Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Graham Potter seolah menguji kesabaran Chelsea dengan sederet hasil mengecewakan meski dibekali skuad supermewah. Apakah ini proses yang harus dijalani Todd Boehly untuk memulai segalanya dari nol?
Kinerja buruk Chelsea di bawah asuhan Graham Potter paling kentara setelah memasuki pergantian tahun.
Namun, sebenarnya dekadensi sudah terendus sejak akhir Oktober lalu yang ditandai kekalahan 1-4 dari Brighton, ironisnya klub yang melepas Potter ke London Biru.
Termasuk hasil tersebut, Thiago Silva dkk menutup tahun dengan 4 kekalahan dan 2 kali menang saja dalam 6 laga terakhir 2022.
Tahun berganti, bukannya memperbaiki penampilan, The Blues malah makin jeblok.
Genap melahap 10 pertandingan pada 2023, Chelsea cuma mengais satu kemenangan.
Sisanya berujung 4 hasil imbang dan 5 kali ditekuk lawan.
Situasi makin gawat karena Chelsea sekarang bisa dibilang nyaris tak memiliki apa pun untuk dibanggakan dan diangkat tinggi-tinggi.
Pasukan London Biru telah gugur di Piala FA dan Piala Liga Inggris, dua-duanya akibat disisihkan Manchester City.
Baca Juga: Graham Potter Sudah Muak Dianggap sebagai Dalang Kesialan Chelsea
Di Liga Champions, mereka harus membayar kekalahan 0-1 pada leg pertama babak 16 besar dari Dortmund agar lolos ke perempat final.
Di Liga Inggris, misi Chelsea paling realistis sekarang hanya finis di empat besar guna mengamankan jatah Liga Champions musim depan.
Itu pun bakal luar biasa berat karena banyaknya klub tangguh di atas mereka pada klasemen.
Bersama Potter, The Blues masih tiarap di peringkat 10 dengan 31 poin.
Mereka tertinggal 11 angka dari Tottenham, yang menghuni peringkat 4.
Agar menjangkau Spurs, Chelsea kudu menyalip 5 lawan yang lebih konsisten; Brentford, Liverpool, Brighton, Fulham, dan Newcastle.
Posisi The Blues saat ini bahkan sudah lebih buruk daripada ketika mereka ditinggalkan Thomas Tuchel.
Pelatih Jerman yang dipecat pada 7 September lalu itu pergi ketika klub berada di peringkat 6.
Beban berat dan sorotan kepada Graham Potter makin menjadi-jadi setelah pemilik klub, Todd Boehly, mengguyur investasi lebih dari 600 juta euro dalam dua periode jendela transfer guna mendandani skuad.
Baca Juga: Graham Potter Mengecewakan Lagi, Petinggi Chelsea Pilih Tutup Mata
Hasilnya, seperti yang kita lihat sendiri, belum nyata terlihat di atas lapangan.
Fan Chelsea makin bersuara lantang. Mereka menuntut Potter segera ditendang. Umpatan dan teriakan buat pelatih sendiri bukan lagi hal jarang.
Legenda Manchester United yang juga pandit top, Gary Neville, menganggap situasi Potter sekarang adalah ujian kesabaran bagi Chelsea.
Entah itu buat Boehly dkk di jajaran tertinggi maupun, terutama, suporter.
Sulit dibayangkan investasi gila-gilaan dan kontrak jangka panjang buat pemain mahal seperti Enzo Fernandez atau Mykhailo Mudryk ternyata tak bisa menjamin mereka tampil di kompetisi antarklub Eropa musim depan.
"Potter di bawah tekanan masif. Anda bisa melihat dari wajahnya," kata Neville dikutip BolaSport.com dari Sky Sports.
Sepertinya Boehly juga menyadari kinerja sang pelatih baru dapat membahayakan bagi timnya.
Meski demikian, sebagai pendatang baru di Inggris, konglomerat penerus rezim Roman Abramovich ini tentu tak mau langsung dicap sosok tiran di Chelsea dengan memecat dua pelatih dalam beberapa bulan saja.
Akibatnya, muncul kabar bahwa klub tetap mendukung proyek tim bersama Potter.
Bagaimanapun, pria asal Inggris itu adalah pilihan mereka sendiri yang didatangkan melalui penebusan klausul rilis termahal bagi seorang pelatih (25 juta euro).
Baca Juga: Graham Potter ke Chelsea, Resmi Pelatih Termahal di Dunia, Jose Mourinho Mah Lewat
Sebaliknya, Tuchel merupakan simbol kejayaan terakhir era Abramovich.
Dengan menyingkirkan Tuchel berarti Boehly kelihatan ingin menghapus memori The Blues dengan sang taipan Rusia itu dan mencoba memulai segalanya dari nol.
Petinggi The Blues tentu bakal mempertahankan pilihannya, tetapi sampai kapan, tak ada yang tahu pasti.
Ujian kesabaran bagi fan Chelsea benar-benar membawa mereka ke titik didih ketika barisan pemain dan skuad supermewah ini dipermalukan tim juru kunci, Southampton (18/2/2023).
Rekor buruk pun muncul dengan menempatkan pria 47 tahun itu sebagai pelatih dengan rasio kemenangan terburuk bagi Si Biru di Premier League.
Catatannya cuma 5 kemenangan dari 17 pertandingan (29,4%).
Kesulitan Potter menerapkan taktik mungkin dipengaruhi pula oleh kondisi kamar ganti yang dia garap di Chelsea secara kualitas maupun kuantitas.
Nyaris semua pemain dalam skuad gemuk yang memuat 33 awak ini memiliki ego tinggi masing-masing sebagai bintang.
Sesuatu yang tidak dia hadapi di Brighton, di mana Potter menangani sekumpulan pemain muda maupun kurang terkenal dalam skuad ramping untuk dibentuk menjadi unit perang mumpuni.
Baca Juga: Enzo Fernandez, Selamat Datang di Klub Manusia 100 Juta Euro! Awas Zonk seperti Para Pemain Ini
Fan Chelsea pastinya tak mau terus-terusan hopeless atau putus asa melihat kinerja tim yang makin memburuk.
"Saya pikir pemilik Chelsea ingin melakukan hal yang tepat. Mereka memecat pelatih sangat dini pada awal musim ini (Tuchel)," kata Neville.
"Kini mereka punya pelatih pilihan sendiri, membawa asisten rekrutmen bersamanya, jadi klub berinvestasi banyak dalam Graham dan timnya."
"Namun, mereka harus menahan diri dan bersabar jika ingin melihat hasil dari prosesnya," kata mantan kapten Setan Merah.
Frasa "percaya proses" ini menjadi kunci dari kesabaran fan Liverpool dan Man City hingga melihat tim kesayangan mereka berjaya bersama Juergen Klopp dan Pep Guardiola.
Lalu, untuk Graham Potter, apakah hal itu berlaku juga?