Stadion Utama Gelora Bung Karno resmi dibuka setelah menjalani renovasi satu setengah tahun senilai 760 miliar rupiah lebih untuk menyambut Asian Games 2018.
Presiden Joko Widodo membuka stadion kebanggaan Indonesia itu dengan disaksikan sekitar 38 ribu penonton dan para tamu VVIP sebelum laga timnas Indonesia melawan Islandia, Minggu (14/1/2018).
Pembukaan SUGB bagaikan all star game pejabat dan orang penting Indonesia.
Mereka yang datang antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla; Menteri PUPR, Basuki Hadimulyono; Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi; Menteri Koordinator Bidang Polhukam, Wiranto; Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi; Ketua KOI, Eric Thohir, dan bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo.
Mereka datang untuk melihat hasil akhir dari perombakan yang dimulai pada Juni 2016 ini dengan kontraktor PT Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT Penta Rekayasa Kerjasama Operasi (KSO) dan nilai kontrak Rp 769,7 miliar.
Konsultan manajemen konstruksi adalah PT Deta Decon dan PT Multi Karadiguna Jasa KSO dengan nilai kontrak Rp 10,2 miliar.
Pembukaan SUGBK sederhana tetapi impresif.
Hitung mundur pembukaan stadion dengan permainan cahaya LED di atap stadion diakhiri pijaran lampu utama buatan Panasonic berkekuatan 3500 LUX.
Hasilnya memang impresif. Pencahayaan SUGBK jauh lebih baik dari sebelumnya, tak ada bayangan pemain dari ke-22 personel yang turun di lapangan malam itu.
Sekilas, ada harapan terhadap kembalinya SUGBK, yang kini menjadi stadion berkapasitas 78 ribu "premium single seat", ke era kejayaan 60 tahun silam.
Namun, banyak hal yang masih harus jadi perhatian pemelihara SUGBK. Apalagi, kalau stadion ini benar-benar ingin mewujudkan mimpinya sebagai smart stadium.
Mari kita mulai dari jalan mendekati stadion dan menuju tempat duduk. Checkpoint pertama berantakan.
Antrian suporter untuk masuk ke lingkaran dalam GBK sangat panjang dan tidak jelas. Mesin X-Ray dan petugas keamanan di turnstile pertama tidak mencukupi.
Masalah bertambah karena hujan deras yang mengguyur kawasan Senayan dan sekitarnya jelang kick-off. Pemeriksaan X-Ray dan cek tas, yang seharusnya menjadi standar protokol kemanan, ditiadakan.
"Saya tidak terkena pemeriksaan pertama karena hujan. Check pointnya bubar," ujar Bintang Febriyan, salah satu suporter yang datang, kepada BolaSport.com.
Genangan air depan pintu pemeriksaan #CeritaGBK pic.twitter.com/IgDzF2siat
— saptian Indramawan (@saptian_09) January 15, 2018
Bagi Bintang, kendurnya pemeriksaan di checkpoint pertama ini menjadi "kompensasi" setelah ia menghabiskan lebih dari 1 1/2 jam untuk menukar tiket online yang ia beli dengan tiket kertas.
Ya, satu lagi masalah yang tak kunjung usai. Di era digital ini, pengelola ticketing SUGBK masih mengharuskan warga pembeli tiket online mengantre lagi untuk mengambil tiket fisik.
(Baca Juga: Suporter Keluhkan Sistem Penjualan Tiket Online Laga Timnas Indonesia Vs Islandia)
Sementara, teman saya yang membeli tiket di Hari-H dihadapkan oleh hanya satu loket yang terbuka.
Tiket fisik pun tipis dan terlihat murahan. Jika terkena air, barcode-nya bermasalah. Hal ini dialami beberapa penonton yang BolaSport.com temui di sekitar gate masuk.
Saya tidak tahu entry capacity GBK, jumlah orang yang bisa melalui semua turnstiles dalam periode satu jam, tetapi menurut saya pasti buruk sekali.
Jumlah turnstile tak dapat menampung animo penonton stadion yang hanya setengah terisi. Alhasil, antrian membludak di depan masing-masing sector gate.
Masing-masing gate hanya ada 2 turnstile, 1 di kiri dan 1 di kanan.
"Seharusnya ada lebih banyak turnstile, geledahnya di situ saja sebelum dan sesudah di turnstile seperti di Inggris," tutur Defrio Nandi, mantan pelajar Indonesia yang menghabiskan 4 tahun di Inggris Raya dan turut menyaksikan partai tersebut.
Pun, tak semua lancar di turnstile. Teman saya yang memegang tiket complementary sebagai media partner hampir tidak bisa masuk karena tidak ada nomor yang tertera di tiketnya.
Dua chokepoint ini jelas melukai entry capacity stadion dan bukan cara benar untuk mengakomodasi penonton sepak bola.
Sebagai perbandingan, National Stadium di Warsawa, Polandia, venue laga pembuka Piala Eropa 2012, mempunyai kapasitas 58 ribu penonton.
Mereka mempunyai 156 pemindai tiket yang tersebar di 76 turnstile dobel dan dikendalikan oleh software SKIDATA Handshake.
Jika setiap sector gate GBK mempunyai 2 turnstile, artinya hanya ada 48 turnstile dengan kapasitas penonton 20 ribu lebih banyak ketimbang National Stadium.
Pada acara pembukaan Piala Eropa 2012, saya hanya memerlukan 5 menit dari ketika memasuki lingkar dalam stadion untuk sampai ke tempat duduk saya.
Di GBK saat melawan Islandia, teman-teman saya memerlukan hingga 45 menit untuk duduk.
(Baca Juga: Bek Barcelona Lakukan Gerak-isyarat Kontroversi di Depan Pendukung Real Sociedad, Hukuman Menanti?)
Guide to Safety at Sports Grounds yang diterbitkan oleh Department for Culture, Media, and Sport Inggris menyebutkan bahwa sirkulasi massa adalah salah satu aspek terpenting suatu stadion sehingga harus direncanakan dan dijalankan dengan baik.
Sistem tersebut harus seimbang, dalam artian lorong penonton, tangga, dan ruang lapang tidak cukup hanya lebar dan bagus.
Mereka harus membentuk sistem yang terkoneksi.
Sirkulasi aman dapat terwujud dengan:
- Cara-cara fisik - desain dan konstruksi bagus, diperkuat oleh marka dan bantuan teknis serta visual jelas.
- Sumber daya manusia - Terutama sekali stewarding yang bagus, diperkuat oleh bantuan teknis, komunikasi, perawatan, dan housekeeping prima
(Baca Juga: Febri Hariyadi Dapat Pujian dari Pemain Islandia)
Nah, problem berikut di GBK adalah sumber daya manusia.
Pada pembukaan kembali SUGBK adalah beberapa steward yang ada, tidak mengerti benar tata letak stadion yang baru.
Lalu, tidak ada cukup steward untuk mengarahkan para penonton ke tempat duduk mereka.
Menurut reguasi FIFA, seharusnya ada satu steward per 250 penonton di low-risk match dengan peningkatan rasio 1 per 100 penonton di laga-laga di mana tingkat keamanannya lebih tinggi.
Akhirnya, beredar cerita bahwa orang-orang duduk tidak sesuai dengan nomor dan mengusir mereka dengan nomor duduk yang benar.
"Steward mengurangi kemungkinan terjadinya keributan dan menyediakan sarana untuk menyelidiki, melapori, dan beraksi pada keadaan darurat. Steward juga harus selalu memastikan kenyamanan penonton di semua kategori," tulis panduan tadi.
Lebih tak elok lagi, beberapa oknum petugas keamanan bahkan tertangkap kamera mengambil tempat duduk di bagian disabilitas tribune utara.
Hal ini tentu bisa dihindari dengan steward yang tegas dan profesional.
Kita lalu masuk ke bagian penumpukan penonton di bagian-bagian tertentu stadion.
Karena minimnya sarana ibadah kami sholat di Selasar, tempat wudhupun ga ada... #CeritaGBK pic.twitter.com/GLMolOwAbp
— Cah Kerjo (@Ech4Ikan) January 15, 2018
Tempat wudhu dan musholla kurang memadai. Petugas keamanan sendiri bahkan harus mengantre panjang untuk menunaikan ibadah.
Kolega saya turun ke musholla di lantai dasar sekitar 30 menit sebelum kick-off dan baru balik pada pertengahan babak pertama. Ia melewatkan lagu kebangsaan, sepak mula, dan gol pertama timnas.
Akses ke toilet di lantai dasar pun dibatasi oleh pintu besar yang sangat berat untuk dibuka dan ditutup dengan koridor sempit, menimbulkan potensi tabrakan.
Belum lagi membicarakan aspek keamanan.
Teman saya yang duduk di VIP Barat bisa keluar lewat tribune VVIP sebelum laga usai dan melewati mobil-mobil RI 1 dan RI 2 yang terparkir tanpa menemui pemeriksaan berarti.
Bukan hanya VVIP, keamanan suporter biasa juga masuk pertanyaan.
"Kami sudah mengikuti Standar FIFA dalam aspek keamanan di mana dalam kondisi darurat, stadion sudah harus kosong dalam waktu 15 menit," ujar Menteri Basuki beberapa hari sebelum GBK resmi dibuka.
Namun, saya ragu ini bisa dilaksanakan apabila pintu keluar stadion ditutup dan baru dibuka 15 menit jelang partai berakhir.
Apalagi, tidak ada marka-marka jelas sehingga para penonton harus dibiarkan mencari-cari jalan sendiri.
Masih banyak lagi problem lain seperti tata suara, di mana ada dua kesempatan di mana PA system menyala tiba-tiba dan mengeluarkan suara statik yang mengganggu telinga.
Pun, jarang ditemui tempat sampah sehingga kotoran berserakan di beberapa bagian stadion.
Wajar apabila publik bertanya, 769 miliar rupiah habis untuk apa saja sih?
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar