Korea Masters 2018 - Praveen/Melati dan Yulfira/Jauza Tersingkir, Indonesia Belum Berhasil Pecah Telor

Wakil pebulu tangkis Indonesia belum berhasil pecah telur pada turnamen Korea Masters 2018 yang digelar 27 November-2 Desember.

Korea Masters sendiri mulai masuk ke dalam BWF World Tour Super 300 pada 2018.

Sebelumnya, Korea Masters merupakan turnamen Grand Prix (2010 dan 2014) dan Grand Prix Gold (2011-2013 dan 2015-2017).

(Baca Juga: Hasil Korea Masters 2018 - Yulfira/Jauza Kalah dari Pasangan Tuan Rumah, Wakil Indonesia Tak Tersisa)

Dalam 12 kali kesempatan, para wakil Indonesia belum bisa meraih gelar juara pada turnamen Korea Masters.

Pada edisi kali ini, Indonesia menurunkan 22,5 perwakilan yang turun di nomor tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran.

Hasil terbaik Indonesia pada Korea Masters 2018 yakni dua wakilnya lolos ke babak semifinal.

Dua wakil tersebut adalah Yulfira Barkah/Jauza Fadhila Sugiarto (ganda putri) dan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti (ganda campuran).

Yulfira Barkah/Jauza Fadhila Sugiarto terhenti di semifinal setelah kalah dari pasangan tuan rumah, Chang Ye Na/Jung Kyung Eun, pada semifinal Korea Masters 2018, Sabtu (1/12/2018).

Pasangan tuan rumah berhasil meraih kemenangan atas Yulfira/Jauza setelah unggul 21-10, 21-16.

Sedangkan Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti kalah dari pasangan Choi Solgyu/Shin Seung Chan dengan skor 20-22, 21-18, 17-21.

Hasil tahun ini lebih baik daripada tahun lalu, dimana Indonesia hanya meloloskan satu wakil pada semifinal.

Saat itu pasangan ganda campuran Indonesia, Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, berhasil lolos ke semifinal Korea Masters 2017.

Sayangnya, Hafiz/Gloria dikalahkan oleh pasangan tuan rumah, Seo Seung-jae/Kim Ha-na dengan skor 15-21, 11-21.

 

 

 

View this post on Instagram

 

 

Jurnalis olahraga senior, Weshley Hutagalung, mempertanyakan peran media dalam mengungkap dugaan pengaturan skor pada sepak bola Indonesia. Kurang aktifnya media dalam melakukan investigasi mendalam dinilai Weshley Hutagalung sebagai salah satu penyebab sulitnya pengungkapan praktik kotor ini. Pria yang akrab disapa Bung Wesh itu menilai pemberitaan media saat ini kerap luput untuk menyajikan 'why' dan 'how' terhadap suatu topik. "Saya jadi wartawan sejak 1996, pernah bertemu dengan beberapa orang pelaku sepak bola sampai wasit. Kasihan dari tahun ke tahun, federasi (PSSI) mewarisi citra buruk," kata Weshley Hutagalung dalam diskusi PSSI Pers di Waroeng Aceh, Jumat (30/11/2018). "Pertanyaannya, wartawan sekarang itu ingin mendengar yang saya mau atau yang saya perlukan? Kemudian muncul karya kita. Lalu masyarakat juga memilih (informasi)," ujarnya. Ditambahkannya, fenomena ini terjadi karena perubahan zaman terhadap gaya pemberitaan media akibat permintaan dan tuntutan redaksi yang kini mengutamakan kuantitas dan kecepatan. Pria yang wajahnya sudah akrab muncul sebagai pundit sepak bola pada tayangan sepak bola nasional ini sedikit memahami perubahan zaman, meski tetap mempertanyakan peran media. "Dulu kami punya waktu untuk investigasi dan analisis, sekarang tidak. Kemana aspek 'why' dan 'how' atas peristiwa ini?" tuturnya mempertanyakan. "Sekarang malah adu cepat. Ditambah lagi sekarang ada media sosial, sehingga media massa bukan lagi menjadi sumber utama informasi terpercaya," ucapnya miris. #pssi #journalist #sportjournalist #matchfixing

A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on Nov 30, 2018 at 10:05pm PST