Kebanyakan orang berpikir bahwa catur adalah olahraga serius yang jauh dari kesan cantik atau seksi.
Tapi kesan ini segera berubah jika anda bertemu dengan pecatur asal Kanada, Alexandra Botez.
Alexandra Botez menjadi sensasi pada 2014, setelah kecantikan gadis berusia 20 tahun ini saat bermain catur viral di sosial media.
Bahkan Botez kerap disebut-sebut sebagai pemain catur tercantik di dunia.
Bagi Botez, catur telah menjadi bagian penting kehidupannya selama bertahun-tahun.
Botez telah bermain catur sejak dia berusia 6 tahun. Sang ayah lah yang mengenalkan Botez dengan olahraga yang terkenal sulit ini.
Botez dibesarkan di Kanada dan sempat bermain untuk Tim Nasional Kanada.
Tak hanya cantik, kemampuan Botez di dunia catur juga tak bisa disepelekan.
Di usia 17 tahun, Botez telah 5 kali menjadi Juara Catur Wanita Nasional di Kanada.
Ia juga memenangi A.S. Girls Nationals saat berusia 15 tahun, hingga akhirnya mendapatkan beasiswa penuh ke University of Texas, Dallas, untuk jurusan catur.
Namun setelah berbagai pertimbangan Botez memutuskan untuk berkuliah di salah satu universitas terbaik di dunia Stanford University dan mengambil jurusan Hubungan Internasional.
"Saya merasa saya akan tumbuh lebih banyak lagi sebagai pribadi jika saya datang ke Stanford," ujar Botez sebagaimana dilansir BolaSport.com dari Stanforddaily.com.
"Saya memutuskan catur bukanlah sesuatu yang ingin saya lakukan lebih banyak lagi, saya selalu lebih tertarik pada pelajaran sekolah dan mata pelajaran akademis lain."
Meskipun demikian, Botez tetap menggeluti catur di tingkat universitas dengan menjadi presiden klub catur Standford University.
Botez baru saja lulus dari Standford University pada Juni 2017 lalu.
Yuk, intip kecantikan Alexandra Botez yang benar-benar bisa membuat para jomblo baper:
1. Duh, ini pemain catur apa bidadari?
2. Sudah cantik, pintar pula. Fix pacar idaman
3. Mau dong jadi bidaknya
4. Senyumnya ya ampun...
5. Ternyata ga sekedar cantik, bodynya juga oke
6. Pakai gaun merah kayak gini bikin hati cenat cenut ya
Editor | : | Nina Andrianti Loasana |
Sumber | : | Stanforddaily.com |
Komentar