Nama bocah ajaib sepak bola Indonesia, Egy Maulana Vikri (17), tak redup dari pemberitaan selama seminggu terakhir.
Jika Anda tinggal di gua atau tak punya sambungan internet selama seminggu terakhir, gencarnya pemberitaan tentang Egy Maulana Vikri datang karena ia menanda tangani kontrak 3 tahun bersama kubu Liga Polandia, Lechia Gdansk.
Sebagai sesama warga Tanah Air, adalah kewajiban kita untuk mendukung anak bangsa yang berusaha mengharumkan nama Merah Putih di negeri orang.
Namun, dukungan kita itu harus juga berbentuk kritis dan inquisitive alias penuh pertanyaan.
Secara pribadi, perjudian yang diambil Egy untuk berkompetisi di Polandia membuktikan anak itu punya nyali.
Memang betul, secara koefisien UEFA (ditentukan oleh hasil-hasil setiap klub dari asosiasi tertentu di Liga Champions dan Liga Europa selama lima musim terakhir), Liga Polandia adalah kompetisi terkuat urutan ke-21 Eropa, di bawah Rumania dan di atas Swedia.
(Baca Juga: Neymar Butuh Real Madrid atau Real Madrid Butuh Neymar?)
Walau kompetisinya semenjana, secara ranking FIFA, Polandia adalah negara terkuat keenam dunia.
Robert Lewandowski cs punya poin sama dengan Spanyol dan hanya di belakang Belgia.
Musim depan, Egy akan sangat spesial apabila ia bisa melakoni setidaknya 3/4 jumlah penampilan Daisuke Matsui, pemain Asia terakhir yang memperkuat kubu di pinggiran Laut Baltik tersebut.
Pemain sayap asal Jepang itu turun 16 kali bagi Gdansk di Liga Polandia dan 2 kali di Piala Polandia pada 2013-2014.
Matsui mencetak 4 gol di Liga Polandia dari 1187 menit beraksi.
Egy memang harus membuktikan diri di hadapan para fans lokal setelah eksploitasi besar-besaran transfernya oleh media Tanah Air dan dari Polandia sendiri.
Super sekali apabila ia bisa menyusul jejak Kurniawan Dwi Yulianto dan mencetak gol di kompetisi resmi Liga Eropa, seperti yang Si Kurus lakukan bersama Luzern kala menjebol gawang FC Basel pada 9 April 1995.
(Baca Juga: Hal Ini Bikin Michael Essien dengan Mudah Gabung ke Bali United)
Hanya, apa yang kita lihat di lapangan mungkin hanya sekitar 30 persen perjuangannya.
Apa yang ia lakukan di luar lapangan tak kalah pentingnya: pergaulan, disiplin, diet, dan gaya hidup.
"Problem orang Asia di Eropa adalah makanan dan cuaca. Soal kualitas hampir sama," tutur Kurnia Sandy di BolaSport.com, yang pernah menjadi penjaga gawang keempat klub Liga italia, Sampdoria.
"Jika di Indonesia ia diidolakan, Egy harus bersaing dari nol di Eropa," lanjutnya.
Pergaulan dengan sesama pemain akan sangat menentukan gaya hidupnya.
Close circle Egy di Polandia akan berpengaruh terhadap perkembangan dia sebagai individu dan pesepak bola.
Pesan dari orang tua Egy sudah jelas: "Jangan sombong, selalu hargai orang lain dan selalu rendah hati."
[TERPOPULER] Sepakat Ingin Datangkan Neymar, Real Madrid Harus Penuhi 5 Syarat ini https://t.co/4ISXmUfl5Z
— BolaSport.com (@BolaSportcom) March 18, 2018
Bukan melakukan generalisasi, tetapi godaan untuk anak muda dengan uang banyak yang tinggal di perantauan teramat besar.
Selama melanjutkan jenjang pendidikan di luar negeri, saya melihat keonaran apa saja yang bisa dilakukan oleh sekelompok anak muda dengan uang dan waktu luang melimpah.
Sifat konsumerisme pemain Eropa juga berbeda.
Seperti dikutip BolaSport.com dari Detik Sports, Kurniawan Dwi Yulianto pernah berbagi cerita bagaimana mudah rekan-rekannya di Sampdoria menghamburkan uang.
Jam Rolex senilai ratusan juta rupiah bisa dibeli tanpa berpikir dua kali.
Mengenai hal ini, Egy wajib mengingat terus wejangan pelatihnya di timnas U-19, Bima Sakti.
"Saya harap Egy bisa tetap disiplin, terus berusaha yang terbaik, tetap berdoa. Saya dengar ia tinggal dekat masjid, semoga tidak lupa dengan kewajiban salat 5 waktu,” tutur Bima.
Permasalahannya adalah, apabila semua usaha adaptasi Egy di Polandia nanti sudah benar, keadaan tetap tidak akan mudah baginya.
Nama Egy Maulana Vikri mencuat dengan 7 gol di Piala AFF U-18 yang menjadikannya top scorer turnamen tersebut.
Sebanyak 14 kali ia memperkuat timnas junior di berbagai kategori usia umur dan mencetak 13 gol.
Namun, ia belum pernah mencicipi kerasnya musim sepak bola profesional di kasta teratas.
Klub yang pernah ia bela sejauh ini barulah Persab Brebes di Liga Nusantara.
(Baca Juga: Jangan Main-main sama Orang Surabaya)
Aksi sang pemain di bentangan karpet rumput hijau PGE Arena dan stadion-stadion lain di Polandia akan menjadi penentu nasibnya.
Lechia tidak berada dalam kondisi terbaik di Liga Polandia.
Hingga pekan ke-28, Gdansk sudah menelan 6 kekalahan. Sebagai tim penghuni 8 bawah klasemen, mereka masuk Ronde Degradasi.
Setelah matchday ke-30 Liga Ekstraklasa, para kontestan liga akan dipecah dua. Tim 8 besar akan memainkan Ronde Championship dan tim 8 terbawah akan memainkan Ronde Degradasi.
Masing-masing tim akan memainkan 7 laga tambahan di ronde mereka masing-masing.
Dari Ronde Degradasi, 2 tim terbawah akan turun ke kasta kedua Liga Polandia.
Musim ini adalah kegagalan bagi Lechia, tetapi juga sebuah anomali bagi mereka.
Sejak format musim diubah menjadi dua ronde pada 2013-2014, Lechia Gdansk finish secara beruntun peringkat ke-4, ke-5, ke-5, dan terakhir musim lalu ke-4.
Apapun yang terjadi musim ini, Egy perlu membuktikan diri secepat mungkin pada awal kompetisi depan.
Waktu yang ia miliki bisa jadi tidak banyak dengan performa klub yang jatuh bebas musim ini.
Kesabaran para petinggi klub bisa jadi tergantung mood para Ultras, yang telah mendapatkan sindiran dari rival mereka terkait keputusan klub mendatangkan Egy.
Mereka menganggap klub telah mengorbankan tradisi dan bakat lokal demi mendatangkan seorang alat marketing.
Pelatih baru Piotr Stokowiec harus menentukan apakah ia akan sejalan dengan keputusan manajemen atau mendengarkan suara para Ultras.
Satu-satunya cara bagi Egy Maulana Vikri untuk mendulang respek dari para suporter fanatik itu adalah mencetak gol atau menyumbang assist.
Ia bisa melakukan hal tersebut apabila dapat mengangkat tekanan berat di pundak.
"Perlu mental yang benar-benar kuat untuk bertahan main di luar negeri. Keadaan akan berbeda jika kita sendirian," tutur Kurniawan Dwi Yulianto lagi.
Kurniawan mungkin kesepian karena ia tak perlu menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi para pesepak bola di dunia modern, yakni hyperconnectivity dunia digital di mana masyarakat terikat dalam sebuah networked society.
Semua tindakan Egy di sosmed akan dikuliti oleh para netizen, komentar baik dan buruk bercampur dalam sebuah ladang ranjau informasi digital.
Terakhir, Egy dituntut bermain maksimal di kota yang terletak di tepi Laut Baltik dengan suhu pada Sabtu (17/3/2018) sore pukul 15.00 WIB mencapai minus dua derajat celcius.
Bahkan, rataan suhu Gdansk per bulan berkisar dari minus 3 derajat celcius pada Januari hingga paling hangat 15-16 derajat celcius pada Juni-Juli, saat kompetisi tengah berhenti.
Persija Kemungkinan Besar Tak Dapat Izin Menggelar Laga di Jakarta https://t.co/ONFTa0PzqT
— BolaSport.com (@BolaSportcom) March 18, 2018
Tujuh tahun lalu, saya pernah mengantar seorang pemain muda berbakat Tanah Air untuk melakukan seleksi di Nike Academy di London pada bulan Januari.
Sayang, permainan maksimalnya tidak keluar karena anak malang itu terlihat sekali kedinginan di tengah terpaan angin bersuhu di bawah 0 derajat celcius.
"Saya tak bisa merasakan kaki-kaki saya," tutur sang pemain ketika itu.
Singkat kata, transfer Egy Maulana Vikri ke Lechia Gdansk merupakan persimpangan jalan, bukan hanya bagi klub tetapi juga bagi sang pemain.
Jalan masih panjang, baik bagi Egy dan untuk Lechia Gdansk sendiri.
Mari kita biarkan waktu yang menjawab, tentunya dengan tetap mendukung mungkin talenta terbaik Merah Putih dalam satu dekade terakhir ini.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar