“We are not makers of history, we are made by history.” Kita bukan pembuat sejarah, kita dibuat oleh sejarah. Begitu kata Martin Luther King, Jr.
Sejarah membentuk penduduk Brasil melalui sepak bola. Secara historis, sepak bola telah menyatukan lebih dari 200 juta jiwa penduduk Brasil.
Mereka bangga dengan rekor 5 kali juara Piala Dunia. Kebanggaan itu diwujudkan dengan mengenakan kaos kuning dan hijau, seragam keramat tim kebanggaan Brasil.
Lebih seabad silam, sebuah desa kecil dengan cuaca yang nyaman didirikan oleh seorang penjelajah dari Sao Paulo, yaitu Joao Leite da Silva Ortiz.
Seiring dengan perjalanan sang waktu, desa ini kemudian menjelma menjadi kota metropolis bernama Belo Horizonte (yang berarti cakrawala indah dalam Bahasa Portugis).
Suatu hari di Belo Horizonte, kembang api mulai dinyalakan saat fajar menyingsing di ufuk timur di kota ini.
(Baca Juga: David Beckham Prediksi Final Piala Dunia 2018)
Penduduknya, berpakaian berwarna kuning bercampur hijau, dan pengendara mobil tak henti-hentinya membunyikan klakson.
Seyogyanya, hari itu adalah hari yang mengesankan karena tim nasional Brasil akan berlaga di kandang sendiri di semifinal Piala Dunia.
Setelah itu, Brasil melangkah ke final. Setelah itu, mereka meraih trofi juara dunia untuk keenam kali.
Betapa indah membayangkannya. Tak ada yang pernah mengira bahwa air mata akan tumpah paruh waktu normal.
Tak ada yang bisa menduga akan ada bendera yang dibakar di jalanan sebelum waktu makan malam.
Tentu saja tak ada yang pernah membayangkan bahwa fans Brasil, yang menonton di stadion terkenal, akan meninggalkan stadion jauh sebelum laga berakhir.
Tapi itulah kenyataan yang terjadi. Semifinal Piala Dunia 2014: skor akhir adalah Jerman 7, Brasil 1.
Rasanya seperti Jerman 70, Brasil 1. Usai laga, pelatih Brasil, Luiz Felipe Scolari, berkata, “Inilah hari terburuk dalam hidup saya.”
Koresponden The New York Times, Sam Broden, menuturkan drama 4 tahun silam itu dengan tajuk: “ Gol, Gol, Gol, Gol, Gol, Gol, Gol, dan hari-hari Brasil Menuju Kekelaman.”
(Baca Juga: Jadwal Lengkap Piala Dunia 2018, Awal dan Akhir di Moskow)
Kekelaman itu terus berlanjut. Yang datang bertubi-tubi adalah resesi, demonstrasi di jalan-jalan, skandal korupsi tanpa akhir, impeachment atas presiden, Dilma Rousseff, dan pemogokan pengemudi nasional yang melemahkan tatkala para pengunjuk rasa melambaikan bendera Brasil menyerukan kudeta militer.
Koresponden The Guardian, Dom Phillips, melaporkan dari Rio de Janeiro bahwa saat ini orang-orang Brasil tak lagi merasa bangga atas negara dan tim sepak bola mereka.
Beberapa orang malah mengenakan seragam Swiss ketika The Selecao melawan Swiss.
Di sebuah jalan di lingkungan kelas pekerja di Teresina, di negara bagian timur laut Piaui bahkan tampak bangunan-banguna yang telah dicat dengan warna biru dan putih dari tim Lionel Messi.
Hal itu seperti halnya Jalan Halifax yang didekorasi dengan warna hitam, merah, dan kuning milik tim Jerman.
Padahal, setiap 4 tahun sekali, berbulan-bulan sebelum dimulainya turnamen Piala Dunia, penduduk di lingkungan kelas pekerja Vila Isabel, di Jalan Jorge Rudge - Rio de Janeiro, menghabiskan malam-malam mereka melukis mural di dinding-dinding.
Juga sambil menggantung panji-panji hijau dan kuning di antara tiang-tiang lampu di sepanjang jalan.
Sebuah layar raksasa disiapkan untuk menonton pesta bola yang menayangkan setiap pertempuran yang dilakoni tim Samba.
Tahun ini, tak ada lagi kisah seperti itu. Wartawati The New York Times, Manuela Andreoni, menuturkan kisah pedih ini.
Tradisi selama empat dekade kini diabaikan. Jorge Rudge Street – Rio de Janeiro, kita tak lagi memuliakan Piala Dunia.
Kekalahan memalukan dan menyakitkan 1-7 dari Jerman telah meninggalkan luka dalam yang menganga pada jiwa anak bangsa.
Sejak saat itu, Brasil terhuyung-huyung dari satu krisis ke krisis lainnya.
(Baca Juga: Jadwal Siaran Langsung Piala Dunia 2018 Jumat 22 Juli Malam)
Bulan ini, perusahaan polling, Datafolha, menerbitkan hasil survei yang membuka fakta bahwa 53 persen orang Brasil mengatakan tidak tertarik pada Piala Dunia 2018.
Tingkat tertinggi sejak pertanyaan itu pertama kali diajukan pada tahun 1994.
Dalam kondisi negeri yang morat-marit dan dukungan yang amat minim dari rakyatnya, tim Brasil yang dilatih Tite akan menghadapi tim Kosta Rika asuhan Oscar Ramirez, Jumat (22/6/2018) malam.
Di kubu Ramirez ada gelandang serang berkelas seperti Bryan Ruiz. Gelandang berjulukan Musang Predator itu siap menerkam dan memorak-porandakan tarian Samba jika Neymar dan kawan-kawan lengah.
Tite amat tahu bahwa hanya kemenangan yang bisa mengantar Brasil ke arah kesembuhan luka jiwa yang amat dalam. Stadion Krestovsky akan menjadi saksinya.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar