BOLASPORT.COM - Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Baseball dan Softball Seluruh Indonesia (PB Perbasasi) Andhika Monoarfa meluruskan anggapan tentang adanya stereotip gender pada olahraga bisbol.
Isu tentang stereotip gender ini pertama kali muncul dalam utas (thread) akun Twitter @baseballputri.
Akun Twitter @baseballputri menjadi viral selama beberapa hari karena berisi penggalangan dana untuk tim nasional bisbol putri Indonesia bisa bertanding dalam sebuah kejuaraan di Australia, serta menyinggung soal stereotip gender dalam olahraga ini.
Halo orang-orang baik Twitter!
Aku disini mewakili teman-temanku yang tergabung di Tim Nasional Baseball Putri Indonesia. Tim ini spesial, karena kita adalah tim baseball putri Indonesia pertama.
Tapi sebelum bisa bertanding secara resmi, tim ini butuh bantuanmu. pic.twitter.com/9xilSTPyLR
— Indonesia Women's Baseball (@baseballputri) March 3, 2019
Salah satu kicauan di utas tersebut menyebutkan bahwa atlet putri hanya bisa bermain bisbol hingga usia 12 tahun.
Setelah itu, mereka harus pindah ke softball karena bisbol dianggap olahraga untuk kaum lelaki.
Baseball adalah salah satu olahraga paling gender-diskriminatif. Susah banget untuk ngebentuk timnas baseball putri, bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat, atlit baseball putri masih menerima diskriminasi. Sampai sekarang, baru 11 negara yang punya timnas baseball putri.
— Indonesia Women's Baseball (@baseballputri) March 3, 2019
Menurut Andhika, cabang bisbol putri memang merupakan cabang yang tergolong baru diperkenalkan kembali oleh Federasi Bisbol Internasional.
"Indonesia adalah negara kedua di Asia Tenggara yang memaksakan supaya ada. Jadi, ini nomor yang betul-betul masih baru," kata Andhika di Kantor Kemenpora, Jakarta, Senin (4/3/2019)
"Bahkan, sebagai contoh nanti padai SEA Games 2019 nomor bisbol putri belum tentu dipertandingkan karena di Asia Tenggara hampir tidak ada yang memainkan ini," tutur dia melanjutkan.
Baca Juga : Khusus untuk Juergen Klopp, Jose Mourinho Beri Kiat Sukses Juara
Editor | : | Diya Farida Purnawangsuni |
Sumber | : | Kompas.com |
Komentar