Kemenpora melalui Sesmenpora Gatot S Dewa Broto mengungkapkan, landasan hukum yang bisa dijadikan acuan untuk menangkap pelaku kasus pengaturan skor.
Menurut Gatot S Dwa Broto, UU Nomor 11 tahun 1980 tentang tindak pidana suap, bisa menjerat para pelaku praktik kotor dalam sepak bola Indonesia.
Dari enam pasal yang ada dalam UU tersebut, ada empat pasal yang bisa menjadi acuan hukum untuk permasalahan ini.
"Perangkat hukumnya ada, UU No 11 tahun 80 itu masih berlaku tentang pidana suap. Pasal 2,3,4, dan 5 itu masih berlaku," kata Gatot di Kantor Kemenpora, Kamis (29/11/2018).
"Aparat juga, kami minta mereka aparat itu melihat lebih broader (lebih luas), jangan karena buktinya kurang, lalu dibiarkan," ujarnya menambahkan.
(Baca juga: PSS Promosi ke Liga 1 2019, Klub Malaysia Ucapkan Selamat dan Ingat dengan Sleman Fan)
(Baca juga: Minta PSSI Proaktif, Kemenpora Contohkan Keberhasilan Spanyol Berantas Mafia)
Dia mewanti-wanti PSSI untuk tidak membiarkan hal seperti ini dibiarkan menguap dan terlupakan seperti yang sudah-sudah.
Setelah terungkapnya dua nama tokoh yang terlibat dalam pengaturan skor, menurut Gatot ini adalah momentum yang tepat bagi PSSI untuk membuktikan keseriusannya.
(Baca juga: Jawara Liga Champions Asia 2018 Terancam Kehilangan Bek Terbaik Mereka)
"Kami masih ingat 2 tahun lalu di Surabaya, ada yang diduga terlibat pengaturan, baru 10 hari sudah dibebaskan, polisi diharapkan bisa membantu hal ini," tuturnya.
"Sudah cukup ada nama-nama yang disebut, ini kesempatan bagus PSSI untuk memperbaiki kredibilitasnya," ucapnya.
Editor | : | Estu Santoso |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar