Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) mengambil langkah untuk tidak mengikuti bidding penyelenggara major events BWF (Badminton World Federation) sepanjang 2019 -2025.
Hal ini dikarenakan kebijakan federasi bulu tangkis dunia tersebut dinilai memberatkan negara penyelenggara.
Enam turnamen yang masuk kategori BWF Major Events adalah Kejuaraan Dunia, Kejuaraan Dunia Veteran, Kejuaraan Dunia Junior, Piala Suhandinata (Kejuaraan Dunia Junior Beregu), Piala Thomas dan Uber, serta Piala Sudirman.
Dalam tiap major event, BWF memberlakukan pembagian komersial 80- 20. Artinya, delapan puluh persen sponsorship exposure dikendalikan penuh oleh BWF, sedangkan negara penyelenggara hanya kebagian porsi dua puluh persen saja.
Sebagai contoh, penempatan logo sponsor pada e-board di pinggir lapangan, backdrop media zone, serta materi promosi lainnya, masuk dalam aturan 80- 20 ini.
Hal ini tentunya menyulitkan bagi negara penyelenggara untuk mencari sponsor yang bisa memenuhi ketentuan ini dengan kebutuhan dana event yang tidak sedikit dan terus meningkat setiap tahunnya.
"PBSI memang mengajukan keberatan kepada BWF tentang hal ini, karena ini memang memberatkan kami sebagai negara penyelenggara," kata Sekretaris Jenderal PP PBSI Achmad Budiharto seperti dilansir BolaSport.com dari Badminton Indonesia.
"Kami berharap BWF bisa mengubah konsep pembagian komersial ini menjadi 60-40 dan 60 persen itu untuk negara penyelenggara," ujar Budiharto.
Sejauh ini sudah tiga negara yang mengambil langkah yang sama yaitu China dan Malaysia. Ketiga negara ini telah mengajukan keberatan kepada BWF atas ketentuan komersial yang dianggap tidak fair.
Editor | : | Delia Mustikasari |
Sumber | : | Badminton Indonesia |
Komentar