BOLASPORT.COM - Pep Guardiola adalah seorang yang perfeksionis, setidaknya dia sendiri mengaku demikian.
Pernah suatu waktu di konferensi pers, ia sibuk menata handphone dan alat rekam para jurnalis agar rapi dan tak berantakan.
Pep pernah juga terlibat perdebatan panas dengan staf lapangan Manchester City karena masalah rumput yang berbeda 4 milimeter.
Seperti di Barcelona dan Bayern Muenchen, ia ingin rumput stadion bertinggi tepat 19mm. Staf lapangan mengatakan tidak mungkin karena iklim Inggris yang dingin.
Akhirnya mereka berdua sepakat bahwa tinggi rumput di lapangan maksimal 23mm, tak lebih satu milimeter pun.
Pep juga menuntut kesempurnaan ini hadir dalam tim asuhannya. Tanya saja pada para pemain yang pernah ia latih.
"Pep tak pernah puas," ujar Thiago Alcantara yang pernah bersama sang pelatih di Barcelona dan Bayern Muenchen.
"Dia tak akan pernah menikmati sepak bola karena dia selalu mencari kesalahan untuk membenarkannya. Pep tak pernah bahagia, dia perfeksionis."
Pep memang dikenal sebagai salah satu pelatih yang paling detail soal taktik. Ia ingin timnya bermain tepat seperti apa yang ada di pikirannya.
Jiwa perfeksionis ini sebenarnya sudah terlihat sejak ia menjadi pemain.
Dua dekade lalu, saat Pep berkaca, mungkin ia menganggap bayangan di cermin itu adalah sosok ideal bagaimana seorang pemain seharusnya berpenampilan.
Rambutnya rapi, baju dimasukkan, dan tak banyak gaya. Tak neko-neko. Selain harus paham apa yang diinginkan pelatih di lapangan.
Saat menjadi pemain, Pep dikenal sebagai salah satu gelandang bertahan dengan peran deep-lying playmaker, andalan dream team Barcelona versi pertama arahan pelatih Johan Cruyff yang memenangi Piala Champions 1992.
Pep memang mengaku sangat terinspirasi dari Cruyff. Ia ingin meniru dan menyempurnakan gaya itu dalam timnya saat ini.
"Yang saya mau, keinginan saya, adalah memiliki penguasaan bola 100 persen," ujar Pep saat masih melatih Bayern.
Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu hal terpenting adalah memiliki pemain di lini tengah yang bisa menguasai bola, membaca permainan dengan baik, dan mengatur tim.
Soal posisi holding midfielder, Pep tentu punya role-model untuk para pemainnya. Seorang gelandang sempurna menurut penilaiannya: Pep Guardiola muda 20 tahun lalu.
Di Barcelona dulu, ia menemukan kandidat sempurna yang seakan mewujudkan mimpinya tersebut dalam diri Sergio Busquets.
Sama seperti Pep, Busquets berpenampilan apa adanya dan orang yang simpel. Yang terpenting, Busquets punya kemampuan untuk melakukan apa yang dituntut oleh Pep.
Pep tak mendapatkan Busquets 2.0 saat pindah ke Bayern Muenchen. Di Jerman, musim pertamanya dilalui tanpa peran andalannya tersebut di lini tengah.
Pep harus memboyong Xabi Alonso dari Real Madrid pada musim keduanya. Itu pun Xabi harus bermain didampingi gelandang lain di pos holding midfielder karena usianya tak lagi muda dan tak begitu baik dalam bertahan.
Hijrah ke Inggris, Pep memiliki Fernandinho di posisi dan peran tersebut. Masalahnya, pria asal Brasil tersebut tak benar-benar sempurna di mata Pep.
Fernandinho sebenarnya adalah gelandang box-to-box yang kemudian disulap Pep menjadi gelandang bertahan dengan peran deep-lying playmaker.
Musim lalu Pep sempat mencari alternatif, Jorginho yang jadi pilihan kemudian lebih memilih untuk bergabung dengan Maurizio Sarri di Chelsea.
Penantian Pep soal gelandang idaman akhirnya berhenti saat ia berhasil merekrut Rodri dari Atletico Madrid. Selain kemampuan, Rodri juga punya penampilan yang ideal menurut Pep.
"Rodri tak memiliki tato atau anting," ujar Pep. "Rambutnya, dia terlihat seperti seorang holding midfielder!"
Melihat rambut Rodri, kita tahu Pep tak jauh-jauh dari membayangkan dirinya dua dekade lalu. "Holding midfielder harusnya memang seperti itu," ujarnya.
Dibantu oleh cederanya Fernandinho, Rodri mampu langsung tampil di awal musim ini. Statistik tak bisa menjelaskan betapa pentingnya peran deep-lying playmaker dari sebuah tim dan bagaimana Rodri tampil apik dalam dua laga resmi yang dijalani.
Rodri pernah dilepas oleh Atletico Madrid saat berusia 17 tahun karena posturnya yang pendek. Akan tetapi ternyata ia adalah late-bloomer dan langsung tumbuh menjulang hingga 191cm saat ini.
Hijrah ke Villarreal, Rodri kemudian berkembang sebagai salah satu pengatur serangan dari lini belakang terbaik di Spanyol dan selalu dibandingkan dengan Busquets - setidaknya Rodri mengakui sendiri bahwa ia adalah penerus Busquets.
"Tahun 2008 saya melihat timnas Spanyol, khususnya Sergio Busquets dengan seksama. Dia dan pemain lain menunjukkan model permainan yang saya tahu harus saya ikuti," tutur Rodri.
Kembali ke Atletico pada 2018 merupakan langkah aneh. Atletico bukan tim yang mengandalkan pemain seperti Rodri untuk membangun serangan.
Akan tetapi hal ini justru mengembangkan bakatnya untuk membaca permainan, jadi petarung di lini tengah, dan menyempurnakan bakatnya di bawah gaya keras kepelatihan Diego Simeone.
Kini tak hanya ia pengatur serangan yang handal, tetapi Rodri juga merupakan tameng yang sempurna untuk lini belakang.
Ditambah dengan penampilannya, lengkap sudah kriteria gelandang idaman ala Pep.
Komentar tentang rambut Rodri di atas sepertinya sudah menggambarkan bagaimana kini Pep si perfeksionis menemukan gelandang sempurna untuk timnya.
Itu, atau Pep sebenarnya hanya iri dengan rambut Rodri saat ini. Siapa yang tahu?
Baca Juga: 5 Fakta Man United Vs Chelsea - Tuah Titik Putih Sampai Peristiwa Langka
View this post on Instagram
Editor | : | Thoriq Az Zuhri Yunus |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar