Ketua Steering Committee (SC) Piala Presiden 2018, Maruarar Sirait bercerita bagaimana seluk beluk turnamen pramusim tersebut hingga kegilaan dia sebagai politisi dengan sepak bola.
Piala Presiden 2018 merupakan turnamen pemanasan edisi ketiga.
Pertama, ajang ini digelar untuk mengisi kekosongan kompetisi saat PSSI disanksi FIFA pada 2015.
Lantaran mendapat antusiasme yang baik dari segala pemangku kepentingan, Piala Presiden digelar reguler.
(Baca juga: Darius Sinathrya Sentil Tren Komentator Sepak Bola Indonesia)
Lalu, apa yang diinginkan Ara, sapaan Maurar Siarait, dari pergelaran Piala Presiden dan seperti apa klaim-nya sebagai orang yang "agak" gila dengan sepak bola.
Berikut sekelumit wawancara BolaSport.com dengan Maruarar Sirait:
Apa yang membuat Piala Presiden berlangsung rutin?
Turnamen ini diawali dari visi dan misi Presiden Jokowi.
Bagaimana membuat sepak bola Indonesia transparan terutama soal keuangan.
Dari diskusi pada 2015, kami sepakati bahwa turnamen ini harus diaudit dan tidak menggunakan uang negara, baik itu APBN, APBN, BUMN, dan BUMD.
(Baca juga: Menakar Efek Jangka Pendek Malisic di Persib dan Jaimerson di Persija)
Kedua, soal fair play. Tidak ada pengaturan skor dan tidak ada wasit yang dibeli.
Itu dua roh Piala Presiden. Itu yang membangun kepercayaan industri dan arah menuju sepak bola modern.
Bagaimana evaluasinya hingga kini?
Ya, kita bisa lihat, Piala Presiden memiliki rating dan share tertinggi dan tawaran yang lebih bagus.
Itu ukuran turnamen ini menjadi hiburan rakyat sekaligus mendapatkan kepercayaan media.
Bagaimana turnamen ini melibatkan fans dan yang terus didengungkan yakni ekonomi kerakyatan?
Menarik, saya hadir dalam tiga kekalahan klub dengan suporter yang sangat besar yaitu saat Sriwijaya FC mengalahkan Persib Bandung di fase grup.
Lalu, Persebaya Surabaya dikalahkan PSMS Medan dan Arema FC yang takluk dari Sriwijaya FC pada laga 8 besar.
Saya tanya kepada beberapa suporter yang tim kesayangannya kalah, mereka kecewa karena sudah datang jauh-jauh.
Namun, mereka tidak bertindak vandalis.
Tentu, ini juga berkat keamanan yang digalang pihak kepolisian dan TNI.
Pada akhir pekan kemarin, ada sekitar 40 ribu orang ke Solo untuk menyaksikan tim-tim idolanya dari Jakarta hingga Bali.
(Baca Juga: Satu Winger Gabung Klub Liga Thailand, Singapura Salip Indonesia)
Satu sisi, pedagang kaki lima, asongan, hotel, restoran, ikut senang karena laku.
Semua saling berhubungan dan itu yang mesti dibangun dalam sistem industri.
Jadi?
Intinya, sepak bola bagi saya adalah kepercayaan. Itu yang mahal. Audit jadi ukuran.
Benar atau tidak sebuah ajang sudah transparan. Benar atau tidak hak pemain sudah terbayarkan. Itu semua diukur oleh pihak yang obyektif, dalam ini adalah PWC (PricewaterhouseCoopers).
Apakah Anda sudah jenuh dengan politik hingga mencoba merambah sepak bola?
Saya tetap anggota DPR. Namun, politik dan sepak bola terpisah.
Itu berbeda tetapi harus sama-sama dikerjakan dengan baik.
Sepak bola bagi saya adalah hobi. Saya gila bola dari kelas 6 SD.
Kala itu, saya dan orangtua desak-desakan nonton pertandingan final perserikatan antara PSMS Medan kontra Persib Bandung di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada 1985.
(Baca juga: Sriwijaya FC Minta Perlindungan untuk Pemain di Piala Presiden 2018)
Kami keluarga yang agak gila dengan sepak bola. Anak saya juga suka bermain dan nonton.
Terakhir, kami nonton langsung Tottenham Hotspur di Wembley pada Januari lalu.
Nantikan wawancara eksklusif bersama Maruarar Sirait menjelang Final Presiden 2018.
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar