Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) resmi menunjuk Simon McMenemy sebagai pelatih kepala timnas Indonesia pada Kamis (20/12/2018). Pelatih asal Skotlandia tersebut dikontrak selama dua tahun untuk menangani timnas.
Simon dipercaya sebagai pelatih timnas tidak terlepas dari prestasi yang ditorehkannya.
Pelatih kelahiran Aberdeen, Skotlandia, pada 6 Desember 1977 itu, sukses membawa Bhayangkara FC menjadi juara Liga 1 2017.
Keberhasilan Simon mendapat apresiasi dari BBC. Media asal Inggris tersebut memberi label Bhayangkara FC dengan "Leicester City-nya Indonesia".
Hal ini tidak lepas dari keberhasilan Bhayangkara FC yang tidak diunggulkan pada awal musim menjadi juara.
Selain itu, Simon dianggap layak melatih timnas Indonesia karena pencapaiannya bersama timnas Filipina.
Dia sukses membawa Filipina untuk kali pertama ke semifinal Piala AFF pada 2010. Pencapaian itu membawa Filipina naik dari peringkat 164 ke 150 FIFA.
Saat menerima pekerjaan itu, Simon masih berusia 33 tahun. Dia kemudian menjadi pelatih timnas termuda sepanjang sejarah sepak bola dunia.
Simon sendiri merupakan pelatih ke-43 yang menangani timnas Indonesia (dhitung sejak masih bernama Hindia Belanda).
Pelatih lokal masih merajai di daftar pelatih timnas Indonesia sepanjang masa.
Tercatat, skuad Garuda sudah 21 kali dilatih pelatih lokal. Terakhir, Bima Sakti yang melatih timnas Indonesia di Piala AFF 2018.
Di nomor kedua dalah daftar pelatih sepanjang masa ditempati pelatih asal Eropa. Simon McMenemy tercatat pelatih ke-18 asal Eropa.
Sisanya, PSSI menggunakan jasa pelatih dari Amerika (3 orang) dan Asia (1 orang).
Dari 42 nama pelatih yang pernah menangani timnas Indonesia, hanya ada 2 sosok yang mampu menghadirkan prestasi.
Pertama adalah Bertje Matulapelwa yang pernah menangani timnas Indonesia pada 1985-1987.
Pelatih yang juga mantan pemain timnas era 1960-an ini membawa Indonesia meraih medali emas SEA Games 1987 dan lolos ke semifinal Asian Games 1986.
Prestasi Bertje diulangi Anatoli Polosin. Pelatih asal Rusia ini mempersembahkan medali emas SEA Games 1991 bagi publik Tanah Air.
Berikut daftar pelatih timnas Indonesia:
1. Johannes Christoffel Van Mastenbroek
Johannes Christoffel van Mastenbroek boleh dibilang menjadi orang pertama yang memahami cikal bakal timnas Indonesia.
Ia sebetulnya bukan melatih tim nasional bentukan PSSI, melainkan tim NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) milik Belanda, yang kala itu tengah menjajah Tanah Air.
Tim NIVU dan PSSI sedang mempersiapkan tim untuk Piala Dunia 1938.
Alhasil, keduanya dibenturkan untuk menentukan siapa yang layak berangkat.
Namun, di tengah perjalanan NIVU melanggar perjanjian dan mengirimkan tim sendiri.
Tim berangkat menumpang kapal MS Johan van Oldenbarnevelt dari Tanjung Priok, 18 Maret 1938.
Tim yang masih memakai nama Hindia Belanda itu langsung rontok pada ronde pertama Piala Dunia 1938 setelah digebuk Hungaria, 6-0.
Mastenbroek sendiri memadukan pemain dari berbagai macam suku. Selain orang-orang Belanda, ada orang Jawa, Ambon, Tionghoa, dan pribumi lain.
Seperti ditulis Java Bode, pemain terbaik dari seluruh Jawa beruji coba di Lapangan Tiong Hwa, Surabaya, pada 12 Februari 1938.
Dari situlah, pemimpin NIVU, Van Bommel dibantu dengan pencari bakat R.E. Weiss, dan Masternbroek memilih pemain.
Kalau mengacu Mastenbroek sebagai pelatih timnas pertama, sebenarnya tak hanya Piala Dunia 1938 yang sudah diikuti.
Dalam Majalah Doenia Film dan Sport 1932, nama Indonesia pun sudah disebut dan menulis bahwa Merah-Putih sudah mengikuti Kualifikasi Piala Dunia 1934.
Ajang Internasional
- Runner-up Far Eastern Games 1934
- Kualifikasi Piala Dunia 1938
- Ronde 1 Piala Dunia 1938
2. Choo Seng Quee (Singapura/1951-1953)
Uncle Choo, sebutan khas Choo Seng Quee, disebut-sebut sebagai pelatih pertama Garuda jika tolok ukurnya ialah kemerdekaan Indonesia.
Choo menerapkan metode latihan superketat dan disiplin. Hasilnya, Indonesia berhasil mencetak 46 gol dan hanya kebobolan sembilan gol dalam sembilan laga uji coba tahun 1953.
Satu-satunya kekalahan ialah saat ditekuk Korsel 1-3. Choo cuma bisa membawa Indonesia ke perempat final Asian Games 1951.
Ajang Internasional
- Perempat Final Asian Games 1951
3. Antun “Tony” Pogacnik (Yugoslavia/1954-1964 & 1977)
Pelatih asing yang begitu mencintai Indonesia. "Tentu saja saya mencintai negeri kelahiran Yugoslavia. Namun, saya juga mencintai Indonesia. Saya ingin menjadi warga negara negeri ini dan terkubur di sini," ujarnya seperti ditulis BOLAVAGANZA.
Empat tahun setelah berujar begitu, pelatih dikenal dengan nama Tony Pogacnik itu wafat di Indonesia.
Ia pun sudah menjadi warga negara Indonesia sebelum wafat.
Mantan pemain timnas Yugoslavia 1937-1941 itu dikontrak PSSI selama lima tahun sejak 1954 dan diperpanjang lima tahun lagi pada 1959.
Selama 10 tahun, ia membawa banyak catatan positif buat timnas Indonesia. Indonesia menghuni peringkat keempat Asian Games 1954 Manila, menahan imbang Uni Soviet 0-0 pada Olimpiade 1956, dan medali perunggu Asian Games 1958 Tokyo.
Setelah di Tokyo, Tony mendapat tantangan meloloskan Indonesia ke Piala Dunia 1958.
Meski akhirnya lolos ke babak kedua kualifikasi, Indonesia mengundurkan diri karena alasan politik, yakni penolakan terhadap Israel.
Tahun 1977, ia kembali menerima permintaan PSSI untuk menangani timnas di Kualifikasi Piala Dunia 1978. Namun, Indonesia gagal lolos ke putaran final.
Ajang Internasional
- Perempat Final Olimpiade 1956
- Peringkat Keempat Asian Games 1954
- Perunggu Asian Games 1958
- Fase Grup Asian Games 1962
- Kualifikasi Piala Dunia 1978
4. Endang Witarsa (1966-1970, 1981)
Meski bergelar dokter gigi, Endang Witarsa (Liem Soen Joe) memilih mengabdi di dunia sepak bola. Bersama timnas Indonesia ia sudah melalui beberapa laga internasional.
Seperti dilansir BOLA edisi April 2008, pelatih yang akrab disapa Opa Endang itu sudah menggondol gelar Piala Raja (Bangkok/1968), Merdeka Games (Malaysia/1969), Aga Khan Cup (Banglades/1969), dan Anniversary Cup (Jakarta/1972).
Pengabdiannya juga berbuah dua penghargaan lain, yaitu Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pelatih terlama (55 tahun) dan tertua (90 tahun), pada 21 Januari 2007.
Ajang Internasional
- Perempat Final Asian Games 1966
- Juara Piala Raja 1968
- Runner-up Piala Raja 1969
- Juara Aga Khan 1969
- Peringkat Keempat Piala Raja 1970
- Perempat Final Asian Games 1970
- Juara Anniversary Cup 1972
- Kualifikasi Piala Dunia 1982
5. EA Mangindaan (1970-1971)
Erents Albert Mangindaan mulai naik ketika menjadi asisten Antun "Tony" Pogacnik. Ia menjadikan pemain-pemain PSM, seperti Ramang, Suwardi Arland, dan Nursalam, sebagai trio penyerang paling fenomenal waktu itu.
Di bawah arahannya Indonesia menempati peringkat ketiga di Saigon Cup 1970.
Ajang Internasional
- Peringkat Ketiga Saigon Cup 1970
- Peringkat Kelima Asian Games 1970
6. Suwardi Arland (1971-1974 & 1976-1978)
Suwardi bersama Ramang dan Nursalam memang top sebagai trio maut ketika masih aktif menjadi pemain. Namun, tak demikian dengan karier kepelatihan Suwardi.
Karier kepelatihannya tak mentereng meski lumayan punya kesempatan lama membesut Merah-Putih.
Ajang Internasional
- Peringkat Keempat Piala Raja 1971
- Peringkat Keempat SEA Games 1977
7. Djamiat Dalhar (1974)
Djamiat Dalhar menjadi salah satu ikon fenomenal dalam sepak bola Indonesia. Djamiat mencetak sejarah manis setelah tim besutannya mengalahkan Uruguay 2-1 dalam pertandingan persahabatan di Jakarta tahun 1974.
Prestasi top ini dipersembahkan Djamiat sekaligus kado ulang tahun ke-44 PSSI.
Sebelumnya, ia menjadi kolumnis di sebuah surat kabar nasional bertajuk “Brainplayer Indonesia Nomer I” sejak tahun 1953.
8. Aang Witarsa (1974-1975)
Semasa menjadi pemain, Aang dikenal memiliki kualitas apik. Dia merupakan salah satu anggota skuat Indonesia pada Olimpiade 1956.
Sebelum meracik timnas, ia lebih dulu menangani Persib Bandung. Tak ada hasil signifikan di timnas sebab ia hanya melatih satu tahun. Meski demikian, Aang menyerap ilmu kepelatihan dari Leipzig, Jerman Timur.
9. Wiel Coerver (Belanda/1975-1976 & 1979)
Arsitek asal Belanda Wiel Coerver dan asistennya Wim Hendriks didaratkan PSSI demi target lolos Kualifikasi Olimpiade 1976. Coerver punya catatan manis, yakni gelar Piala UEFA bersama Feyenoord Rotterdam.
Ia lalu menggagas terbentuknya turnamen segitiga antara Indonesia, Ajax Amsterdam, dan Manchester United. Selanjutnya giliran klub asal Austria, Voest Linz, dan Grasshopper.
Ia menggembleng 40 pemain di Diklat Salatiga. Pada 12 Januari 1976, Indonesia menahan imbang Grasshopper 3-3. Ketika melawan Voest Linz pada 14 Desember 1975, 25.000 penonton Indonesia harus kecewa. Kondisi nonteknis tim juga panas berkaitan dengan bongkar-pasang kepengurusan PSSI.
Campur tangan terhadap kekuasaan Coerver di lapangan juga kerap terjadi. Intervensi Maladi–saat itu sebagai Dewan Penasihat PSSI–ketika melawan Voest Linz semakin menambah panas hubungan antara Coerver dan federasi.
Konflik itu mengerucut dan membuat pelatih yang terkenal dengan metode piramidanya itu tak betah. Alhasil, target lolos ke Olimpiade 1976 itu pun gagal tercapai.
Indonesia kalah adu penalti dari Korea Utara. Kontrak Coerver berakhir pada Mei 1976. Namun, ia kembali dipanggil PSSI untuk menjadi penasihat timnas SEA Games 1979. Garuda meraih perak.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Olimpiade 1976
- Perak SEA Games 1979
10. Marek Janota (Polandia/1979)
Marek melatih Persija pada 1977. Ia bergelar Master of Physical Education dari Wychowenie Fizycnego, Akademi Pendidikan Jasmani di Warsawa.
Ia juga mengantongi sertifikat dari “Chairman Committee of Physical Culture and Touring” Polandia yang menobatkannya sebagai Pelatih Kelas Satu pada 1971.
Janota tercatat pernah menangani tim nasional remaja dan junior. Sayang, Marek tidak memiliki kesempatan untuk berjuang di SEA Games 1979.
Ia memilih mundur karena merasa diintervensi PSSI.
Indonesia juga menuai hasil buruk pada Piala Kirin 1979 di Jepang. Rudy Keltjes dkk. dibantai Tottenham Hotspurs 6-0, Fiorentina 4-0 dan Jepang 4-0.
Ajang Internasional
- Piala Kirin 1979
11. Frans van Balkom (Belanda/1980-1981)
Frans van Balkom menjadi pelatih Belanda ketiga yang menukangi Indonesia. Indonesia membidik juara SEA Games 1981, Kualifikasi Olimpiade 1980, dan Kualifikasi Piala Dunia 1982.
Cuma satu tugas Balkom yang berhasil dikerjakan, yaitu Kualifikasi Olimpiade 1980. Namun, ia gagal membawa Indonesia lolos. Catatan itu membuat PSSI tak memperpanjang kontraknya.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Olimpiade 1980
12. Harry Tjong (1981 dan 1985)
Pelatih kelahiran Makassar ini tak lama menahkodai Indonesia. Ia diganti Endang Witarsa setelah timnas dikalahkan Australia, Selandia Baru, dan ditahan Fiji di Kualifikasi Piala Dunia 1982. Tjong dipercaya lagi pada SEA Games 1985. Timnas ke semifinal, tapi kalah 0-7 dari tuan rumah Thailand.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Piala Dunia 1982
- SEA Games 1985
13. Bernd Fischer (Jerman/1981-1983)
Bernd Fischer dikontrak dengan bayaran Rp5 juta per bulan. Ia diberi tugas meraih emas SEA Games 1981. Namun, ia cuma berhasil mendapat perunggu. Kontraknya berakhir pada 1983.
Ajang Internasional
- Perunggu SEA Games 1981
14. Muhammad Basri (1983)
Setelah membawa Niac Mitra juara Galatama, M Basri mengantar tim asuhannya itu memenangi seleksi timnas untuk Kualifikasi Olimpiade 1984. Sukses menahan imbang Arab Saudi 1-1 di Jakarta pada partai pertama fase grup, Indonesia akhirnya menjadi juru kunci setelah gagal mengatasi Malaysia, Singapura, dan India.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Olimpiade 1984
15. Iswadi Idris (1983)
Dengan Bernd Fischer sebagai penasihat teknis, Iswadi membawa timnas ke SEAG 1983 di Singapura. Untuk pertama kali timnas gagal lolos fase grup setelah antara lain dikalahkan Thailand 0-5 dan ditahan Brunei 1-1.
Ajang Internasional
- SEA Games 1983
16. Sinyo Aliandoe (1983 dan 1984-1985)
Tak ada prestasi mentereng ketika pelatih bernama lengkap Sebastian Sinyo Aliandoe ini menukangi tim nasional Indonesia pada 1983.
Namun, ia kemudian membawa timnas menjuarai subgrup Kualifikasi Piala Dunia 1986 pada Maret-April 1985 setelah mengatasi Thailand, India, dan Bangladesh. Impian lolos ke Meksiko dibuyarkan Korea Selatan.
Ajang Internasional
- Juara subgrup Kualifikasi Piala Dunia 1986
17. Joao Lacerda Filho Barbatana (1984)
Barbatana mulai melatih PSSI Garuda pada medio 1983. Meski menjadi pelatih tim junior, skuat asuhan Barbatana tampil di Kualifikasi Piala Asia 1984.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Piala Asia 1984
18. Bertje Matulapelwa (1985-1987)
Bertje memotivasi anak asuhnya selepas kekalahan telak 0-7 kontra Thiland di semifinal SEA Games 1985. Asian Games 1986 menjadi pembuktian.
Indonesia mampu menembus semifinal sebelum digebuk Korea Selatan 0-4 pada 3 Oktober 1986.
Indonesia harus puas di posisi keempat setelah pada perebutan perunggu kalah dari Kuwait 0-5. Bertje memberikan obat pelipur lara dengan menorehkan sejarah di SEA Games 1987 Jakarta. Ia sukses meraih emas.
Ajang Internasional
- Fase Grup Indonesia Independence Cup 1985
- Fase Grup Indonesia Independence Cup 1986
- Peringkat Keempat Asian Games 1986
- Kualifikasi Olimpiade 1988
- Emas SEA Games 1987
- Juara Indonesia Independence Cup 1987
19. Trio Basiska (Muhammad Basri, Iswadi Idris, dan Abdul Kadir/1989)
Trio Basiska disatukan tahun 1989 untuk laga Kualifikasi Piala Dunia 1990. Banyaknya komando dari bangku cadangan membuat para pemain kebingungan.
Tengok saja pertandingan uji coba ke Jerman Barat dan Belanda. Gawang timnas kebobolan 23 gol dan hanya memasukkan lima gol.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Piala Dunia 1990
- Perunggu SEA Games 1989
20. Anatoli Fyodorovich Polosin (Rusia/1990-1992 & 1994)
Pelatih asal Rusia ini disambut dengan nada pesimisme. Metode kepelatihannya yang superkeras juga sempat menjadi perdebatan. Keraguan tersebut akhirnya terbayar dengan hasil manis.
Polosin mampu melahirkan pemain yang mampu berlari sepanjang 4 kilometer dalam waktu 15 menit dan membuat VO2max pemain Indonesia seperti pemain Eropa. Timnas Indonesia yang bergaya Eropa Timur itu meraih emas SEAG 1991 di Manila.
Ajang Internasional
- Peringkat Ketiga Indonesia Independence Cup 1990
- Emas SEA Games 1991
- Kualifikasi Piala Asia 1992
- Piala Kemerdekaan 1994
21. Ivan Toplak (Yugoslavia/1992-1993)
Ivan Toplak asal Yugoslavia punya tugas memimpin Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 1994. Hasilnya gagal total. Target emas SEA Games 1993 di Singapura juga meleset. Garuda hanya menempati posisi keempat.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Piala Dunia 1994
- Peringkat Keempat SEA Games 1993
22. Romano Matte (Italia/1995)
Pada 20 Januari 1995, Romano Matte resmi melatih timnas setelah hampir dua tahun berkutat dengan Primavera. Di SEA Games 1995, Garuda mencetak skor terbesar sepanjang sejarah kala itu, yakni 10-0 versus Kamboja. Namun, Indonesia gagal lolos dari fase grup.
Ajang Internasional
- Fase Grup SEA Games 1995
23. Andi M. Teguh
Andi M Teguh menjadi caretaker untuk Kualifikasi Piala Asia 1996 menggantikan Romano Matte. Dia meloloskan tim ke putaran final setelah menyisihkan India dan Malaysia.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Piala Asia 1996
24. Danurwindo (1996-1997)
Ilmu Danurwindo dari Italia (Baretti) dimanfaatkan. Pada Februari 1996, PSSI menunjuk Danurwindo. Ia membawa Indonesia ke putaran final Piala Asia 1996 meski cuma menjadi juru kunci Grup A. Setelah itu ia gagal pada Kualifikasi Piala Dunia 1998
Ajang Internasional
- Piala Tiger 1996
- Piala Asia 1996
- Kualifikasi Piala Dunia 1998
25. Henk Wullems (1997)
SEA Games 1997 di Jakarta menjadi hajatan besar PSSI di akhir tahun. Henk Wullems menjadi juru racik timnas usai mengantarkan Bandung Raya kampiun Liga Indonesia. Sayang, Indonesia hanya kebagian perak.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Piala Dunia 1998
- Perak SEA Games 1997
26. Rusdy Bahalwan (1998)
Tim asuhan Rusdy Bahalwan di Piala Tiger 1998 membuat kontroversi sepak bola gajah.
Saat itu, karena ingin menghindari tuan rumah Vietnam, Indonesia dan Thailand sama-sama ingin menghindari kemenangan. Yang paling mencengangkan ialah setelah skor bertahan 2-2, bek timnas Mursyid Effendi dengan sengaja menceploskan bola ke gawang Hendro Kartiko.
Ajang Internasional
- Piala Tiger 1998
27. Bernard Schumm (Jerman/1999)
Bernard Schumm mendapatkan tugas ganda: menjadi direktur teknik dan pelatih timnas. Tugasnya ialah di SEA Games 1999 dan Kualifikasi Olimpiade 2000.
PSSI masih memercayai Schumm untuk menukangi timnas SEA Games 1999 meskipun gagal di Kualifikasi Olimpiade 2000. Kekalahan telak dari Korea Selatan 0-7 pada ajang itu tak bisa diterima masyarakat.
Tak sampai di situ. Schumm kembali membuat keputusan kontroversial soal timnas SEA Games 1999.
Beberapa pemain muda Kualifikasi Olimpiade 2000 turut ia bawa masuk. Salah satunya Bambang Pamungkas.
Schumm merintis konsep pembinaan U-16, U-19, dan U-23 sejak Desember 1996 atau saat dia masih menjabat sebagai Direktur Teknik. Dia ingin membentuk timnas masa depan.
Ajang Internasional
- SEA Games 1999
- Kualifikasi Olimpiade 2000
28. Nandar Iskandar (1999-2000)
Kualifikasi Piala Asia 2000 dan Piala Tiger 2000 menjadi tugas Nandar. Indonesia dibawanya lolos ke Piala Asia 2000 di Lebanon. Kiprah Garuda cuma sampai fase grup. Kursi kepelatihan Nandar mulai panas.
Piala Tiger 2000 menjadi ajang pembuktian. Indonesia finis sebagai runner-up grup. Setelah membungkam Filipina 3-0, Kurniawan dkk takluk 1-4 dari tuan rumah Thailand. Kekalahan itu yang membuat posisi Nandar terus digoyang.
Nandar pun lengser dan digantikan asistennya Dananjaya. Indonesia melanjutkan Piala Tiger 2000 tanpa Nandar.
Ajang Internasional
- Piala Asia 2000
- Piala Tiger 2000
29. Dananjaya
Ditugaskan sebagai caretaker setelah Nandar Iskandar didepak. Ia berhasil mengantar Indonesia ke final dan menjadi runner-up Piala Tiger 2000.
Ajang Internasional
- Piala Tiger 2000
30. Benny Dollo (2000-2002 & 2008-2010)
Benny Dollo hanya mengantar Indonesia ke peringkat empat SEA Games 2001. Pada Kualifikasi Piala Dunia 2002 juga Bendol gagal meloloskan Indonesia ke babak berikut. Empat tahun kemudian, Bendol dipercaya lagi melatih timnas.
Gelar juara Piala Kemerdekaan 2008 mampir ke lemari kaca timnas. Pada Piala AFF 2008, prestasi timnas tak urung membaik cuma menjadi semifinalis. Lalu, Indonesia kembali gagal lolos dari Kualifikasi Piala Asia 2011 setelah menjadi juru kunci.
Ajang Internasional
- Peringkat Empat SEA Games 2001
- Kualifikasi Piala Dunia 2002
- Semifinal Piala AFF 2008
- Kualifikasi Piala Asia 2011
31. Ivan Venkov Kolev (Bulgaria/2002-2004 & 2007)
Kolev cuma berhasil meraih runner-up Piala Tiger 2002. Sementara pada putaran final Piala Asia 2004, skuad Garuda mentok di fase grup. Namun, dia membawa timnas meraih kemenangan pertama pada Piala Asia (Vs Qatar 2-1).
Kolev kemudian angkat kaki karena arogansi pengurus PSSI yang menganggapnya gagal pada 2004. Ia kembali lagi pada 2007 ketika Indonesia menjadi tuan rumah Piala Asia 2007 bersama Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
Meski gagal lagi di Piala Asia 2007, Kolev kembali dipanggil untuk menukangi timnas di Kualifikasi Piala Dunia 2010. Takluk 1-4 dari Suriah pada pertemuan pertama di Senayan, Kolev justru melakukan blunder.
Menurunkan Indonesia U-23 pada pertemuan kedua karena yakin tidak akan lolos, semakin membenamkan Indonesia yang akhirnya kalah 0-7.
Ajang Internasional
- Runner-up Piala Tiger 2002
- Piala Asia 2004
- Piala Asia 2007
- SEA Games 2007
- Kualifikasi Piala Dunia 2010
32. Peter Withe (Inggris/2004-2007)
Peter White membawa Indonesia tampil mencengangkan pada Piala Tiger 2004. Indonesia pulang sebagai runner-up. Skemanya reformasinya berantakan setelah pada Piala AFF 2007 (sebelumnya bernama Piala Tiger) tak lolos fase grup.
Ajang Internasional
- Runner-up Piala Tiger 2004
- Fase Grup Piala AFF 2007
33. Alfred Riedl (Austria/2010-2011, 2013-2014 & 2016)
Indonesia kembali menjadi runner-up pada Piala AFF 2010. Riedl kembali pada 2013 dan gagal di Piala AFF 2014. Pada 2016 ia dipanggil untuk menangani timnas lagi. Namun, prestasinya terbaiknya belum beranjak karena cuma meraih runner-up Piala AFF 2016.
Ajang Internasional
- Runner-up Piala AFF 2010
- Fase Grup Piala AFF 2012
- Runner-up Piala AFF 2016
34. Wim Rijsbergen (Belanda/2011-2012)
Wim Rijsbergen tak bertahan lama. Ia didepak dalam tugasnya pada Kualifikasi Piala Dunia 2014.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Piala Dunia 2014
35. Aji Santoso (2012)
Aji Santoso ditunjuk sebagai caretaker setelah kepergian Wim Rijsbergen. Ia meneruskan tugas Wim yang gagal membawa Indonesia menang di Kualifikasi Piala Dunia 2014. Aji memimpin timnas senior untuk menghadapi partai sisa melawan Bahrain. Indonesia kalah telak 0-10 dari Bahrain.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Piala Dunia 2014
36. Nilmaizar (2012-2013)
Menghadapi dualisme sehingga tidak bisa leluasa memilih pemain, Nil Maizar membawa Indonesia mencapai semifinal Piala Internasional Palestina 2012. Sementara pada Piala AFF 2012, Tim Garuda tak lolos fase grup.
Setelah kalah tipis 0-1 dari Irak di Kualifikasi Piala Asia 2015, sejak 27 Februari 2013 Nil tidak lagi menjadi pelatih timnas.
Ajang Internasional
- Piala AFF 2012
- Kualifikasi Piala Asia 2015
- Piala Internasional Palestina 2012
37. Luis Manuel Blanco (2013)
Blanco tak pernah turun bertanding. Pengangkatan Blanco ke tubuh timnas juga menimbulkan kontroversi. Pada 7 Februari 2013, Blanco resmi diperkenalkan Ketua Umum PSSI Djohar Arifin Husin. Lolos Kualifikasi Piala Asia 2015 dan juara Piala AFF 2014 menjadi target.
38. Rahmad Darmawan (2013)
Seusai pemecatan Blanco, Rahmad Darmawan ditugaskan menjadi caretaker sebelum beralih ke Jacksen F. Tiago.
Ajang Internasional
- Kualifikasi Piala Asia 2015
39. Jacksen F Tiago (Brasil/2013)
Setelah berkolaborasi dengan Rahmad Darmawan, Jacksen sendirian membesut timnas di Kualifikasi Piala Asia 2015. Dia lengser setelah gagal dalam kualifikasi tersebut.
Ajang Internasional
Kualifikasi Piala Asia 2015
40. Pieter Huistra (Belanda/2015)
Huistra menjadi pelatih interim pada 2015. Ia ditunjuk menjadi direktur teknik timnas pada akhir Desember 2014. Tugasnya ialah Kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Kualifikasi Piala Asia 2019.
Namun, Indonesia dijatuhkan sanksi oleh FIFA sehingga tak bisa mengikuti turnamen-turnamen tersebut.
41. Luis Milla (Spanyol/2017-2018)
Luis Milla dikontrak pada Januari 2017. Pelatih asal Spanyol tersebut diberikan target menjuarai SEA Games 2017 dan lolos semifinal Asian Games 2018. Namun, Luis Milla gagal memenuhi target tersebut.
Pencapain terbaik Luis Milla adalah meraih perunggu di SEA Games 2017.
42. Bima Sakti (Indonesia/2018)
Bima Sakti ditunjuk PSSI sebagai pengganti Luis Milla. Bima Sakti yang sebelumnya menjadi tangan kanan Luis Milla diharapkan bisa membawa Indonesia bersaing di Piala AFF 2018.
Nyatanya, Indonesia malah gagal lolos ke semifinal. Indonesia finis di peringkat keempat fase grup setelah menelan dua kekalahan dan masing-masing mengoleksi satu hasil imbang serta kemenangan.
Bima kemudian tidak dipertahankan sebagai pelatih timnas senior. Pelatih asal Balikpapan tersebut diplot PSSI sebagai pelatih timnas U-16 Indonesia.
Editor | : | Ferril Dennys Sitorus |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar