BOLASPORT.com - Timnas Indonesia harus rela menutup ronde kedua laga-laga Kualifikasi Piala Dunia 2022 dengan menjadi tim peringkat buncit di Grup G.
Kampanye menuju Piala Dunia 2022 yang dimulai dengan begitu positif pada 5 September 2019 lambat laun berubah menjadi mimpi terburuk para fans sepak bola Tanah Air.
Timnas Indonesia menyelesaikan babak pertama pertandingan kontra Malaysia dengan impresif dan keunggulan 2-1 kontra Malaysia.
Pada paruh pertama laga tersebut, Stefano Lilipaly cs bermain ganas. Beto Goncalves mencetak dua gol cantik untuk membawa timnas unggul.
Akan tetapi, 45 menit kedua pertandingan tersebut dengan cepat berubah.
Kerusuhan di luar lapangan serta gol-gol menit akhir Malaysia membuat kita harus mengakui keunggulan Malaysia 3-2 serta mendulang malu dari komunitas internasional.
Baca Juga: Exco PSSI Bicara tentang Kembalikan Luis Milla ke Timnas Indonesia
Menyusul setelah itu adalah serangkaian hantaman kontra Thailand (0-3), Uni Emirat Arab (0-5), dan Vietnam (1-3) yang lumrah membuat para fans kecewa.
Hasil-hasil pada empat pertandingan tersebut membuat Timnas Indonesia terpuruk di dasar klasemen Grup G dengan poin nol dan agregat gol minus 11.
Catatan Indonesia hanya kalah dari Guam (0 poin dan agregat gol minus 15) serta Sri Lanka (0 poin dan agregat gol minus 14) dari 8 grup di babak kedua Kualifikasi Piala Dunia 2022 ini.
Sedih ga sih melihat performa timnas kita sama dengan negara-negara yang populasinya jika digabung masih belum lebih banyak dari Sulawesi ini?
Wajar apabila pertanyaan besar kemudian mengarah ke pelatih Simon McMenemy.
Baca Juga: Alasan Simon McMenemy Tunjuk Yanto Basna Jadi Kapten Timnas Indonesia
Biar bagaimana pun, sang nakhoda yang memilih personel dan mengatur strategi di lapangan.
Pemilihan personel tentu hal paling menonjol dari empat pertandingan awal sang pelatih. Simon McMenemy sudah memakai 27 pemain untuk empat pertandingan sejauh ini.
Termasuk dalam jumlah tersebut adalah tiga kiper: Andritanny Ardhiyasa, Wawan Hendrawan, dan Muhammad Ridho. Keputusan memakai tiga kiper dari empat pertandingan sangatlah tak lazim di level timnas.
McMenemy juga tak pernah menurunkan empat pemain sama di barisan pertahanan.
Tak ayal, keputusan tersebut membuat koordinasi lini belakang berantakan.
Andritanny dan Wawan Hendrawan melakukan beberapa kesalahan individu tetapi setidaknya tiga kali kita kebobolan (dua melawan Uni Emirat Arab dan sekali kontra Vietnam) karena garis pertahanan statis menyebabkan para pemain lawan lewat leluasa.
Salah satu alasan Simon McMenemy melakukan rotasi adalah keletihan yang dirasakan skuad timnas karena Liga 1 telat mulai tiga bulan dari yang seharusnya start pada Mei 2019.
Baca Juga: Exco PSSI Bicara tentang Kembalikan Luis Milla ke Timnas Indonesia
Kompetisi harus kelar pada akhir Desember sehingga jadwal pertandingan dikompres untuk muat hanya dalam waktu tujuh bulan, itu pun belum menghitung apabila ada jadwal pertandingan yang tak mendapat izin keramaian dari polisi.
"Di liga kita, setiap 3 hari sekali ada pertandingan, sehingga pemain kelelahan," ucap McMenemy seperti dikutip dari KOMPAS.com.
"Ketika ada pemain yang lelah berlari, dan di bangku cadangan ada pemain yang lebih segar, kenapa tak kami manfaatkan pemain itu?" kata dia.
Akan tetapi, laga-laga timnas memang bukan seperti level klub di mana sistem rotasi bisa dilakukan dengan efektif.
Ketika membawa Bhayangkara juara Liga 1 2017, Hanya tiga pemain Simon yang tampil dalam 30 laga atau lebih: Ilham Udin, Wahyu Suboseto, dan Yoo-joon Lee.
Sebanyak 19 pemain menorehkan 10 penampilan atau lebih, menandakan bahwa Simon kerap memakai kedalaman skuadnya.
Minimnya waktu berkumpul untuk membangun chemistry antarpemain di level timnas dan sistem rotasi yang ia terapkan membuat delapan gol terakhir yang Timnas Indonesia terima pada laga-laga kontra Uni Emirat Arab dan Vietnam layak masuk ke kategori soft goals.
Lima gol saat melawan UEA dan tiga kontra Vietnam datang karena kombinasi kesalahan operan, organisasi pertahanan dan transisi bertahan yang buruk, serta kesalahan individu.
Bahkan untuk menuntaskan umpan sederhana atau menerima bola lambung sekali pun para pemain kita terkadang masih kikuk sehingga si kulit bundar hilang dari penguasaan.
Transisi serangan hampir selalu membuat beberapa pemain terisolasi di depan. Sementara, garis pertahanan kerap acak-acakan.
Baca Juga: Teriakan 'Simon Out' Terdengar Lantang saat Jumpa Pers, Suporter Adang Bus Timnas Indonesia
Sering kali, operan vertikal berujung ke pemain lawan atau keluar lapangan.
Berbicara kaki-kaki yang letih akibat kompetisi domestik ekstra padat, kita juga harus melihat timing timnas Indonesia kebobolan.
Jika hanya menghitung hasil-hasil dari babak pertama, Indonesia mengambil empat poin dengan memasukkan dua gol dan hanya kebobolan 4.
Timnas Indonesia memang tidak jelek sebelum turun minum. Skuad Garuda memimpin laga kontra Malaysia (2-1 pada tengah babak) dan imbang kontra Thailand (0-0).
Stefano Lilipaly cs juga hanya tertinggal tipis 0-1 saat tengah babak partai-partai kontra Uni Emirat Arab dan Vietnam.
Permainan timnas baru ambruk pada babak kedua dengan hal ini sangat terlihat pada laga-laga kontra Malaysia, Thailand, dan Uni Emirat Arab.
Thus, kita sekarang harus bertanya. Quo vadis Simon? Timnas Indonesia mau dibawa ke mana sekarang?
Apa yang harus dilakukan untuk mengembalikan martabat sepak bola Indonesia di mata dunia?
Sekian banyak hal yang harus ia benahi di dalam lapangan sehingga tampaknya mustahil untuk membenahi permainan Timnas Indonesia hingga sisa masa bakti Simon McMenemy seusai kualifikasi Piala Asia dan Piala AFF 2020.
Pada Januari 2019, Simon McMenemy pernah bilang bahwa ia yakin Timnas Indonesia bisa berbicara banyak saat Piala AFF 2020 bergulir.
"Indonesia punya banyak talenta, kita hanya perlu menggabungkan satu per satu bagian tersebut seperti sebuah puzzle," tutur pria yang membawa Bhayangkara FC juara Liga 1 2017 tersebut.
"Dari berbagai macam bagian, saya harus mencari kombinasi yang cocok."
Sejauh ini, Simon tampak belum bisa merangkai kepingan puzzle tersebut. Apalagi ada beberapa defisit jelas di teka-teki skuad timnas tersebut.
Misal, Simon bergantung ke Beto Goncalves, striker yang akan berusia 39 tahun saat Piala AFF 2020 bergulir, dan tim tak mempunyai gelandang bertahan yang bisa memotong aliran serangan lawan.
Bek tengah kita juga kedatangan Otavio Dutra, pemain naturalisasi berusia 34 tahun yang tak bisa mencegah timnas kebobolan tiga gol lawan Vietnam.
Belum lagi, ia hampir bertanggung jawab langsung ke gol keempat lawan saat menarik jatuh penyerang lawan di kotak penalti.
Selain kepingan puzzle yang hilang, satu hal yang membuat tugas Simon kian jauh dari kata mudah adalah mood suporter.
Simon pernah mengatakan bahwa dirinya dan tim perlu bantuan para suporter apabila ingin mewujudkan target menjadi juara Piala AFF 2020.
"Hanya ada beberapa negara yang bisa menandingi Indonesia saat Gelora Bung Karno terisi penuh. Jika Indonesia ingin sukses, kami butuh dukungan semua fans," tuturnya.
Sayang, dukungan tersebut dengan cepat pergi darinya.
Teriakan "Simon Out" pertama berkumandang pada laga kontra Thailand dan terdengar lagi setelah timnas kebobolan gol ketiga kontra Vietnam di Bali.
Pelatih Vietnam, Park Hang-seo, pun sempat ditanya oleh wartawan soal kans melatih Timnas Indonesia suesai pertandingan di Stadion Kapten I Wayan Dipta.
"Saya tak bisa berkomentar terkait isu ini karena itu tidak sopan," kata Park yang diikuti senyuman.
Indonesia masih memiliki empat laga sisa pada Kualifikasi Piala Dunia 2022.
Mari kita semua berharap agar Simon McMenemy bisa mengembalikan martabat Merah Putih dalam laga-laga tersisa tersebut.
Editor | : | Firzie A. Idris |
Komentar