Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Medali emas Olimpiade Paris 2024 rupanya tak sekadar pencapaian diri bagi tunggal putri Korea Selatan, An Se-young. Pembuktian paling tinggi juga memberinya pijakan untuk melepaskan unek-unek yang telah lama ditahan.
An Se-young menangis setelah memastikan medali emas Olimpiade Paris 2024 dari tunggal putri.
Setelah memenangi duel sengit dengan Gregoria Mariska Tunjung (Indonesia) di semifinal, tunggal putri nomor satu dunia itu menggasak He Bing Jiao (China) di final.
Prestasi baru bagi An Se-young dipastikan berkat kemenangan dengan skor 21-13, 21-16 dalam pertandingan di Porte de La Chapelle, Paris, Prancis, Senin (5/8/2024).
Sendirian merebut emas, An Se-young menegaskan statusnya sebagai tulang punggung Korea Selatan. Di usia yang masih 22 tahun, dia hampir menamatkan bulu tangkis.
Sejak tahun lalu dia 'ngebut' dengan memborong gelar pertama dari turnamen akbar yakni All England Open, Kejuaraan Dunia, Asian Games, dan, akhirnya serta terutama, Olimpiade.
Kepuasan dari medali emas Olimpiade makin berlipat setelah perjuangan habis-habisan yang mesti dilalui An Se-young.
Diungkapkan An, bahwa dia merasa diabaikan oleh BKA (Asosiasi Bulu Tangkis Korea Selatan) selama mengalami cedera serius sejak akhir tahun lalu.
Padahal, cedera lutut kanan dialami An ketika bertanding di final Asian Games Hangzhou 2022 pada Oktober lalu.
Tak hanya berjuang, An juga berkorban. Sebab, dia tetap bertanding setelah cedera. Bahkan sambil menahan rasa sakit, dia bisa menghadirkan medali emas!
Sayangnya, tidak ada apresiasi yang diharapkan oleh An ketika situasinya sedang genting karena menjelang Olimpiade, event paling bergengsi di bulu tangkis.
"Cedera yang saya alami lebih parah dari yang saya kira. Saya sedikit kecewa dengan reaksi yang terlalu lamban dari (pengurus) tim nasional," katanya dilansir dari TheSportsTimes.co.kr.
"Saya juga berpikir akan sulit bagi saya untuk bertahan di tim nasional setelah momen itu," ucap dia merujuk perbedaan pendapat dengan BKA tentang pemulihan cederanya.
Sebagaimana dilaporkan BWFBadminton.com, cedera An sempat salah urus karena diagnosis yang keliru. Meski sudah menepi sebulan, dia rupanya belum siap untuk bertanding.
Pemeriksaan ulang pada akhir tahun sudah terlambat untuk menghadirkan pilihan operasi. Alhasil, dia mesti bertanding dengan lutut yang dibebat hingga kemarin.
"Saya sangat kecewa dengan tim nasional ketika saya cedera," ucap An sebelum menambahkan bahwa dirinya tidak bisa melupakan momen sulit itu.
Keluar dari tim nasional bukan perkara mudah di Korea.
Pada 2017 BKA mencekal pemain ganda mereka yaitu Shin Baek-cheol dan Ko Sung-hyun dari turnamen internasional karena mengundurkan diri sebelum batas usia yang ditetapkan.
Ko/Shin sampai harus berjuang selama setahun di pengadilan untuk memenangkan banding terhadap keputusan 'PBSI-nya Korea'.
Tadinya rival Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan itu harus menunggu sampai berusia 31 tahun untuk tampil sebagai pemain independen sebagaimana aturan keluar dari timnas menurut BKA.
Di Malaysia, tunggal putra, Lee Zii Jia, juga sempat diancam tidak didaftarkan ke pertandingan oleh Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM) saat hendak keluar dari tim nasional pada 2022.
Gonjang-ganjing antara Lee Zii Jia dan BAM mendapat sorotan dari pemain lainnya, termasuk Viktor Axelsen (Denmark) yang memutuskan untuk berkarier secara mandiri.
Peran asosiasi nasional sangat kuat di bulu tangkis karena pemain tidak bisa mendaftar secara langsung untuk bertanding di turnamen BWF.
Di Indonesia pun tengah terjadi polemik karena aturan pembatasan ranking dari PBSI terhadap pemain non-pelatnas untuk mengikuti sebuah turnamen.
Aturan ini menjadi respons PBSI atas kasus indisipliner oleh pemain di luar pelatnas. Sayangnya, pemain muda atau pemula ikut terkena getahnya karena menghambat karier mereka.
Kembali ke An Se-young, kemungkinan tidak bisa mewakili negaranya lagi di Olimpiade muncul ke permukaan ketika rencana keluar dari tim nasional keluar.
Sebab, asosiasi negara yang memilih pemain mana yang akan bertanding kendati tahap kualifikasi ditentukan dari ranking pemain.
"Saya pikir tidak adil jika pemain tidak bisa bertanding di Olimpiade karena berada di luar dari tim nasional," jawab An Se-young, dikutip dari Hani.co.kr.
"Saya pikir asosiasi (BKA) melarang dan mengabaikan semuanya atas nama kebebasan."
"(Di Korea) bulu tangkis punya potensi besar, sekarang saatnya untuk melihat ke belakang, kenapa kita hanya mendapatkan satu medali emas," tandasnya.