Ajang multicabang yang pertama kali saya liput sebagai reporter Tabloid BOLA adalah SEA Games 1997.
Kontestan saat itu berasal dari 10 negara. Pesertanya lumayan banyak, nyaris 5.000 orang.
Meski demikian, Jakarta sebagai tuan rumah rileks saja. Seingat saya, Stadion Utama Senayan, nama Stadion Utama Gelora Bung Karno ketika itu, tidak berdandan habis-habisan.
Gedung baru yang muncul sebagai persiapan ajang itu adalah dibangunnya Hotel Mulia di Jalan Asia Afrika.
Mungkin ada atlet yang menginap atau bisa jadi ofisial kontingen tamu.
Saya tidak menginjakkan kaki di Hotel Mulia selama event itu berlangsung. Saya berkunjung ketika hotel itu sedang dalam tahap awal pembangunan.
Meluncur 21 tahun kemudian. Jakarta, plus Palembang, menjadi tuan rumah Asian Games 2018.
Kali ini, Jakarta dan Palembang benar-benar bersiap, terutama untuk fasilitas per cabang olahraga.
Stadion Utama Senayan sudah berganti nama dan direnovasi. Berbagai venue olahraga di sekeliling SUGBK pun didandani.
Persiapan sangat serius. Pokoknya ajang kali ini akan tak terlupakan, baik oleh para atlet maupun penontonnya.
Opening ceremony pun benar-benar kelas wahid. Herannya, banyak yang nyinyir.
Entah apa yang harus dikomentari negatif. Acara itu sangat mewah, megah. Memang mahal, namun sepadan. Ono rego, ono rupo, kata orang Jawa.
Tentu saja banyak kekurangan yang sifatnya minor di venue, namun semua bisa diatasi.
Saya anggap Jakarta dan Palembang sukses menjadi tuan rumah. Saya belum tahu berapa profit yang diperoleh tuan rumah untuk menggelar ajang yang dimulai pada 18 Agustus hingga 2 September 2018 itu.
Apa langkah selanjutnya? Jakarta dan Palembang harus bisa memastikan semua fasilitas, olahraga maupun non-olahraga, yang dipakai selama Asian Games 2018 tidak rusak. Pemeliharaan harus benar-benar teliti, telaten, tekun.
Semua fasilitas itu adalah aset. Soalnya, langkah selanjutnya untuk Indonesia, menurut saya, adalah menggelar Olimpiade!
Saat ini, Jakarta dan Palembang kedatangan atlet dari 45 negara, yang jumlahnya lebih dari 11 ribu orang, untuk berlaga di 40 cabang olahraga.
Jumlah cabang olahraga di Olimpiade tidak akan jauh dari itu. Pada 2016, ketika Olimpiade digelar di Rio de Janeiro, ada 41 cabang yang digelar dengan jumlah atlet sekitar 11.500 orang. Sebelumnya, di London, ada 39 cabor dan diikuti oleh sekitar 10.700 atlet.
Begini Panjangnya Antrean Penonton yang Ingin Beli Tiket Upacara Penutupan Asian Games 2018 https://t.co/wq9T6nXXz0
— BolaSport.com (@BolaSportcom) September 2, 2018
Lalu, mengapa Olimpiade dan tidak menggelar Piala Dunia?
Sepak bola memang olahraga paling populer di muka bumi. FIFA, yang menggelar ajang itu, bahkan punya kuasa yang lebih besar ketimbang Sekjen PBB.
Mana ada ceritanya Australia masuk ke zona Asia? Hanya di sepak bola hal itu bisa terjadi.
Lalu, menggelar Piala Dunia akan butuh biaya yang jauh lebih banyak ketimbang Olimpiade. Piala Dunia membutuhkan setidaknya 10 stadion yang akan digunakan selama turnamen.
Untuk Piala Dunia, FIFA punya standar tersendiri. Tidak hanya stadion, namun juga fasilitas pendukung.
Transportasi yang paling utama. Artinya, jika ingin menggelar Piala Dunia, Indonesia harus punya 10 stadion modern.
Stadion itu tidak perlu memiliki kapasitas yang sama. Mungkin hanya satu atau dua yang punya kapasitas besar, yang lainnya bisa saja di kisaran 30 hingga 50 ribu. Akan tetapi, standar harus sama.
(Baca Juga: 5 Tim Paling Sial dalam Undian Liga Champions 2018-2019)
Pemenuhan standar itu yang akan tricky. Selain itu, FIFA juga punya deadline kapan stadion itu harus jadi, lengkap dengan semua infrastruktur pendukung.
Belum lagi biaya untuk membangun stadion. Renovasi SUGBK, membutuhkan biaya hampir 800 miliar rupiah.
Bayangkan berapa yang bakal dibutuhkan untuk membangun sejak awal sebuah stadion berstandar FIFA.
Itu baru stadion, belum termasuk fasilitas pendukung.
Karena itu, gelar saja Olimpiade. Indonesia sudah punya fasilitasnya. Waktu gelaran bisa ditentukan sejak sekarang.
Untuk tiga Olimpiade yang akan datang sudah ditentukan kota tuan rumah.
Pada 2020, Tokyo akan menjadi tuan rumah. Empat tahun ke depan, Paris akan menjadi kota kedua yang menggelar Olimpiade sebanyak tiga kali setelah London.
Kemudian, Los Angeles sudah terpilih untuk menjadi tuan rumah untuk edisi 2028.
Prestasi tersebut mengulang pencapaian mereka pada Asian Games Guangzhou 2010. https://t.co/EvyPyqKp8R
— BolaSport.com (@BolaSportcom) September 2, 2018
Lalu, kapan waktu yang tepat untuk Indonesia? Saya rasa tahunnya adalah 2040. Ketika itu, Indonesia akan berusia 95 tahun.
Pembukaan bisa dilakukan di tanggal yang sama dengan Asian Games 2018, yakni 18 Agustus.
Kedua tanggal itu, berjarak 22 tahun, jatuh pada hari yang sama, Sabtu. Asyik, kan?
Mari bersiap untuk Olimpiade 2040 di Indonesia!
Editor | : | Dwi Widijatmiko |
Sumber | : | Dari Berbagai Sumber |
Komentar