Bermain di hadapan pendukung sendiri tentu bakal menjadi tambahan motivasi dan semangat bagi sebuah tim atau seorang atlet.
Namun, hal ini tampaknya tidak berlaku bagi atlet-atlet bulu tangkis Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, prestasi para atlet bulu tangkis Indonesia seakan melempem setiap kali bertanding di Istora Senayan yang kerap menjadi venue turnamen bulu tangkis prestisius di Tanah Air.
Jika menilik sejarah turnamen Indonesia Open -yang kini naik level ke Premier of Premier- yang digelar di Istora, jarang sekali ada atlet bulu tangkis nasional yang mampu unjuk gigi dalam beberapa tahun terakhir.
Tercatat, sejak 2009 hingga 2016 pada gelaran tersebut, hanya Simon Santoso (tunggal putra, 2012) dan pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan (ganda putra, 2013) yang mampu menjadi juara di hadapan pendukung sendiri.
Padahal, prestasi atlet-atlet bulu tangkis Indonesia saat berlaga di luar negeri bisa dikatakan jauh lebih baik.
(Baca Juga: Undian Liga Negara Eropa 2018-2019, Begini Sistem Promosi-Degradasi Timnas Eropa)
Situasi serupa juga terjadi saat Indonesia Open 2017 digelar di Jakarta Convention Centre (JCC). Venue baru yang bertugas sebagai pengganti Istora kala dipugar itu cuma bisa menjadi saksi bisu bagi lahirnya satu juara dari Indonesia.
Hanya pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (ganda campuran) yang berhasil menyabet gelar juara setelah pada laga final sukses mengalahkan pasangan China, Zheng Siwei/Chen Qingchen, dengan skor 22-20, 21-15.
Sementara itu, pasangan ganda putra Marcus Gideon/Kevin Sukamuljo yang bergelimang gelar sepanjang tahun lalu, tumbang pada babak pertama dari pasangan Denmark.
Editor | : | Diya Farida Purnawangsuni |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar