Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti mengaku keberatan dengan peraturan baru yang diterapkan Federasi Bulu Tangkis Dunia (Badminton World Federation/BWF) mulai All England 2018.
Setidaknya ada tiga aturan yang dikritisi Susy karena dinilai memberatkan pemain.
Menurut Susy, aturan pertama yang memberatkan adalah regulasi pemain elite bertanding 12 turnamen setahun.
Kedua adalah aturan servis yang membatasi batas maksimal tinggi awalan servis adalah 115 cm.
Aturan yang paling mendapat sorotan Susy adalah berubahnya reli poin 21 menjadi skor 11 poin dalam lima gim.
(Baca Juga: Benarkah Nama Baru Turnamen Bulu Tangkis 2018 Meniru Tenis?)
Mantan tunggal putri andalan Indonesia tersebut menduga perubahan sistem skor tersebut terkait Olimpiade Tokyo 2020 yang tinggal dua tahun lagi.
"Penerapan skor 11 untuk persiapan Olimpiade 2020, waduh terlalu mepet," ucap Susy seperti dikutip BolaSport.com dari Badminton Indonesia.
Hal ini tak lepas dari adaptasi pemain dengan kondisi baru lainnya karena perubahan penilaian.
"Perubahan skor akan memengaruhi permainan, pola main, program latihan dan sebagainya," ujar Susy melanjutkan.
Menurut Susy, proses penyesuaian aturan baru tak hanya butuh satu hingga dua tahun, tetapi dalam jangka panjang.
(Baca Juga: Tim Pemantau KONI Riau Bakal Dibentuk Untuk Perispan PON 2020 di Papua)
"Perubahan skor 15 ke 21 saja butuh waktu empat sampai lima tahun penyesuaiannya. Sekarang saat orang sudah menikmati permainan bulu tangkis poin 21, diubah lagi aturannya. Kami ingin tahu sebetulnya bulu tangkis mau dibawa kemana?" ujar Susy.
Susy dan PBSI dikabarkan akan menyurati BWF terkait keberatan dengan aturan baru bulu tangkis.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | badmintonindonesia.org |
Komentar