Satu nama bisa menghasilkan sejuta kenangan. Pacho Rubio, misalnya, mungkin hanya diingat oleh sebagian penikmat sepak bola nasional sebagai pemain asal Cile yang cuma semusim bertarung di kompetisi kasta tertinggi Indonesia.
Oleh PSSI, pemilik nama asli Fransisco Rodriguez Rubio tersebut boleh jadi diingat sebagai striker bengal yang kelakuan dan tindak-tanduknya di lapangan dianggap buruk bagi sepak bola Indonesia hingga harus dikenai sanksi seumur hidup.
Tapi, bagi Aremania, Pacho Rubio adalah legenda sekaligus idola yang namanya tak pernah lekang dari hati mereka.
Titik puncak pemujaan Aremania terjadi pada laga 8 Besar Divisi Utama 1999-2000 antara Singo Edan kontra Persija di Stadion Utama Senayan (kini Stadion Utama Gelora Bung Karno, red.) pada 9 Juli 2000.
(Baca Juga: Arema FC Bisa Dihukum Lebih Berat dari Persija dan Persib)
Pacho memborong dua gol Singo Edan dalam kemenangan 2-1 atas tuan rumah yang diperkuat sejumlah pemain timnas Indonesia.
Selepas pertandingan itu pula, Pacho mengeluarkan pernyataan yang membuat namanya abadi.
"Meski tanganku terluka karena cedera, saya akan tetap berusaha sekuat tenaga seperti singa di pertandingan berikutnya sebab saya masih punya kaki dan kepala untuk mencetak gol," katanya ketika itu.
Epos Pacho ini menjadi awal kisah dalam film Darah Biru Arema.
Cerita berawal dari sejumlah individu yang menonton siaran langsung pertandingan pertama Grup Barat pada babak 8 Besar Divisi Utama 1999-2000 antara Arema versus Persija.
Editor | : | Andrew Sihombing |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar