BOLASPORT.COM – Lionel Messi dan Dewa Sepak Bola, dua frasa yang berbeda tetapi memiliki makna sama. Namun, yang kadang tak dimengerti, Dewa tak selalu berarti sama dengan kekal alias “selalu ada”.
Senja mulai menggelayuti langit Buenos Aires, Argentina, pada sore hari tanggal 26 Mei 2018.
Di sana, Lionel Messi sedang berkumpul bersama rekan-rekannya dari timnas Argentina. Tim Tango sedang melakukan persiapan guna menyambut gelaran Piala Dunia 2018.
Sore itu, seakan tak ada sepasang mata pun dari penggemar sepak bola memerhatikan mereka.
Skuat La Albiceleste jauh dari hingar bingar publik sepak bola dunia yang perhatiannya sedang tertuju ke belahan bumi lain, tepatnya di Kyiv, Ukraina.
(Baca Juga: Jadwal Lengkap Piala Dunia 2018, Awal dan Akhir di Moskwa)
Stadion Olimpiyskiy, Kyiv, pada waktu bersamaan sedang menggelar partai paling akbar dalam kompetisi antarklub benua Eropa, final Liga Champions 2017-2018.
Tim yang bertanding, Real Madrid asal Spanyol dan Liverpool dari tanah Inggris.
Tidak, tulisan ini tidak akan membahas tentang laga yang dimenangkan oleh Los Blancos dengan skor 3-1 tersebut.
Pun, saya tak akan membahas tentang blunder Loris Karius yang kini telah mendunia dan memunculkan beragam reaksi dari jagat sepak bola.
Tulisan ini akan lebih menyoroti tentang Lionel Messi dan hubungannya dengan penyelenggaraan Liga Champions musim terkini.
Hal yang Tak Wajar
Satu hari setelah laga final, Konfederasi Sepak Bola Eropa (UEFA) mengeluarkan 18 daftar nama pemain terbaik musim ini yang kemudian mereka beri nama Skuat Terbaik Musim Ini (Squad of the Season).
Nama-nama ini dipilih oleh Grup Studi Teknis UEFA yang terdiri dari ahli-ahli sepak bola dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Lalu, siapa saja yang masuk dalam daftar pemain terbaik itu? Berikut nama-namanya:
- Kiper: Keylor Navas (Real Madrid) dan Alisson Becker (AS Roma)
- Bek: Joshua Kimmich (Bayern Muenchen), Giorgio Chiellini (Juventus), Virgil van Dijk (Liverpool), Sergio Ramos, Marcelo, dan Raphael Varane (Real Madrid)
- Gelandang: Kevin De Bruyne (Manchester City), Casemiro, Luka Modric, Toni Kroos (Real Madrid), dan James Rodriguez (Bayern Muenchen)
- Penyerang: Edin Dzeko (Roma), Lionel Messi (Barcelona), Cristiano Ronaldo (Real Madrid), Roberto Firmino, dan Mohamed Salah (Liverpool)
Real Madrid sebagai juara mendominasi dengan mengirimkan delapan pemain, sebuah hal yang wajar.
Lawan di final, Liverpool, mengirimkan tiga pemain sebagai yang terbanyak kedua, juga sebuah hal yang sangat wajar.
Namun, ketika melihat pengumuman ini, ada satu pertanyaan di benak saya,
“Kenapa ada nama Lionel Messi di dalam daftar pemain terbaik ini?”
Menurut saya, hal tersebut sangatlah tidak wajar.
Superioritas atas Sang Dewa
Dari trio mematikan lini depan Liverpool musim ini, hanya nama Sadio Mane yang tak muncul dalam daftar ini.
Padahal jika dibandingkan dengan Lionel Messi, menurut saya Mane lebih pantas untuk berada di sana.
Ah, masa sih? Messi loh ini.
Ada beberapa alasan mengapa Mane lebih baik daripada Messi musim ini.
La Pulga, julukan Messi, memang berhasil membawa Barcelona tak tertandingi di Spanyol.
Trofi La Liga dan Copa del Rey direngkuh dengan perkasa, namun hal berbeda jika kita sudah berbicara pentas Eropa.
Messi hanya mampu membawa Blaugrana sampai babak perempat final. Mane? Liverpool secara mengejutkan mampu lolos hingga laga pamungkas.
Mereka sama-sama bermain di lini depan, catatan gol dan assist juga bisa jadi alat mudah untuk membandingkan.
(Baca Juga: Sebuah Pledoi untuk Sergio Ramos)
Messi yang bermain 10 kali musim ini sukses mencetak enam gol dan dua assist.
Sedangkan Mane dalam 11 laga yang ia jalani “cuma” bisa menyumbang 10 gol dan sebiji assist.
Mane berada satu tingkat di bawah Ronaldo yang keluar sebagai top scorer turnamen dengan koleksi 15 gol.
Dari gol-gol tersebut, Messi mencetak tiga gol di babak grup sedangkan tiga gol sisanya ia lesakkan ke gawang Chelsea pada babak 16 besar. Di perempat final kontra Roma, Sang Messiah gagal cetak gol.
Mane yang sepertinya cuma jadi pelengkap trio Liverpool justru jadi satu-satunya yang mencetak gol di setiap fase yang dilalui Liverpool sejak babak grup.
Pria asal Senegal itu mencetak tiga gol di fase grup, tiga di 16 besar, satu gol di perempat final, dua di semifinal, dan sebiji gol pada partai puncak.
Dari dua hal itu saja sudah bisa menjadi gambaran bahwa Mane memiliki musim yang lebih baik daripada Messi di Liga Champions.
Musim ini, Mane dan Messi sama-sama berlaga di kandang AS Roma pada partai Liga Champions.
(Baca Juga: Piala Dunia 2018 - Jadwal Lengkap Grup D, Lionel Messi Langsung Bertemu Tim Debutan)
Pada laga lawan Roma di Italia, Barcelona menyerah 0-3, Messi mencatatkan lima tembakan dengan dua tepat sasaran, dua umpan kunci, tiga dribble, tiga kali dilanggar, tiga kali kehilangan bola dan dua kali gagal mengontrol bola.
Sedangkan Mane Bersama Liverpool kalah 2-4, di mana ia melepaskan tiga tembakan dua menemui sasaran dan satu berbuah gol, lima kali dribble, dua kali dilanggar, dan tiga kali gagal mengontrol bola.
Superioritas Mane atas Messi pada gelaran Liga Champions musim ini pun membawanya menjadi pemain asal Senegal pertama yang pernah berlaga di final Liga Champions.
Bahkan pada partai final, setelah Mohamed Salah ditarik keluar, Mane seperti seorang diri membawa tim Liverpool untuk membangun serangan.
Dengan semua data dan statistik di atas, mengapa Messi masuk dalam daftar sedang Mane tidak?
Dewa yang Sangat Populer
Grup Studi Teknis UEFA yang terdiri dari Jerzy Engel (Polandia), Thomas Schaaf (Jerman), Mixu Paatelainen (Finlandia), Peter Rudbaek (Denmark), Cristian Chivu (Rumania), dan David Moyes (Skotlandia) memberikan alasan singkat mengapa mereka memilih para pemain tersebut.
Dalam bagian Lionel Messi tertulis, “Penyerang kunci Barcelona ini adalah pembuat perbedaan pada dua laga babak 16 besar kontra Chelsea”.
Pada dua laga yang dimenangi Barcelona dengan agregat skor 4-1 tersebut, Messi memang dominan dengan menyumbang 3 gol di antaranya.
Namun, jika performa babak 16 besar boleh menjadi patokan, Mane berhasil mencetak hat-trick di kandang FC Porto!
Belum lagi dua gol menentukan Mane pada babak semifinal kontra Roma, tim yang sama sekali tak berhasil dibobol oleh Messi musim ini.
Lalu Mane kurang apa?
Kurang populer, mungkin.
Bisa juga Mane belum punya sejarah sebaik Messi di Liga Champions?
Memang benar, Messi sudah jadi legenda dalam kompetisi ini dengan gol-gol dan gelar yang ia dapatkan, tapi bukankah seharusnya penilaian hanya didasarkan pada performa musim ini?
UEFA mungkin tak ingin meninggalkan “dewa sepak bola” dari daftar terbaik mereka, karena ya dewa kan identik dengan yang terbaik. Masa’ ditinggal?
Atau mungkin mereka ingin mencegah kemarahan para penggemar Barcelona yang bisa ngamuk kalau pemain terbaik mereka sepanjang sejarah tak ada disana.
Atau UEFA sekadar tak ingin kehilangan muka dengan tak membawa Messi yang sudah dianggap banyak pihak sebagai pemain terbaik sepanjang sejarah sepak bola.
Bisa anda bayangkan bagaimana reaksi publik ketika tak ada nama pemain terbaik dunia sepanjang sejarah dalam daftar pemain terbaik musim ini padahal ia bermain di kompetisi tersebut?
Ganti Nama
Saya tak mengatakan Mane adalah pesepakbola dan penyerang yang lebih baik dari Messi, bukan.
Namun, secara nyata, musim ini penampilan Mane di Liga Champions memang lebih baik daripada Messi.
Selain Messi dan Mane, sebenarnya ada nama lain yang juga patut dipertanyakan.
James Milner musim ini mencetak sembilan assist selama turnamen, sebuah rekor terbanyak sepanjang sejarah penyelenggaraan Liga Champions!
Hanya, nama Milner juga tak tampak dalam daftar pemain terbaik ini, kalah dari James Rodriguez yang dikatakan Grup Studi Teknis UEFA, “Tampil sangat bagus di fase gugur, terutama partai kedua kontra Real Madrid.”
Mungkin bagi mereka, penampilan Milner pada dua laga kontra Manchester City – mampu mematikan duo Kevin De Bruyne dan David Silva - masih kalah hebat dengan performa James musim ini, tak ada yang tahu.
(Baca Juga: Mohamed Salah dan Konsep Dewa Pemersatu Bangsa)
Keganjilan-keganjilan ini kemudian yang menimbulkan tanda tanya, selain performa pemain, apa sih yang UEFA nilai?
Karena jika hanya dilihat dari performa, mungkin kita semua bisa setuju bahwa Mane (dan mungkin Milner) lebih berhak untuk berada di dalam daftar tersebut dibanding Messi, misalnya.
Popularitas mungkin jadi salah satu yang memaksa Mane harus “mengalah” dan memberi jalan untuk sang Dewa Sepak Bola melenggang menuju singgasana para pemain terbaik.
Ataukah Milner yang dengan gaya main kurang elegan dan tak bermuka tampan-tampan amat akan kurang menjual dibandingkan James Rodriguez dengan senyum manisnya?
Entahlah.
Tapi menurut saya, daripada memberi nama pilihan ini Skuat Terbaik Musim Ini, mungkin lebih cocok diberi nama Skuat Paling Populer Saat Ini, setuju UEFA?
Editor | : | Firzie A. Idris |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar