Bisa saja kontingen Indonesia menembus 10 besar karena ada beberapa cabang unggulan kita dari cabang non olimpiade yang dipertandingkan, seperti pencak silat, bridge, dan jetski.
Kontingen Indonesia bisa meraih sekitar 10 emas, sementara pada dua Asian Games terakhir, di Incheon 2014 dan Guangzhou 2010, kita hanya mendapat masing-masing empat emas.
Jelas bangga bisa masuk 10 besar Asia, namun apa manfaat dari kebanggaan yang mungkin hanya sesaat kalau di Asian Games berikutnya pada 2022 di Hangzhou China, kita terlempar dari 10 besar dengan perolehan medali emas merosot lantaran cabang-cabang andalan kita tidak dipertadingkan lagi.
Iwan Hermawan memberi contoh apa yang terjadi setelah Indonesia menjadi juara umum SEA Games 2011 di negeri sendiri.
Kontingen Merah Putih berjaya di SEA Games 2011 dengan memborong 182 medali emas. Namun, setelah cabang-cabang andalan yang non-olimpiade tak dipertandingkan di ajang-ajang berikutnya, perolehan medali emas kita merosot drastis.
Di SEA Games 2013 Myanmar Indonesia hanya meraih 64 medali emas, lalu di Singapura 2015 cuma 47, dan terakhir di Malaysia 2017 lalu hanya 38 medali emas.
Sah-sah saja pemerintah memberikan target tinggi untuk kontingen Indonesia di Asian Games 2018 supaya olahraga kita terpacu untuk bekerja keras mewujudkan target.
Namun, akan lebih bagus jika pemerintah juga memikirkan prestasi olahraga Indonesia jauh ke depan, dimulai dengan membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung munculnya banyak anak yang memiliki potensi menjadi atlet kelas Asia dan dunia.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | Tabloid BOLA |
Komentar