Bobroknya dunia sepak bola Indonesia semakin menjadi-jadi. Menjelang berakhirnya musim kompetisi 2018, dunia kulit bundar Tanah Air menampilkan wajahnya yang paling bopeng.
Kejanggalan dan hal-hal aneh pada ajang Liga 2 2018 ditampilkan pada publik tanpa malu-malu.
Buntutnya, sejumlah skandal pengaturan skor, atau yang biasa disebut dengan match-fixing, mulai tercium oleh publik.
(Baca Juga: Kontrak Segera Berakhir, Gelandang Persib Banjir Tawaran dan Beri Isyarat kepada Manajemen)
Karut-marut dunia sepak bola Indonesia ini menuai respon yang sangat serius dari seorang pejabat publik.
Bupati Banjarnegara, Budhi Sarwono, akhirnya memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Asosiasi Kabupaten Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Askab PSSI) Banjarnegara.
Baca Juga
- Dituduh Terlibat Pengaturan Skor, Manajer PSS Sleman Desak Madura FC untuk Buktikan Skandal
- PSS Sleman Naik Liga 1, Istri Seto Nurdiantoro De Javu Atas Kesuksesan Musim 1999-2000
- Sukses Promosi ke Liga 1, Bek Asal Belanda Isyaratkan Perkuat PSS Sleman
Keputusan tersebut disampaikan Budhi Sarwono di hadapan jajaran pengurus Askab PSSI Banjarnegara di Pringgitan Rumah Dinas, Kamis (29/11/2018).
Pernyataan mundur ini merupakan bentuk protes keras terhadap kondisi persepakbolaan di Indonesia.
"Karena persepakbolaan setelah kami jalani sampai Liga 3 kemarin ternyata kotor alias busuk, saya anggap kotor, semua permainan menggunakan uang," katanya, dilansir BolaSport.com dari Kompas.
Pada waktu bersamaan, manajer timnas putri U-16 Indonesia, Lasmi Indaryani, yang juga merupakan anak kandung dari Budhi Suwarno, ikut mundur dari jabatannya.
Lasmi Indaryani telah memutuskan untuk mengikuti jejak ayahnya lantaran prihatin terhadap karut-marut dunia persepakbolaan Tanah Air.
(Baca Juga: Desak Edy Rahmayadi Mundur, Umuh Muchtar Sebut Kriteria Calon Ketum PSSI yang Layak)
"Hari ini juga saya akan mengirim surat pernyataan mundur ke Asprov PSSI Jawa Tengah," ujarnya.
Keduanya mundur lantaran prihatin terhadap kisruh di dunia persepakbolaan Indonesia.
Dia menilai bahwa dunia sepak bola di bawah PSSI selama ini tidak profesional dan tidak dijalankan dengan baik.
Dia berharap dunia persepakbolaan ke depan dapat lebih bersih dan profesional.
"Kami buta awalnya soal bola, tetapi kalau dengar soal mafia bola, ya selalu dengar."
Baca Juga
- Dituduh Terlibat Pengaturan Skor, Manajer PSS Sleman Desak Madura FC untuk Buktikan Skandal
- PSS Sleman Naik Liga 1, Istri Seto Nurdiantoro De Javu Atas Kesuksesan Musim 1999-2000
- Sukses Promosi ke Liga 1, Bek Asal Belanda Isyaratkan Perkuat PSS Sleman
"Namun, ini mungkin baru mengalami dan benar-benar shock. Ternyata sangat parah. Jadi, kami putuskan untuk tidak ikut di dalamnya," katanya.
Lasmi sendiri mengaku menjadi korban dalam praktek tersebut. Sebagai manajer Persibara Banjarnegara, dia mengaku pihaknya pernah dijanjikan bisa naik kasta ke Liga 2.
Untuk itu, timnya harus lolos ke 32 besar putaran nasional dan bersedia menjadi tuan rumah.
Lasmi menuturkan, pihaknya lantas digiring untuk menyetorkan sejumlah uang. Pihaknya sempat menolak tawaran itu.
Namun, dia mengaku terus "dipepet" dengan penawaran yang lebih rendah dari sebelumnya.
(Baca Juga: Dituduh Terlibat Pengaturan Skor, Manajer PSS Sleman Desak Madura FC untuk Buktikan Skandal)
"Digiring untuk setor karena katanya banyak keperluan. Untuk lolos ke 32 besar itu katanya kami harus bersedia menjadi tuan rumah," katanya.
Mundur dari manajer timnas putri U-16 bukan berarti Lasmi lepas tangan untuk memajukan sepak bola di Banjarnegara.
Ia mengaku akan tetap memperhatikan atlet lokal Banjarnegara demi masa depan olahraga nasional.
Namun, dia mengaku tak ingin melibatkan diri dalam kegiatan apa pun yang diselenggarakan PSSI.
"Nanti kami pakai Liga Bupati sajalah, pembinaan sendiri," katanya.
Editor | : | Taufan Bara Mukti |
Sumber | : | kompas.com |
Komentar