Pertanyaan yang kerap muncul dalam diskusi bertemakan sepak bola di Tanah Air ialah: "Kapan terakhir kali tim nasional senior Indonesia berprestasi?”
Rabu, 8 Agustus 2018, kalau kata sebagian orang itu tanggal baik (8-8-18). Semoga, kebaikan pula yang lahir dari diskusi sepak bola nasional yang digelar oleh Tabloid BOLA dan BolaSport.com.
Bertemakan “Bedah Timnas Indonesia di Asian Games 2018 dan Warisannya untuk Masa Depan Sepak Bola Kita”, hadir tiga pembicara mewakili tiga kepentingan.
Federasi sepak bola kita diwakili oleh Sekjen PSSI, Ratu Tisha. Lalu, Yeyen Tumena sebagai Direktur Teknik Bhayangkara FC menyuarakan klub peserta kompetisi di Tanah Air.
General Manager Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI), Ponaryo Astaman, membawa kepentingan pelaku kompetisi.
(Baca Juga: Timnas U-16 Indonesia Vs Malaysia - Statistik Bagus Kahfi, Si Algojo Tanpa Kendur)
Ada pernyataan menarik yang disampaikan Ratu Tisha menjawab pertanyaan (atau keragu-raguan) peserta diskusi soal pernyataan sebelumnya tentang program PSSI membawa Indonesia tampil di Piala Dunia 2030.
Dengan diawali penjelasan program federasi, termasuk pembenahan organisasi sebagai dasar 5 elemen PSSI (selain Pengembangan, Kompetisi, Aktivitas Bisnis, dan Tim Nasional), Sekjen PSSI memaparkan bagaimana cara mencapai impian 2030 tersebut.
Saya terkesan dengan penekanan di akhir penjelasan Ratu Tisha yang mengenang ucapan dosen saat ia kuliah di ITB.
“Kenapa pesawat yang besar dan berat itu bisa terbang?”
Tisha menjawab pertanyaan sang dosen dengan sejumlah alasan ilmiah sesuai ilmu yang ia pelajari di kampus.
Sungguh menarik mencerna jawaban sang dosen yang diucapkan Ratu Tisha di hadapan puluhan peserta diskusi.
“Karena pernah ada orang yang bermimpi melihat benda sebesar pesawat ini terbang ke angkasa.”
Ya, dari mimpi itulah kemudian muncul berbagai percobaan dengan memanfaatkan ilmu dan kemajuan teknologi sehingga saat ini kita bisa melihat benda dengan berat ribuan kilogram bisa terbang ke udara.
Pernahkah membayangkan benda dengan berat 160-an ton terbang membawa banyak manusia dan barang di dalamnya sehingga beratnya mencapai 340-an ton?
Benda itu bernama Boeing 747 dan bisa terbang serta mendarat dalam kontrol manusia.
Tentu Wright bersaudara (Orville dan Wilbur) mengalami kegagalan berkali-kali sebelum berhasil membangun dan menerbangkan pesawat berawak manusia untuk pertama kali.
Semua diawali impian dan diwujudkan dengan memakai segala kekayaan ilmu pengetahuan. Ada impian, ada kemauan.
Begitu pula sepak bola Indonesia. Ratu Tisha seolah mengingatkan kepada masyarakat sepak bola di Tanah Air agar jangan takut bermimpi melihat Tim Garuda berlaga di Piala Dunia.
“Tentu semua ada caranya. Tidak bisa tiba-tiba bermimpi dan menjadi kenyataan. PSSI membangun program dan sistem ke arah sana. Kalau kita tidak bermimpi melihat timnas berlaga di Piala Dunia, lalu tujuan kita apa?” ucap Ratu Tisha.
Memang, setelah menjuarai SEA Games 1991, timnas senior Indonesia gagal memberikan gelar juara di berbagai ajang internasional.
Bahkan, timnas Indonesia masih belum berhasil menjuarai kompetisi di kawasan Asia Tenggara, sebuah level persaingan yang tentu saja jauh dari Piala Dunia.
(Baca Juga: PSSI Ingatkan Timnas U-16 Belum Capai Apa-apa)
Kalau melawan tim sekelas Vietnam, Malaysia, hingga Thailand saja susah menang, bagaimana mau melawan timnas Spanyol atau Brasil di Piala Dunia?
Mungkin begitu kalimat yang mengisi benak kita mendengar target PSSI membawa timnas Indonesia tampil di Piala Dunia 2030.
Namun, saya sepakat dengan memakai perumpaan mimpi dan pesawat terbang tersebut.
Mengutip ucapan ilmuwan terkenal dari Inggris, Douglas Hugh Everett, hendaknya kita tidak takut bermimpi.
Katanya begini, “Ada kelompok orang yang hidup di dalam mimpi. Sebagian lagi hidup di dunia nyata. Akan tetapi, ada juga yang mengubah impian tersebut menjadi kenyataan.”
Upaya membangun tim nasional yang berprestasi bukan semata pekerjaan mereka yang duduk di organisasi bernama PSSI.
Akan tetapi, sebagai induk organisasi tertinggi yang mengurusi sepak bola, kejelasan program PSSI sangat menentukan dalam mengubah impian tersebut menjadi kenyataan.
Termasuk ketegasan terhadap pihak yang diberi tanggung jawab mengelola kompetisi. Tentu kompetisi yang berjenjang dan berkualitas.
Saat ini, sepak bola Indonesia masih kehilangan kompetisi yang berkesinambungan yang memberi lahan kepada pesepak bola usia dini untuk menapak ke panggung senior dan profesional.
(Baca Juga: Sebelum Luis Milla, Juergen Klinsmann dan Alberto Zaccheroni Sempat Masuk Radar Timnas Indonesia)
Ibarat pepatah, layu sebelum berkembang. Bibit-bibit berkualitas pesepak bola muda Indonesia yang mampu bersaing dengan tim luar negeri, bahkan dengan negara elite sepak bola, tidak bisa tumbuh maksimal karena ketiadaan kompetisi berjenjang sebelum memasuki level senior.
Impian untuk melihat timnas Indonesia berlaga di Piala Dunia haruslah diikuti dengan program dan pelaksanaan yang komprehensif melibatkan stakeholder, termasuk pemerintah pusat dan daerah.
Jangan lagi pemerintah dan federasi memiliki program dan cara berbeda walau memakai sampul proposal bertuliskan “Membawa Indonesia ke Piala Dunia.”
Ayo, jangan takut bermimpi. Tetapi, jangan pula kerja sendiri-sendiri. @weshley
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar