Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Legenda sepak bola Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto ungkap empat alasan pemain Indonesia belum selevel dengan Eropa.
Eropa masih menjadi kiblat jika berbicara soal sepak bola.
Sayangnya, prestasi sepak bola Indonesia masih stagnan baik dilevel Asean, Asia, hingga dunia.
Menurut Kurniawan Dwi Yulianto yang tengah berkesempatan untuk mengamati metode latihan tim Primavera Como 1907, ada tiga perbedaan mengapa pemain di Tanah Air belum cukup berkembang.
Baca Juga: Arema FC Termotivasi Kalahkan Dewa United yang Tengah di Tren Positif
1. Mentality
Pemain yang dijuluki Si Kurus itu menyebut mentalitas masih menjadi permasalahan bagi para pemain Indonesia.
"Sepak bola itu terus berkembang. Artinya, secara taktikal, metode kepelatihan, tentu berbeda." kata Kurniawan dikutip BolaSport.com dari Youtube Como Football Indonesia.
"Sepak bola sekarang lebih cepat dan dari tahun ke tahun itu tren sepak bola pasti berubah. Namun mentality, mindset kemudian kesadaran para pemain dari dulu tetap sama di Eropa."
"Mereka sadar betul bahwa bagaiaman me-manage dirinya. Bagaimana menjaga performa mereka untuk tetap berada di top level."
"Karena mereka sadar betul mereka hidup dari bola, value mereka di bola, jadi mereka tidak mau velue mereka itu hancur karena kesalahan sendiri dengan tidak me-manage dirinya untuk menjadi seorang profesional sejati."
2. Mindset
Pria yang kini berusia 46 tahun itu juga menyebut mindset yang berbeda membuat gap sepak bola Indonesia dan Eropa masih jauh.
"Mohon maaf bukan bermaksud mengecilkan hati pemain Indonesia. Tapi ini faktanya dan kita tidak bisa menyalahkan 100% para pemain kita," sambung Kurniawan.
"Karena memang saya pun merasakan hal yang sama saya kurang mendapatkan knwoledge atau edukasi tentang bagaimana menjadi seorang pemain profesional sejati."
"Ini menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh stakeholder sepak bola Indonesia bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang maksimal itu prosesnya harus benar."
Baca Juga: PSSI Gelar Rapat Exco Sore Ini, Sekalian Bahas Agenda FIFA Matchday
"Diawali dari mindset para pemain itu sendiri. Para pemain di sini (Eropa) benar-benar fokus dengan passion dia."
"Istilahnya, mereka tanpa diingatkan akan melakukan hal yang maksimal, bukan mereka melakukan karena takut dari pelatih atau assisten pelatih."
"Tapi mereka melakukan karena untuk diri dia sendiri.
Kurniawan menyebutkan para pemain Eropa berinisiatif melakukan latihan sendiri tanpa instruksi pelatih.
Pemain kelahiran Magelang itu tak menampik pemain Indonesia tetap ada yang memiliki insiatif untuk mengembangkan skillnya secara pribadi.
Baca Juga: Wout Weghorst Menangis Usai Akhiri Paceklik Gol hingga Panen Pujian
"Banyak juga pemain Indonesia yang sadar akan hal itu," ungkap eks pelatih timnas Indonesia U-22.
"Tapi ya mohon maaf kadang-kadang sesuatu bener, sesuatu yang bagus ketika mereka minoritas akan kalah dengan yang mayoritas."
3. Displin
Selanjutnya, Kurniawan menyebut disiplin menjadi hal terpenting dalam sepak bola.
Sayangnya ia menilai, mayoritas pemain Indonesia belum tanggap soal aspek ini.
"Disiplin itu sebenarnya hal yang terpenting dalam sepak bola. Disiplin menjadi faktor kunci keberhasilan seseorang pemain ataupun sebuah tim," tukas Kurniawan.
"Sebagai contoh misalnya para pemain ketika tidak mengikuti instruksi pelatih tidak disiplin dalam menjaga lawan tentu akan bermasalah untuk timnya."
Baca Juga: Termasuk Persebaya dan Bali United, Kans 14 Tim Juara Liga 1 2022/2023 Resmi Hangus
"Mohon maaf tidak semua, tapi kadang-kadang banyak pemain muda kita menganggap ini hal yang sepele."
Ia juga mencontohkan betapa on timenya para pemain Eropa saat menjalani latihan.
"Yang sangat membedakan itu, ketika latihan (pemain Eropa) jam 4, jam 3.15 mereka sudah ada di locker room.
"Jadi mereka sadar betul bahwa disiplin ini sesuatu yang sangat penting dalam sebuah kesuksesan terutam disiplin dengan diri sendiri. Itu yang menjadi kuncinya."
4. Kebudayaan
Terakhir, Kurniawan menyebut faktor kebudayaan juga mempengaruhi perbedaan level sepak bola di Indonesia dan Eropa.
Di Indonesia terkadang ada budaya pelatih sebagai guru, dan pemain sebagai murid.
Jadi antar pemain dan pelatih tidak ada komunikasi yang membuat kedua pihak bisa berkembang.
"Mungkin juga ada faktor kebudayaan. Jadi kalau ada hal yang sangat positif yang bisa dicontoh bahwa pemain ini (Eropa) juga punya pemikiran sendiri," tutur Kurniawan.
Baca Juga: Aji Santoso Sebut Pemain Persebaya Surabaya Lupa Taktik Saat Tumbang dari Barito Putera
"Karena di sepak bola tidak boleh hanya satu arah, harus ada ruang diskusi yang terkadang kita sebagai pelatih harus mendengarkan pendapat pemain."
"Karena faktanya mereka yang terlibat dalam permainan. Kita tidak boleh menutup kreasi dari pemain."
"Komunikasi dua arah akan meluaskan atau memperbanyak solusi," pungkas legenda Indonesia itu.