Ini bukan fiktif tapi fakta, ketika Marc Marquez bilang motor dia lebih cepat empat detik dari Aleix Espargaro (Aprilia) sehingga dia menabraknya, ternyata pada satu momen bahkan motornya lebih cepat lima detik dari duet Yamaha!
Dari data itu, saya punya kesimpulan lain dari insiden yang melibatkan Marquez dan Valentino Rossi di GP Argentina.
Kesimpulan itu adalah, bahwa ada kemungkinan Yamaha marah-marah pada Marquez (dan ini sangat wajar) adalah sebagai salah satu alibi bahwa sebenarnya mereka sedang khawatir akan hal yang lebih besar.
Tahun lalu Yamaha dengan nyaman memenangi dua seri pembuka, Qatar dan Argentina.
Tahun ini di Qatar mereka tidak menang, tapi tidak terlalu khawatir karena kecepatan motor mereka membaik sejak tes pramusim.
Namun di Argentina cerita lain lagi.
Dalam kondisi apa pun, kering atau basah, motor M1 yang dikendarai Rossi dan Maverick Vinales sama sekali tak bisa meladeni Honda.
Dan itu sangat kentara terlihat saat balapan.
Kalau membandingkan lap time, kita abaikan penalti yang diterima oleh Marquez karena itu tidak mencerminkan kecepatan sesungguhnya.
Nah bila melihat kecepatan murni itulah Yamaha -- dalam lubuk hati mereka yang paling dalam -- sedang waswas melihat performa Marquez dan Honda.
Dari Lap 1 hingga Lap 6, sebelum Marquez menjalani penalti ride through di pit lane, duet Yamaha rata-rata kalah 2 s.d. 3 detik per lap dari Marquez dan Honda.
Bahkan pada Lap 6 di mana Marquez nyaman ada di depan, Rossi kalah 5,9 detik dan Vinales 4,4 detik!!
Bayangkan bila Marquez punya kecepatan seperti itu dan tidak mesti menjalani hukuman apa pun hingga finis.
Ini jelas sinyal bukan lagi berwarna merah, tapi merah tua dan besar nyalanya.
Kenapa bikin pusing kepala, karena saat itu masing-masing sedang berada pada kondisi normal dan motor mereka sedang tidak bermasalah.
Yang lebih menyakitkan adalah, ketika Marquez sedang ada di posisi belakang setelah menjalani hukuman ride through dan tertinggal jauh dari Rossi dan Vinales, pelan tapi pasti Marquez bisa menyusul keduanya.
Kita sedikit abaikan dulu insiden dengan Rossi di Lap 20, karena sepertinya tanpa insiden itu pun Marquez bisa menyusul VR46 dengan mudah.
Begitu juga dengan Vinales.
Malah saya yakin, dalam hati Marquez pasti tahu dia bakal dihukum akibat membuat Rossi terjatuh namun dia tetap berada di trek dan ingin membuktikan bisa menyusul Vinales dengan mudah walau sebelumnya tertinggal jauh.
Kejadian itu, untuk ukuran tim-tim papan atas, jelas memalukan.
Mari kita bedah lagi data per pebalap sepanjang lomba.
Secara umum, Marquez berduel murni dengan Rossi selama 17 dari 24 lap.
Tujuh lap yang tak terpakai adalah tiga lap saat Marquez menjalani penalti dan saat insiden dengan Rossi, lalu ditambah empat lap di mana Rossi tidak dalam kecepatan ideal setelah motornya terjatuh dan tak stabil.
Nah, dari ke-17 lap itu Rossi rata-rata kalah 1,5 detik per lap dari Marquez.
Sementara untuk Vinales sedikit lebih baik, walau angkanya tetap membuat Yamaha tak bisa tidur.
Vinales dan Marquez berduel ideal selama 21 dari 24 lap, di mana tiga lap itu adalah saat Marquez kena insiden.
Dan Vinales pun ternyata rata-rata kalah 1,4 detik dari Marquez.
Makanya, sekeyakinan saya, saat ini Yamaha tak mau terus menerus larut memikirkan dan meladeni kelakuan Marquez.
Percuma diributkan kalau pada kenyataannya di atas trek Marquez tetap bisa menang, karena memang saat ini Honda sedang bagus di segala jenis trek.
Ironisnya, ternyata bukan hanya Yamaha yang merasakan kekhawatiran tersebut lantaran Ducati juga sama.
Dibanding Marquez, Andrea Dovizioso secara rataan kalah 1,7 detik per lap (ya, lebih parah daripada Yamaha!).
Hanya, Ducati terlihat bisa tertolong karena ada beberapa sirkuit yang cocok buat mereka, seperti Catalunya, Red Bull Ring, Motegi, dan Sepang.
Seri berikut adalah Austin, trek yang sejak 2013 selalu ditaklukkan Marquez.
Andai tak ada insiden dan bahkan kena hukuman start dari paling belakang atau dari pit lane sekalipun, saya yakin Marquez bisa menang di sana.
Yamaha dan Ducati pasti sudah memikirkan apa yang bakal mereka perbuat memasuki seri-seri di Eropa.
Editor | : | Arief Kurniawan |
Sumber | : | Dari Berbagai Sumber |
Komentar