Penangkapan Johar Lin Eng oleh Satgas Anti Mafia Bola, Kamis (27/12/2018), membuat geger persepakbolaan Indonesia.
Johar Lin Eng digelandang ke Polda Metro Jaya dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta terkait kasus pengaturan skor.
Johar Lin Eng sendiri bukanlah nama yang asing di kancah persepakbolaan Indonesia.
Dalam dua periode terakhir kepengurusan PSSI di Jawa Tengah, Johar-lah yang memimpin asosiasi tersebut.
Tahun 2013-2017 merupakan periode pertama Johar memimpin Asprov PSSI Jateng.
(Baca Juga: Polda Metro Jaya Tangkap Anggota Exco PSSI atas Dugaan Skandal Pengaturan Skor)
Dia bersama wakilnya, Edy Sayuti, terpilih kembali pada periode selanjutnya, 2017-2021.
Tak hanya itu, pada tahun yang sama saat terpilih kembali sebagai Ketua Asprov PSSI Jateng, Johar juga dipercaya menjadi anggota Exco PSSI.
Johar bersama Dirk Soplanit, Very Mulyadi, Juni Ardianto Rahman, Pieter Tanuri, AS Sukawijaya, Condro Kirono, Yunus Nusi, Gusti Randa, Refrizal, Hidayat, dan Papat Yunisal masuk dalam poros utama federasi sepak bola Indonesia tersebut.
Akan tetapi, nama Johar tak sepenuhnya baik di panggung bal-balan tanah air.
(Baca Juga: Pengacara Johan Lin Eng Beri Klarifikasi: Klien Saya Bukan Ditangkap)
Johar, bahkan pernah mendapat hukuman seumur hidup tak boleh lagi menjalankan aktivitas apa pun di dalam persepakbolaan nasional.
Hukuman itu dijatuhi PSSI di bawah kepemimpinan Djohar Arifin Husein pada 2012.
Dalam surat bernomor 03/KEP/KDKHUSUS/III-2012 tertanggal 2 Maret 2012 dan ditandatangani oleh Ketua Komisi Disiplin (Komdis) PSSI saat itu, Bernhard Limbong, Johar mendapat pukulan telak.
Akan tetapi, hukuman itu seperti tak berlaku baginya.
(Baca Juga: Sentimen Pribadi Jadi Alasan Kuat PSSI Tak Gunakan Jasa Fakhri Husaini Lagi?)
Sebab setelah putusan itu dikeluarkan, Johar masih melenggang dan aktif berkegiatan di kancah bola Tanah Air.
Johar juga pernah mendapat penolakan dari pengurus Asprov PSSI Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Kala itu pada penghujung 2017, Ketua Umum PSSI saat ini, Edy Rahmayadi, menunjuknya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Asprov NAD.
Namun, pengurus Asprov PSSI NAD menilai keputusan itu menyalahi aturan.
(Baca Juga: Mantan General Manager PSIS Buka Suara Terkait Praktek Pengaturan Skor yang Libatkan Mahesa Jenar)
Pasalnya, Edy Rahmayadi membuat keputusan sepihak tanpa mengomunikasikannya terlebih dahulu dengan para anggota Asprov di bumi Serambi Mekah.
Bahkan, para anggota Asprov PSSI NAD memiliki suara yang bulat dan menyatakan sikap agar Edy Rahmayadi mencabut surat keputusan tersebut.
Sekaligus mengembalikan kewenangan kepada Ketua Asprov PSSI NAD yang faktanya masih sah memegang jabatan hingga 3 Februari 2018.
Saat ini, kiprah Johar Lin Eng di dunia kulit bulat Tanah Air memasuki babak baru setelah dicokok Satgas Anti Mafia Bola.
(Baca Juga: Bursa Transfer Liga 1 - Dirut Persija Beberkan Pemain Bidikan, Nasib Ismed dan Maman Jelas Terancam)
Komdis dan Kepolisian Siap Proses 2 Nama Exco PSSI yang Diduga Terseret dalam Pusaran Mafia Bola https://t.co/g0SmbkK9Kk
— BolaSport.com (@BolaSportcom) December 20, 2018
Sebelum dicokok, Johar disebut-sebut sebagai sosok di balik skandal pengaturan skor pada program Mata Najwa.
Kala itu, manajer tim Persibara Banjarnegara, Lasmi Indaryani, dan ayahnya yang juga menjabat sebagai Bupati Banjarnegara, Budhi Warsono, menyebut sosok Johar sebagai orang yang memperkenalkan dirinya dengan mafia yang disebut dengan inisial Mr P.
Johar Lin Eng yang saat ini jugas berstatus sebagai Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Tengah dituduh menjadi perantara dengan mafia berinisial Mr P.
(Baca Juga: PSIS Semarang Mulai Kejar Prestasi, Jafri Sastra Disodori Kontrak Anyar)
Editor | : | Ramaditya Domas Hariputro |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar