BOLASPORT.COM - Pengamat MotoGP, Carlo Pernat, menyebut kurangnya iklim persaingan di tim Ducati membuat mereka kembali gagal menggebrak pada musim kompetisi MotoGP 2019.
Kejuaraan dunia MotoGP 2019 telah berakhir pada akhir pekan lalu setelah menggelar seri balap di Valencia, Spanyol.
Pada race yang digelar di Sirkuit Ricardo Tormo tersebut, pembalap Repsol Honda, Marc Marquez, keluar sebagai pemenang.
Kesuksesan Marquez sekaligus membuat Repsol Honda menyegel triple crown dalam dua musim terakhir.
Sebelum meraih gelar juara dunia tim, Repsol Honda sudah mendapatkan titel kampiun dunia pada kategori pembalap (melalui Marc Marquez) dan konstruktor (bersama tim LCR Honda).
Dengan total 458 poin yang diraih hingga akhir MotoGP 2019, Repsol Honda mengantongi keunggulan 13 poin atas pesaing terdekat mereka, Mission Winnow Ducati.
Padahal, sebelum MotoGP Valencia bergulir, Ducati masih bertengger di posisi puncak klasemen tim.
Tim yang diperkuat Andrea Dovizioso dan Danilo Petrucci itu pun diperkirakan mampu menjegal hegemoni Honda.
Namun, apa daya, tim pabrikan asal Italia tersebut hanya mampu menambah 13 poin melalui Dovizioso.
Petrucci, yang diharapkan bisa turut meringankan kerja Dovizioso, justru gagal finis.
Baca Juga: Insiden 'Crash' Hiasi Debut Alex Marquez Tunggangi Motor Honda
Kegagalan Ducati mengamankan gelar tim terbaik turut mengundang komentar dari pengamat MotoGP, Carlo Pernat.
Pria yang pernah menjadi manajer Andrea Iannone itu mengungkap faktor yang membuat Marc Marquez bisa mengalahkan tim Ducati meski berjuang sendirian.
"Secara psikologis, Marc Marquez menang karena motivasi yang tetap terjaga," ujar Pernat, dikutip Bolasport.com dari GPOne.
"Saya tidak tahu persis apa yang mendorongnya. Namun, mungkin antara mencegah (Maverick) Vinales meraih kemenangan ketiganya atau menunjukkan keunggulannya atas (Fabio Quartararo)," kata dia lagi.
Carlo Pernat lantas membandingkan dengan situasi yang terjadi di tim pabrikan Ducati.
"Hal yang sama tidak terjadi di Ducati, ketika Dovizioso tidak memiliki partner yang sepadan. Tidak seperti saat mereka masih memiliki Jorge (Lorenzo)," tutur Pernat.
"Sementara itu, Petrucci bukan pilihan yang terbaik. Hal inilah yang membuat Ducati tak kunjung membuat fenomena," kata dia menambahkan.
Kehadiran sosok rival memang seringkali dianggap melecut semangat serta motivasi para pembalap MotoGP.
Pernat pun mengaku sempat memberi saran yang sama kepada legenda MotoGP, Max Biaggi, yakni untuk selalu memiliki motivasi serta musuh untuk ditaklukkan.
???????? #ValenciaGP / Race
???? #AD04: "I’m satisfied with the way we finished the season"
???? #DP9: “That was really a pity, because it was an important race for the team"
???? Race Report: https://t.co/ZNrbpAi8ap#ForzaDucati #DucatiTeam #ForzaDucati pic.twitter.com/iXNH33w9fA
— Ducati (@DucatiMotor) November 17, 2019
Lalu, setelah melihat kondisi terkini Ducati tersebut, saran apa yang bisa diberikan oleh Pernat?
"Saya pikir Ducati kini mulai berpikir untuk menyandingkan Dovizioso dengan (Jack) Miller. Hal tersebut bisa mengembalikan vitalitas tim Ducati," kata dia.
"Sementara itu, Danilo bisa dikirim ke Pramac," ucap Pernat.
Baca Juga: Penyesalan Dovizioso Usai Gagal Hentikan Honda Raih Triple Crown
Kegagalan Ducati menyabet satu pun gelar pada musim ini sekaligus memperpanjang tren negatif yang telah mereka mulai sejak berakhirnya musim 2007.
MotoGP 2007 adalah satu-satunya musim ketika Ducati berhasil menjadi juara dunia.
Pembalap Australia, Casey Stoner, masih tercatat sebagai penyumbang gelar tunggal untuk tim yang bermarkas di Borgo Panigale tersebut.
???????? #ValenciaGP / Race
???? #AD04: "I’m satisfied with the way we finished the season"
???? #DP9: “That was really a pity, because it was an important race for the team"
???? Race Report: https://t.co/ZNrbpAi8ap#ForzaDucati #DucatiTeam #ForzaDucati pic.twitter.com/iXNH33w9fA
— Ducati (@DucatiMotor) November 17, 2019
Editor | : | Diya Farida Purnawangsuni |
Sumber | : | GPOne.com |
Komentar