Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
TIMNAS U-23 Indonesia harus menghadapi kondisi yang sangat tak menyenangkan dalam play-off Olimpiade Paris 2024 melawan Guinea.
Duel ini tentu sangat penting, karena pemenangnya akan melengkapi Grup A yang sudah berisi Prancis, Amerika Serikat, dan Selandia Baru.
Apalagi bagi kedua negara timnas tersebut, karena sama-sama bertekad untuk mencetak sejarah lolos pertama kali ke Olimpiade dalam format U-23, yang dimulai sejak 1992.
Sebelum pembatasan usia diberlakukan, Indonesia sudah tampil satu kali di Olimpiade Melbourne 1956 Australia.
Timnas Indonesia kala itu mendapat bye langsung ke perempat final karena lawannya di putaran pertama, Vietnam Selatan, mundur.
Baca Juga: Elkan Baggott Pilih Berlibur Ketimbang Bela Timnas U-23 Indonesia Lawan Guinea? PSSI Angkat Bicara
Sayangnya, Indonesia dihentikan Uni Soviet dalam dua laga dengan skor 0-0 dan 0-4.
Setelah menaklukkan Indonesia, Uni Soviet terus melaju hingga menjadi juara.
Sedangkan Guinea tampil terakhir kali di cabang sepak bola Olimpiade pada 1968.
Tim asal Afrika Barat itu menjadi juru kunci grup dan gagal ke perempat final.
Untuk bisa kembali bermain di Olimpiade, Indonesia dan Guinea kini harus menjalani pertandingan play-off.
Pada edisi terakhir, Olimpiade Tokyo 2020, tidak ada play-off.
Namun, sebelum itu, ada play-off di Olimpiade Rio de Jeneiro 2016 antara Kolombia (CONMEBOL) dan Amerika Serikat (CONCACAF).
Awalnya, play-off tersebut diputuskan menggunakan satu laga di Rio de Janeiro, Brasil.
Akan tetapi, pada Oktober 2014 Komite Olimpiade Internasional mengumumkan play-off menjadi dua leg kandang-tandang.
Leg pertama yang digelar di stadion megah berkapasitas 46.788 kursi, Estadio Metropolitano Roberto Melendez, Barranquilla, dengan wasit ternama Cuneyt Cakir dari Turki, berakhir 1-1.
Sedangkan pada leg kedua di Stadion Toyota, Texas, berkapasitas 20.500 kursi, Kolombia menang 2-1, sehingga lolos dengan agregat 3-2.
Pada Olimpiade London 2012 juga ada play-off antara wakil Asia (AFC) dan Afrika (CAF) seperti tahun ini.
Digelar di Stadion City of Coventry, Inggris, yang berkapasitas 32.609 kursi dengan wasit terkenal Howard Webb, Oman kalah 0-2 dari Senegal.
Becermin dari dua laga play-off tahun 2012 dan 2016 yang berlangsung terbuka tersebut, memang perih rasanya jika dibandingkan dengan tahun 2024 ini.
Meski digelar di lokasi elite pengembangan bakat muda Prancis, CNF Clairefontaine, namun sebetulnya kurang kondusif untuk duel sepenting play-off antara Timnas U-23 Indonesia dan Guinea ini.
Kedua tim tersebut persisnya akan bermain di salah satu bagian kawasan elite itu, yakni INF Clairefontaine, yang biasa dipakai untuk tempat latihan para pesepak bola Prancis.
Pelatih Timnas U-23 Indonesia Shin Tae-yong menggambarkan tempat itu sebagai "di bawah standar internasional".
Akibatnya, dengan kapasitas stadion yang terlalu kecil, FIFA melarang penonton atau suporter memasuki stadion karena alasan keamanan.
Indonesia dan Guinea sebetulnya berhak marah dan kecewa karena diatur bermain di tempat yang bukan lapangan sepak bola profesional.
Terlebih bagi Shin Tae-yong dan pasukannya yang harus terbang lebih jauh dari Doha, Qatar, ke sana.
Sungguh sebuah ironi ketika Garuda Muda baru saja bermain di salah satu stadion yang menggelar Piala Dunia 2022 di Qatar dalam event Piala Asia U-23 2024, lalu dipaksa tampil di lapangan sepak bola yang apa adanya.
Belum lagi soal anomali FIFA yang memutuskan untuk merahasiakan identitas wasit hingga menjelang kick-off.
Dalam dokumen yang dikirimkan kepada kedua tim, otoritas tertinggi sepak bola dunia itu menyatakan akan mengumumkan wasit dua jam sebelum pertandingan.
Selamat menyaksikan duel penting Timnas U-23 Indonesia versus Guinea yang terasa diremehkan.