Sistem pemusatan latihan secara terpusat (sentralisasi) dianggap tidak efektif lagi bagi cabang olahraga bulu tangkis.
Hal tersebut dikatakan mantan sekretaris Dewan Olimpiade Malaysia (OCM) Datuk Sieh Kok Chi.
Dia percaya bahwa sistem latihan desentralisasi atau secara terpisah di beberapa daerah adalah cara yang tepat jika bulu tangkis Malaysia bertujuan untuk menghasilkan pemain level dunia masa depan.
Menurut Sieh, Jepang, Thailand, Denmark, dan Indonesia mampu menghasilkan pemain berkualitas karena sistem klub mereka yang produktif.
Sieh yang saat ini berusia 80 tahun mengatakan bahwa pembentukan Asosiasi Bulu Tangkis Malaysia (BAM), dia gambarkan terlalu sentralistik, membutuhkan perubahan.
Hal tersebut mengacu dari hasil di bawah rata-rata para pemain di turnamen internasional, termasuk Piala Thomas 2018. Skuat Negeri Jiran terhenti pada perempat final seusai kalah dari Indonesia 1-3.
Sieh mengatakan bahwa kegagalan berulang dari timnas Malaysia karena kurangnya upaya dalam menggali dan mengembangkan bakat di tingkat bawah meskipun Malaysia menjadi negara bulu tangkis.
Dia mengatakan BAM bergantung pada sekelompok kecil pemain di tingkat atas.
(Baca juga: Pelatih Bantah Ada Tunggal Putra Malaysia yang Akan Didegradasi dari Pelatnas)
Tidak semua program negara dijalankan dengan semangat dan klub tidak memiliki akses untuk memasukkan pemain mereka langsung ke program negara atau nasional karena ada banyak pembatasan. Kondisi ini dianggap menghambat pertumbuhan klub di Malaysia.
"Saya selalu percaya pada sistem desentralisasi. Sistem ini memberi lebih banyak opsi. Ada peluang yang lebih baik untuk mendapatkan 1.000 orang yang baik daripada satu di tingkat pusat," kata Sieh yang pensiun setelah mengabdi di OCM selama 25 tahun.
"Masalahnya terletak pada sistem yang ada karena terlalu terpusat. Ada banyak pemain berbakat di luar sana. Pemain terbaik belum tentu berasal dari tim nasional," ucap Sieh seperti dilansir BolaSport.com dari The Star.
Sieh menjelaskan bahwa dewan olahraga negara dan klub independen memiliki peran penting dalam membantu mengumpulkan talenta yang lebih besar di bawah pengawasan BAM.
"BAM seharusnya bukan yang memproduksi pemain. Mereka seharusnya mencari sumber dana, berkoordinasi, dan membiarkan negara dan klub menjalankan pembinaan," kata Kok Chi.
(Baca Juga: Piala Dunia 2018 - Jadwal Lengkap Grup A, Ditutup oleh Derbi Arab)
"Ambil contoh Inggris melalui FA (Football Association of England). Mereka hanya memanggil pemain beberapa minggu sebelum pergi ke turnamen besar. Mereka tidak menghasilkan pemain, tetapi pelatih mengumpulkan mereka dari klub masing-masing," aku Sieh.
Dia mencontohkan Lionel Messi yang bermain untuk tim nasional Argentina, tetapi dia adalah produk Barcelona FC.
"Mengapa ini tidak bisa terjadi di Malaysia? Saya ingin melihat Asosiasi Bulu tangkis di negara bagian dan bahkan dewan olahraga negara melakukan bagian mereka," ucap Sieh.
"Saat ini, mereka tampaknya tidak memiliki program pengembangan yang terorganisir dan bergantung pada pemain dari sekolah olahraga untuk mewakili negara ketika mengikuti kompetisi tingkat nasional," ujar Sieh.
Menurut Sieh, mereka seharusnya tidak menyentuh para pemain sekolah saja, tetapi menemukan dan melatih bakat baru sebagai gantinya.
"Mereka harus mengadakan uji coba dan turnamen untuk mendorong partisipasi dari masyarakat, terutama lulusan sekolah yang sering menghilang dari radar pencarian."
"Jalan untuk menjadi pebulu tangkis nasional harus melampaui sekolah olahraga," katanya.
Malaysia saat ini hanya memiliki dua sekolah olahraga terkemuka untuk cabang bulu tangkis yang terletak di Bukit Jalil dan Bandar Penawar.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | The Star.com.my |
Komentar