Warga Rusia bukan penggemar sepak bola. Mereka senang pada ice skating dan olahraga beraroma salju lainnya.
Laporan langsung Dahlan Dahi dari Rusia.
Itulah mengapa pesta final ini pesta bangsa-bangsa penggila bola, dari Amerika Latin, Afrika, Eropa, Asia —eh, penonton dari Indonesia juga lumayan banyak, lo.
Pesta final Piala Dunia benar-benar pesta.
Tidak nampak suasana seperti akan perang. Tidak ada yang memperlihatkan wajah ganas. Yang kita temukan adalah suasana party, riang gembira.
Pertandingan Perancis melawan Kroasia sungguh menarik dan menegangkan, drama yang hebat.
(Baca juga: Salah Satu Alasan Mengapa Gareth Southgate Begitu Dicintai Banyak Penggemar)
Menonton langsung laga final Piala Dunia 2018 di Stadion Luzhniki, Moskow, adalah peristiwa sejarah.
Setidaknya bagi sekitar 81 ribu, penonton dari sekitar 87 negara yang datang.
Bisa mengeja kata Luzhiniki dalam tulisan asli dan di dalam stadio saja juga sebuah sejarah,
Stadion Luzhniki berada di pusat Kota Moskow, tepatnya di jalan Luzhniki No 24, Moskva.
Lokasinya tepat di kelokan utama sungai yang membelah Kremlin dan kawasan perdagangan serta perkantoran negara eks Uni Soviet ini.
Jalan akses ke stadion ini sangat lebar. Bayangkan run way pesawat di Indonesia. Begitu kira-kira ukurannya.
(Baca Juga: Begini Alasan Unai Emery Tendang Jack Wilshere dari Arsenal)
Mulai dipergunakan tahun 1956, atau 62 tahun lalu, dan konon pernah jadi tempat pidato Presiden pertama Indonesia, Soekarno, beberapa bulan setelah peresmiannya.
Inilah kenapa bentuk dan konstruksinya mirip dengan stadion GBK Senayan Jakarta.
Sepulang dari negeri pencetus Komunisme itu, Soekarno menggagas stadion Senayan. Konon arsitek dan konsultannya belajar dari Soviet.
Februari 1960, Stadion GBK Senayan resmi digunakan.
Jika Luzhniki berkapasitas 81 ribu, maka Senayan bisa menamoung 76 ribu.
Agustus 2018 nanti, GBK Senayan jadi venue pembukaan Asia Games.
(Baca Juga: Pelatih Prancis Simpan Catatan Cemerlang di Laga Final)
Moscow dengan Jakarta memiliki perbedaan waktu empat jam. Moscow empat jam lebih lambat.
Sebelum ke Stadion, bersama rombongan smartphone VIVO, kami dibawa ke Kremlin, Lapangan Merah, sekaligus simbol pemerintahan Rusia.
Untuk menonton laga final ini, VIVO sebagai salah satu sponsor utama, sudah membooking tiket 8 bulan sebelumnya.
Kami masuk dengan dua ‘karcis’ yang digantung laiknya ID card karyawan.
Satu menunjukkan identitas kami dan status penonton. Yang kedua, sebagai akses untuk duduk di VIP lounge VIVO.
Barisan kursi duduk kami berada di sudut kanan belakang gawang Perancis.
(Baca juga: Conor Mcgregor Jagokan Prancis pada Final Piala Dunia 2018)
Seperti kebanyakan penonton, kami sudah masuk 2,5 jam sebelum laga.
Kami melewati lorong panjang sekitar 350 meter. Ini belum termasuk jalur akses masuk sekitar 450 meter.
Lakon final dimulai dengan acara closing ceremony nan impresif. Permainan lampu LED portabel, ratusan penari.
Kami dan pukuhan ribu penonton juga disuguhi penampilan legenda asal Brasil, Ronaldinho. Dia menabuh drum untuk mengiringi lagu populer Rusia, Kalinka.
Aktor film action drama kawakan Amerika Serikat, Will Smith, juga tampil bersama Nicky Jam dan artis asal Kosovo, Era Istrefi.
Suporter timnas Prancis dan timnas Kroasia tidak bisa menyamai animo dan kegilaan para pendukung dari Amerika Selatan, terutama Brasil dan Argentina atau Amerika Latin yang atraktif, dan agresif.
(Baca juga : Usai Juarai Piala AFF U-19 2018, Nyawa Satu Warga Malaysia Melayang di Kompetisi Olahraga Internasional)
Fans Perancis dan Kroasia amat konservatif.
Jadi, ini seperti spectacular show, pesta hebat yang tidak dinikmati bangsa Rusia.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar