalap yang cerdas dan cepat, kami berdua menginginkan hal yang sama."
"Akan tetapi, kami akan tetap bertindak dengan pintar dan menjaga rasa saling menghormati," tambahnya.
Baca Juga: Yamaha Ingin Menebus Dosa dengan Cara Agresif