BOLASPORT.COM - Sejumlah wacana perubahan yang diusulkan Federasi Bulu Tangkis Dunia (Badminton World Federation/BWF) mengundang kritik dari dua eks pemain asal Malaysia, Rashid Sidek dan James Selvaraj.
BWF sebelumnya mengisyaratkan akan menggunakan shuttlecock sintetis untuk turnamen-turnamen elite.
Mereka juga mengumumkan wacana mengganti sistem poin 21 menjad 11.
Rashid Sidek mengkritik manuver tersebut.
Dikutip BolaSport.com dari New Straits Times, Shidek mengatakan BWF seharusnya tidak mengubah peraturan yang sudah diterima dengan baik oleh para atlet dan penonton, seperti sistem poin yang sudah berlaku.
Baca Juga: PV Sindhu Ikuti Jejak Hendra Setiawan Jadi Duta Kampanye Fair Play BWF
"Saya paham BWF ingin menjaga bulu tangkis tetap relevan, tetapi untuk apa mengubah sesuatu yang sudah diterima dengan baik?" kata Shidek.
"Saya tidak pernah mendengar orang-orang memprotes soal durasi pertadningan tenis atau kriket. Bulu tangkis punya identitasnya dan kita tak boleh kehilangan itu," tuturnya melanjutkan.
Shidek pun sama tak setujunya dengan rencana penggunaan shuttlecock sintetis.
"Pertandingan akan berbeda untuk para pemain yang sudah terbiasa menggunakan shuttlecock sekarang," ucap Shidek.
Baca Juga: Susy Susanti Harap Bulu Tangkis Putri Bisa Lebih Berprestasi
Secara terpisah, James Selvaraj mengungkapkan pendapat serupa.
Dia menilai penerapan aturan baru akan merugikan pemain level senior.
"Kalau BWF ingin membuat peraturan baru, terapkanlah di level junior agar kita semua bisa melihat transisi yang halus," ujar Selvaraj.
"Para pemain senior takkan bisa beradaptasi dengan baik. Menurut saya tak ada gunanya memaksakan perubahan sekarang," tutur Selvaraj lagi.
Untuk saat ini, usulan-usulan BWF itu masih dalam ranah wacana dan harus dibahas lebih lanjut.
Apalagi, saat ini rapat umum tahunan BWF belum tentu bisa digelar karena pandemi Covid-19 atau virus corona.
Baca Juga: Tim Bulu Tangkis Malaysia Anggap Sistem Skor 11x5 Kurangi Daya Saing Pertandingan
Editor | : | Diya Farida Purnawangsuni |
Sumber | : | New Straits Times |
Komentar