Ketika Sven-Goran Eriksson tiba di Filipina untuk memulai tugas sebagai pelatih tim sepak bola nasional negara tersebut akhir pekan lalu, tidak ada kamera-kamera TV yang menyambut kedatangannya, atau pun para fans yang ingin berfoto dan meminta tanda tangannya.
Tugas baru pelatih asal Swedia itu memang cukup kontras dengan reputasinya sebelumnya.
Ia kini berkiprah di negara di mana olahraga sepak bola kalah populer dengan bola basket.
Namun setelah lima tahun menjadi pelatih kepala tim nasional Inggris dengan berbagai publikasi media yang luar biasa, pria berusia 70 tahun bersuara lembut itu justru menikmati ketidakpopulerannya di Filipina.
"Tidak ada yang mengenal saya, ini sangat-sangat bagus," kata Eriksson sebelum memulai latihan sesi ketiga bersama timnas Filipina yang akan disiapkan untuk kejuaraan Piala AFF dan Piala Asia itu.
"Anda lihat, disini bukan negara sepak bola. Jika saya di Inggris atau Italia atau negara lainnya, orang-orang tahu siapa saya. Tapi itu tidak apa-apa, ini sangat menyenangkan," katanya seperti dikutip Reuters.
(Baca Juga: Piala AFF 2018 - Andai Ada Spaso di Timnas Indonesia)
Eriksson menangani Azkals, julukan timnas Filipina, satu pekan menjelang jadwal pertandingan yang sangat padat, dimulai dengan Piala AFF (kejuaraan sepak bola Asia Tenggara), dan putaran final Piala Asia yang lebih bergengsi lagi pada Januari 2019.
Ia berharap dapat meningkatkan gairah persepakbolaan di Filipina, yang dipicu dari keberhasilan lolos ke putaran final Piala Asia dan kiper Niel Etherigdge yang menjadi kiper asal Asia Tenggara pertama yang bermain di Liga Premier Inggris, yakni di klub Cardiff City.
Eriksson baru-baru ini menolak tawaran tugas melatih timnas Kamerun, yang dikatakannya terlalu melibatkan banyak orang, dan Irak yang berambisi besar untuk menjuarai Piala Asia.
Eriksson menggantikan mantan bek Inggris Terry Butcher yang mengundurkan diri dari jabatan pelatih tim Filipina tanpa sempat melakukan supervisi ada satu pertandingan pun.
"Ini sesuatu yang baru bagi saya. Ini negara dengan penduduk lebih dari 100 juta dan sepak bola bukan olahraga utama di masyarakatnya. Saya ingin mencoba untuk membuat sepak bola menjadi penting," katanya.
"Saya berpikir, mengapa kita tidak melakukan sesuatu yang baik untuk Filipina? Mereka sangat rendah dalam peringkat FIFA (116), jadi mari kita coba meningkatkan," tambahnya.
Meskipun demikian meraih kesuksesan mungkin lebih mudah ketimbang ketimbang merebut perhatian dometik.
Berita kedatangan Eriksson hanya ditempatkan di halaman dalam koran-koran di Filipina, di belakang berita mengenai pertandingan basket mahasiswa Amerika Serikat dan berita lainnya.
Siaran pertandingan Piala Dunia 2018 lalu di TV kabel Filipina juga tidak terlalu gencar. Sejumlah siaran pertandingan penentuan grup justru diganti dengan pertandingan bola voli lokal.
(Baca Juga: Timnas Indonesia, 11 Isi Hati Beto Goncalves)
Sejak 2017 Eriksson kembali ke kampung halamannya di Torsby, Swedia, untuk membantu tim lokal untuk pertandingan-pertandingan yang penontonnya kurang dari 200 orang.
"Itulah yang saya lakukan, kehidupan normal," kata Eriksson yang sudah pernah menanganti klub Roma, Lazio dan Manchester City, serta tim nasional Meksiko, Inggris dan Pantai Gading.
"Saya rindu untuk terlibat lagi dalam sepak bola. Saya menangani tim lokal, ini menarik, dan menjadi tantangan untuk membuat peningkatan. Tapi tentunya berbeda jika menangani tim nasional, jadi saya senang dapat kembali (melatih timnas)," tambahnya.
Timnas Filipina sendiri sebagian terdiri atas pemain-pemain kelahiran Eropa, termasuki beberapa mantan anggota tim junior Chelsea, yang menurut Eriksson merupakan hal positif.
Eriksson dikontrak untuk turnamen Piala AFF dimana Filipina satu grup dengan Thailand, Indonesia, Singapura, dan Timor Leste, serta putaran final Piala Asia di Uni Emirat Arab.
Editor | : | Ferril Dennys Sitorus |
Sumber | : | antaranews.com |
Komentar