BOLASPORT.COM – Dalam dua kesempatan berbeda, saya bertemu dengan pria Spanyol asal kota Madrid. Dari materi bisnis, diskusi kami berkembang sehingga banyak informasi saya dapat.
Namanya Moises Israel Garzon. Ia mewakili sebuah perusahaan bernama Chapman yang memproduksi content olahraga.
Singkat cerita, selain memuji kualitas permainan tim-tim Liga Spanyol, terutama Real Madrid, serta tim nasional Spanyol, ia juga menyinggung kekuatan sepak bola yang bisa dimanfaatkan.
“Setiap pergelaran Piala Dunia, banyak sekali perusahaan yang memanfaatkan event ini untuk promosi dengan mengeluarkan biaya besar.
“Sepak bola punya kekuatan untuk menarik perhatian, apalagi ketika tim nasional Spanyol mulai berprestasi.”
Begitu kata pria yang sangat berapi-api bila bercerita tentang bagaimana Real Madrid meraih berbagai gelar juara.
Juga kisah tuntutan fans El Real akan permainan menghibur sekaligus produktif.
(Baca Juga: Cristiano Ronaldo Sempat Kecewa Berat dengan Prestasi Lionel Messi)
Ketika mendengar televisi Indonesia tergolong rutin menyiarkan Piala Dunia dan Piala Eropa, Moises berujar, “Tentu banyak sekali perusahaan yang mengambil kesempatan untuk berpromosi, termasuk lewat berbagai media massa.”
Ingatan saya melompat ke tahun 2018. Ya, selain menanti pergelaran Piala Dunia di Rusia di televisi nasional, saya juga menyadari kegiatan politik di Tanah Air.
Tak lama setelah kick-off Piala Dunia 2018 antara Rusia vs Arab Saudi pada 14 Juni, sebanyak 171 daerah di Nusantara dijadwalkan menggelar Pilkada serentak.
Pilkada hanya berjarak 13 hari setelah Piala Dunia 2018 digelar.
Di benak saya, atsmosfir sepak bola dan Piala Dunia 2018 pasti akan “dihangatkan”oleh berbagai kegiatan kampanye para calon-calon pemimpin daerah.
Tentu menarik menebak berapa biaya kampanye para calon pemimpin tersebut dan bagaimana cara mereka memanfaatkan gaung Piala Dunia untuk kepopuleran mereka.
Ingat, sepak bola memiliki kekuatan yang luar biasa untuk mendekat dan menyapa masyarakat dunia dengan informasi yang ingin disampaikan.
Sebelum maskapai Emirates menjadi sponsor Piala Dunia di tiga edisi (2006, 2010, dan 2014) serta menempel di jersey sejumlah klub sepak bola Eropa, seberapa baik kita mengenal kredibilitas perusahaan penerbangan Uni Emirate Arab tersebut?
Dengan memakai sepak bola, sontak maskapai ini menjadi perhatian dunia. Strategi yang kemudian diikuti oleh maskapai negara-negara Timur Tengah lain.
Termasuk Garuda Indonesia yang sempat menempel di baju latihan Liverpool FC walau kemudian kebijakan itu tidak dilanjutkan.
(Baca Juga: 11 Anak Pesepak Bola Legendaris, Salah Satunya dari Indonesia)
Kalau begitu, sepintar apa calon-calon penguasa daerah yang mengikuti Pilkada 2018 dalam memaksimalkan magnet Piala Dunia?
Bahasa lainnya, seberapa banyak dan seberapa sering muka-muka peserta Pilkada menghiasi program dan tayangan Piala Dunia 2018?
Saran saya: nanti jangan bosan, ya!
Dalam pertemuan terakhir dengan Moises di sebuah pusat perbelanjaan di tengah Kota Jakarta, kami meninggalkan meja di sebuah restoran dengan melanjutkan perbincangan yang hangat.
Sambil tak henti-hentinya mengagumi kemewahan penampilan gedung yang kami masuki, ia menyentil kemauan masyarakat sepak bola Indonesia.
Begini katanya, “Inilah mall termewah yang pernah saya kunjungi. Saya sudah pernah mampir di berbagai kota Eropa, Amerika, dan Asia. Namun, mall ini sungguh mewah dan terkesan mahal.”
Perbincangan berlanjut. Bila bangsa Indonesia ia sebut sangat serius dan mampu membangun gedung-gedung indah serta mewah, apakah kita juga serius membangun sepak bola di dalam negeri untuk bisa berprestasi?
Tugas itu tak hanya milik federasi sepak bola Indonesia alias PSSI, dan seluruh orang yang bekerja di dalamnya. Tugas itu juga milik kita semua.
Setiap kita punya peran, baik besar atau kecil, yang dapat membantu mewujudkan atmosfir dan budaya olahraga (sepak bola) di tengah-tengah kita.
Termasuk pelaku aktif, baik itu pengurus, pelatih, dan pemain dalam sebuah klub, hingga penonton.
(Baca Juga: Starting XI Pemain Kesayangan Cristiano Ronaldo)
Contoh paling gampang diingat adalah regulasi kompetisi dan kedisiplinan kita dalam menjalaninya.
Plus, menghindari gaya sepak bola “tebang kayu”. Bahwa yang ditendang itu adalah bola, bukan kaki apalagi kepala lawan.
Setiap pesepak bola sudah sepantasnya menghargai profesi yang mereka jalani dengan tidak berusaha merusak karier lawan lewat pelanggaran-pelanggaran yang mengerikan dan terkesan tak peduli nasib orang lain. Setuju?
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar