Seni pertandingan bulu tangkis terancam hilang dengan adanya aturan baru tentang skor dalam satu pertandingan.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti menilai aturan tersebut terlalu buru-buru disetujui.
"Mungkin yang bikin aturan enak, tapi yang menjalankannya butuh latihan seperti apa, polanya beda semua," tutur Susy seperti dikutip BolaSport.com dari Badminton Indonesia.
Bulu tangkis yang sebelumnya menggunakan sistem 21 poin akan bergeser menjadi 11 x 5 terhitung mulai All England 2018 pada 14-18 Maret 2018.
(Baca Juga: Aturan Servis Lama Dihapus, Awal Serangan Bulu Tangkis Tambah Mirip dengan Tenis)
"Kami agak susah menikmati permainan bulu tangkis karena terlalu cepat. Belum lagi nanti servis difault, bola out, habis deh, jadi tidak ada seninya," kata Susy menambahkan
Menurut Susy, seni bulu tangkis adalah saat seorang pemain bangkit di tengah pertandingan dan sukses membalikkan keadaan.
"Orang kan mau menikmati, bagaimana pemain ketinggalan terus menyusul. Seperti kemarin Firman (Abdul Kholik) yang ketinggalan 14-20 lalu bisa menang," kata istri Alan Budi Kusuma tersebut.
Firman adalah tunggal putra Indonesia yang sukses menang dramatis pada semifinal Kejuaraan Beregu Asia 2018 atas wakil Korea Selatan, Lee Dong-keun.
Pada laga tersebut, Firman sukses meraih 8 poin beruntun di gim terakhir dan membawa tim putra Indonesia melaju ke final Kejuaraan Beregu Asia 2018.
(Baca Juga: Bekal ke Asian Games 2018, Indonesia Sukses Raih Emas di Event Wushu Moskow Star Rusia)
"Nah kalau skor 11 x 5 ya nggak ada. Nggak ada ceritanya. Main apa? Nggak tahu, tadi mati semua," kata Susy lagi.
Susy pun tak lupa menyelipkan candaan tentang bagaimana memberi penjelasan kepada awak media seusai pertandingan.
"Nanti ngasih penjelasannya gimana ke mas dan mbak media seperti ini? Tadi mati semua pukulannya, ha-ha-ha," ucap Susy bergurau.
Sebelum All England 2018, turnamen bulu tangkis masih menggunakan aturan lama, tetapi dengan nama kompetisi yang baru.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | badmintonindonesia.org |
Komentar