Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Satu perubahan paling menonjol dari budaya kerja Yamaha sejak kedatangan mantan insinyur Ducati adalah berani untuk berubah.
Setidaknya itulah yang bisa dirasakan pembalap andalan Monster Energy Yamaha yaitu Fabio Quartararo selama tes shakedown dan tes pramusim MotoGP 2024 di Sirkuit Sepang, Malaysia.
Pembalap asal Nice, Prancis, itu belum bisa begitu senang dengan performa M1 2024 yang ia tunggangi selama beberapa hari terakhir.
Akan tetapi, tak berarti semuanya berjalan buruk bagi Quartararo. Juara Dunia MotoGP 2021 itu merasakan sisi positif dari aspek lain.
Quartararo menemukan perbedaan dari cara pendekatan Yamaha dalam menelisik masalah yang dia rasakan.
Perubahan itu tidak lepas dari faktor kehadiran Massimo Bartolini.
Bartolini adalah mantan insinyur Ducati yang dibajak Yamaha untuk menjadi Direktur Teknik Yamaha pada musim ini.
Perbedaan sikap Yamaha dalam menangani masalah dirasakan Quartararo saat tes shakedown bergulir akhir pekan lalu.
Masalah tersebut berhubungan dengan kopling baru yang dibubuhkan pada motor M1 2024. Inovasi baru ini rupanya agak menggangggu Quartararo.
Saat itu, Quartararo langsung berbicara pada Bartolini dan eks tangan kanan Gigi Dall'Igna itu langsung berusaha mencarikan solusi.
"Dengan kopling baru, kita bekerja dengan cara berbeda. Performa motornya bisa berubah dari siang ke malam," kata Quartararo dikutup BolaSport.com dari GPOne.
"Misalnya saat tes shakedown, saya punya masalah dengan inovasi itu. Saya mengutarakannya kepada Max Bartolini, dan dia memberi tahu saya bahwa dia akan menemukan solusinya."
"Dan dia melakukannya," jelas Quartararo.
Meski kelihatannya sederhana, hal tersebut sangat dipandang berbeda oleh Quartararo.
Pasalnya, Yamaha sebelumnya cukup konservatif.
Sebagaimana karakter pabrikan Jepang lainnya di MotoGP, pabrikan asal Iwata ini membuat perubahan secara bertahap.
Mereka sering tidak berani melakukan perubahan besar-besaran dan cenderung memaksimalkan tatanan yang sudah ada.
Ini berbeda dengan pabrikan Eropa yang lebih berani melakukan perubahan radikal dan bahkan menyentuh zona abu-abu untuk meningkatkan performa motor.
Dalam aspek aerodinamika dan ride height device alias pengatur ketinggian motor misalnya, Honda dan Yamaha lebih terlihat mengekor Ducati dkk.
Dengan kata lain, Yamaha tidak berani mengambil risiko besar.
"Sebelumnya, hal seperti itu tidaklah mungkin dilakukan oleh pabrikan Jepang," kata Quartararo mengungkapkan.
"Dulu masalah seperti itu harus tertunda (jalan keluarnya) karena selalu ada ketakutan akan perubahan dari sisi mereka."
"Sekarang sebaliknya, mentalitasnya sudah berubah seperti sekarang. Kami harus mengambil risiko," tegasnya.