Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Final Liga Champions - Formasi 3-2-4-1 Pep Guardiola Gak Ada Obat, Inter Milan Diancam Bencana Terparah

By Beri Bagja - Sabtu, 10 Juni 2023 | 21:11 WIB
Pelatih Manchester City, Pep Guardiola, bersama John Stones saat merayakan gelar Liga Inggris 2022-2023. Stones akan jadi kunci formasi sakti Pep buat mengalahkan Inter Milan pada final Liga Champions di Istanbul (10/6/2023). (OLI SCARFF/AFP)

BOLASPORT.COM - Racikan Pep Guardiola di Manchester City enggak ada obat, Inter Milan harus putar otak kalau tidak mau alami bencana terburuk di final Liga Champions.

Manchester City dan Inter Milan bersua dalam final Liga Champions 2022-2023 di Stadion Olimpade Ataturk, Istanbul, Minggu (11/6/2023) pukul 02.00 dini hari WIB.

Sejak memakai formasi 3-2-4-1 yang revolusioner, Man City makin menggila.

Bukan cuma kian ganas dalam menyerang dan mendominasi permainan, Pep Guardiola membangun pertahanan timnya begitu sulit ditembus.

Tiga komponen utama dalam skema inovatif itu menjadi tumpuan, yakni penguasaan bola, penempatan posisi, dan pressing.

Aksi menekan atau membatasi ruang gerak lawan sudah mereka mulai sejak lini depan.

Dengan 4-3-3 atau berbagai variannya saja, Man City bisa mendominasi kompetisi.

Baca Juga: Final Liga Champions - Manchester City Vs Inter Milan, Benturan Paradoks Ideal Si Penyiksa dan Keras Kepala

Namun, perubahan ke skema tiga bek sentral dengan 3-2-4-1 makin meningkatkan kekuatan mereka ke level yang lain.

Itu juga yang mengantarkan Erling Haaland dkk menyalip Arsenal di etape-etape terakhir Liga Inggris dan mendepak Bayern hingga Real Madrid demi mencapai final Liga Champions.

Sebanyak 6 dari 7 kekalahan total Manchester City di semua ajang musim ini terjadi ketika Pep masih menggunakan skema permainan lama macam 4-3-3 dan variannya.

Pemakaian 3-2-4-1 ditandai dengan ledakan: kemenangan 7-0 atas RB Leipzig di leg kedua babak 16 besar Liga Champions.

Selanjutnya mereka tak terbendung.

PAUL ELLIS/AFP
Gol Erling Haaland yang lahir dari pantulan di garis gawang dalam duel Manchester City vs RB Leipzig di babak 16 besar Liga Champions (14/3/2023).

Empat laga berikutnya menyusul dengan skor-skor masif.

Tim Manchester Biru menggilas Burnley (6-0), Liverpool (4-1), Southampton (4-1), dan Bayern Muenchen (3-0).

Dengan sistem ini, The Citizens memenangi 15 dari 19 partai terakhir!

Satu-satunya kekalahan terjadi saat tandang ke Brentford (0-1).

Itu pun saat Man City sudah dipastikan juara Premier League dan menurunkan mayoritas pelapis karena fokusnya telah melayang ke Istanbul.

Baca Juga: Final Liga Champions - Jesse Lingard Dukung Alumni Manchester United di Kubu Inter Milan

Perubahan posisi John Stones menandakan revolusi taktik Pep ini, di mana sang defender memainkan peran baru seperti libero modern.

Stones didorong sedikit untuk menemani Rodri sebagai dua jangkar di lini tengah guna melindungi 3 bek sentral.

Perannya bisa dikatakan sebagai false centre-back karena Stones akan menjadi defender keempat ketika tim dalam mode bertahan jadi 4-1-4-1 atau 4-4-2.

Namun, saat dalam mode menyerang, pasukan Pep biasanya beralih ke skema 3-2-5, di mana Stones bertugas selaku penyeimbang di sentra lapangan.

PASSION4FM.COM
Rataan posisi pemain Manchester City dalam skema utama 3-2-4-1 ala Pep Guardiola.

Posisinya amat vital dalam transisi ini karena membuat Man City tidak kekurangan jumlah pemain di tengah saat menguasai bola.

Sementara dua pemain jangkar ini menjadikan tim punya lapisan perlindungan dobel tatkala mencegah serangan balik lawan.

Itulah kenapa Man City selain mengerikan dengan Haaland dan Kevin de Bruyne di sepertiga akhir, juga amat sulit ditembus lawan di ujung lapangan yang lainnya.

Di Liga Champions musim ini mereka punya rekor unik sebagai tim yang paling tajam sekaligus tersulit dibobol lawan karena transisi yang nyaris tanpa cela.

Baca Juga: Final Liga Champions - Maaf Manchester City, Treble Winners MU Tetap Lebih Spesial 

PR besar bagi Inter Milan karena skema serangan kilat yang menjadi andalan mereka bakal menemui musuh kuat yang punya penawar ampuh menangkal counter attack.

Tugas pelik juga untuk Francesco Acerbi dkk saat harus dihadapkan dengan gelombang serangan 5-6 pemain Man City saat dalam mode ofensif.

Kalau pasukan Simone Inzaghi gagal mencegahnya, jangan kaget bila hasil pertandingan nanti bakal berakhir dengan bencana besar buat mereka.

Inter Milan tentu tidak mau menjalani laga dengan kekalahan telak seperti yang terjadi di final Liga Champions terdahulu berikut ini.

Daftar kekalahan terbesar di final Liga Champions

1959-1960: Eintracht Frankfurt 3-7 Real Madrid

1973-1974: Atletico 0-4 Bayern (replay)

1988-1989: Steaua Bucuresti 0-4 AC Milan

1993-1994: Barcelona 0-4 AC Milan

1967-1968: Benfica 1-4 Man United

2013-2014: Atletico 1-4 Real Madrid

1968-1969: Ajax 1-4 AC Milan

2016-2017: Juventus 1-4 Real Madrid

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P