Catalunya telah melakukan referendum kemerdekaan pada Minggu (1/10/2017).
Hasil penghitungan awal, sebanyak 90 persen memilih untuk merdeka, kemudian 4 persen suara hilang sebagai akibat dari kericuhan yang terjadi antara warga dengan aparat kepolisian.
Referendum Catalunya ini tidak hanya jadi topik hangat di dunia politik namun juga di dunia olahraga khususnya sepak bola.
Sebagai salah satu klub dengan basis fans terbesar di dunia, nasib Barcelona yang merupakan tim Catalan dipertanyakan nasibnya.
Jika Catalunya resmi merdeka, maka otomatis nasib Barcelona dan dua tim Catalan lainnya, Espanyol dan Girona, akan teroamang-ambing.
Ketiga tim Catalan tersebut sebenarnya memiliki tiga opsi.
Pertama, bergabung dengan liga besar lainnya di Eropa seperti Liga Inggris, Italia atau Prancis.
Kedua kembali mendaftarkan diri ke Liga Spanyol.
Atau ketiga membentuk liga sendiri yang tentunya akan menjadi resiko besar bagi tim sebesar Barcelona.
Sebab, opsi pertama dan kedua bisa menjaga eksistensi Barcelona di sepak bola Eropa karena tetap bisa bermain di Liga Champions atau Europa.
Mungkin hanya butuh satu musim untuk bisa kembali ke Liga Champions atau Europa.
Berbeda jika Catalunya membentuk liga sendiri.
Otomatis, liga bentukan Catalunya akan menjadi kompetisi baru di mata UEFA.
Tim dari liga Catalunya pun harus berjuang dari bawah untuk bisa tampil di Liga Champions dan Liga Europa karena harus mengumpulkan koefisien UEFA dari awal.
Hal yang sama juga akan mempengaruhi Catalunya dari segi tim nasional.
Mereka harus membentuk tim baru meski mungkin memiliki beberapa materi pemain hebat seperti Gerard Pique, Marc Bartra, Hectro Belerin, Jordi Alba hingga Kiko Casilla.
Namun mereka harus mendaftar ulang ke FIFA sebagai federasi sepak bola baru dan berjuang mengumpulkan poin dari nol.
Kasus seperti Catalunya ini bukan sesuatu yang baru di dunia sepak bola.
Beberapa federasi sepak bola juga memiliki sejarah pembentukan karena konfilk perpesahan di negaranya.
Dalam sejarah tercatat ada beberapa negara yang terbentuk karena perpecahan, sebut saja Ceska dan Slovakia kemudian ada Rusia, Kazakhstan dan Ukraina yang merupakan perpecahan dari Uni Soviet.
Salah satu negara yang punya perjalanan panjang adalah Kazakhstan.
Federasi Sepak Bola Kazakhstan (FFK) terbentuk pada tahun 1992 bersama dengan jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1991.
Sementara Federasi Sepak Bola Uni Soviet seluruhnya dikelola dan dikendalikan oleh Rusia, Kazakhstan pun mendaftarkan FFK ke FIFA pada tahun yang sama dengan terbentuknya federasi sepak bola mereka.
Beberapa saat setelah menjadi bagian FIFA, FFK juga menjadi bagian Asosiasi Sepak Bola Asia (AFC).
Bergabungnya Kazakhstan ke AFC juga adalah hasil pemungutan suara.
Namun saat itu Kazakhstan masih belum bisa bermain di tingkat internasional untuk tim nasional mereka.
Karenanya Kazakhstan membentuk kompetisi regional bersama para mantan gabungan Uni Soviet yaitu Uzbekistan, Kirgizstan, Tajikistan, dan Turkmenistan.
Barulah pada 1994 Kazakhstan resmi menjadi bagian utuh FIFA dan AFC dan bisa memainkan tim nasional mereka.
Pertandingan pertama mereka di luar Asia Tengah adalah pada Desember 1995 dan salah satu pemain mereka, Oleg Litvinenko, berhasil menjadi pemain terbaik Asia.
Pada tahun 2000, FFK menjadi anggota kandidat UEFA dan memperoleh keanggotaan penuh beberapa tahun kemudian.
Dilansir BolaSport.com dari Peringat FIFA terkini, saat ini Kazakhstan ada di posisi 126 naik dua peringkat dari posisi sebelumnya.
Pada tahun 1992 saat pertama kali masuk FIFA, Kazakhstan duduk di posisi 153.
Posisi terendah yang pernah di duduki Kazakhstan adalah peringakt 163 pada tahun 1995.
Sementara posisi tertinggi adalah peringkat 98 pada tahun 2001 dan 2016.
Bahkan sepak bola wanita mereka pernah menembus peringkat 61 dunia pada tahun 2003.
Catalunya mungkin saja bisa lebih baik dari Kazakhstan mengingat materi pemain yang mereka miliki.
Editor | : | Aulli Reza Atmam |
Sumber | : | BolaSport.com, Talksport.com |
Komentar