Sejak era Alf Ramsey, sepak bola nasional Inggris seperti kehilangan wibawa.
Sebagai manajer tim nasional, Alf Ramsey sukses membawa Inggris juara Piala Dunia 1966.
Kesuksesan itu seolah menegakkan Inggris yang mengklaim sebagai kampung halaman dan penemu sepak bola modern.
Namun, sejak itu mereka selalu terpuruk.
Dari Joe Mercer, berbagai manajer asli anak negeri selalu gagal mengembalikan kejayaan itu.
Pada 1996, Inggris bermimpi memulangkan kehormatan itu ketika menjadi tuan rumah Piala Eropa, hingga muncul lagu karya David Baddiel dan Frank Skinner berjudul, "Football's Coming Home".
(Baca Juga: Pulang ke Indonesia, Egy Maulana Vikri Tak Sempat Mudik)
Piala Eropa 1996 pun memiliki tagline "Sepak bola Pulang Kampung" dan seluruh rakyat Inggris menyanyikan lagu itu sebagai doa.
Sialnya, di semifinal mereka dihentikan oleh Jerman lewat adu penalti dan sepak bola batal pulang kampung.
Dan, sumber kegagalan itu adalah Gareth Southgate yang tak berhasil membuat gol saat melakukan tendangan penalti.
Inggris pun mencoba merombak tradisi dengan menggunakan manajer luar negeri, mengontrak Sven-Goran Eriksson dari Swedia.
Harapan sempat mencuat, tapi hanya mampu mencapai perempat final di Piala Dunia 2002, Piala Eropa 2004, dan Piala Duni 2006.
Gerbang Selatan
Menghadapi Piala Dunia 2018, Inggris mengontrak Gareth Southgate sebagai manajer, orang yang dianggap menjadi biang kegagalan di Piala Eropa 1996.
Nama sang manajer yang jika diterjemahkan secara nakal adalah South Gate atau Gerbang Selatan, sempat diliputi keraguan.
(Baca Juga: 7 Salam Perpisahan dari Skuat Real Madrid Iringi Langkah Cristiano Ronaldo ke Juventus)
Apalagi, pemilihan pemainnya dianggap aneh, lebih banyak percaya pada pemain-pemain muda minim pengalaman.
Namun, Gerbang Selatan itu tiba-tiba seperti terbuka lebar untuk menyambut Sepak Bola Pulang Kampung.
Di tangan Southgate, Inggris tampil meyakinkan dan mampu mencapai semifinal dan dia menjadi harapan untuk memulangkan sepak bola ke kampung halaman.
Impian "Football's Coming Home" pun semakin meninggi dan lagu itu kembali populer sebagai representasi harapan rakyat Inggris.
Bahkan, lagu itu menempati urutan pertama di tangga lagu-lagu iTunes.
Gareth Southgate menjadi harapan besar untuk mewujudkan mimpi itu.
(Baca Juga: Sempat Dinilai Bakal Merugikan, Ini Rekam Jejak Putih Cuneyt Cakir Pimpin Laga Inggris dan Kroasia)
Saking besarnya, sampai suporter Inggris banyak yang mengikuti gaya pakaian Southgate di bangku cadangan.
Dikutip BolaSport.com dari dailymail.co.uk, Mark & Spencer sampai kewalahan memenuhi permintaan pakaian gaya Southgate.
Ini sempat membuat Southgate memiliki beban berat.
Apalagi, lagu "Football's Coming Home" memberi rasa sakit buatnya, karena mengingatkannya pada kegagalan dalam tendangan penalti lawan Jerman di semifinal Piala Eropa 1996.
"Sejujurnya, saya tak bisa mendengar lagu 'Football's Coming Home' selama 20 tahun terakhir," katanya.
"Tapi, menyenangkan mendengar bahwa rakyat sangat menikmatinya," lanjutnya.
Menurutnya, ada perbedaan tim Inggris di 1996 dan 2018.
Jika dulu penuh bintang dan berpengalaman serta tahu strategi, kini timnya penuh dengan semangat muda.
Dulu dalam tim ada 6 kapten di klub, kini hanya Jordan Henderson yang menjadi kapten klub.
Gary Cahill juga kapten di klub, tapi jarang dimainkan Southgate.
(Baca Juga: Tim Sepak Bola Thailand yang Terjebak di Gua Diundang Manchester United ke Old Trafford)
Tak hanya itu, Gerbang Selatan semakin meyakinkan menjadi pintu masuk pulangnya sepak bola ke kampung halaman karena keberanian strateginya.
Southgate berani merombak tradisi dan gaya permainan Inggris.
Inggris yang identik dengan 4-4-2, dia rombak menjadi 3-5-2.
Sempat diragukan, tapi faktanya Gerbang Selatan itu semakin terbuka lebar untuk menyambut kehadiran kembali "anak yang hilang".
Tinggal dua etape yang harus dilalui.
Melawan Kroasia pada babak semifinal di Stadion Luzhniki, Rabu (12/7/018), adalah etape yang berat.
Kroasia pernah merebut urutan ke-3 di Piala Dunia 1998 dan materinya kini juga meyakinkan.
Kemenangan mereka atas tuan rumah Rusia sudah cukup bukti kealotan mereka.
Jika Inggris berhasil melewatinya, masih ada Prancis yang harus dihadapi di etape terakhir sebelum masuk gerbang kampung sepak bola modern.
Prancis juga sedang memiliki generasi emas dan bermental juara.
"Kami menghadapi setiap laga dengan cara yang sama. Kami sekumpulan orang yang menikmati sepak bola kami," tegas Southgate.
"Kami sudah di semifinal, tapi merasa bahwa kami harus menghadapi setiap laga seperti biasanya," tambahnya merendah.
Akankah Southgate mampu memulangkan sepak bola modern kembali ke kampung halaman?
Gerbang Selatan itu sudah terbuka lebar, tinggal menggiring perjalanannya.
Tak ada perhitungan teknis yang bisa memastikannya, karena ada mekanisme non teknis yang sering datang tak terduga.
Tetaplah bernyanyi "Football's Coming Home, Inggris...!!!"
Sebab, itu doa dan mimpi yang bisa menjadi kenyataan, cepat atau lambat.
Editor | : | Hery Prasetyo |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar