BOLASPORT.COM - Legenda timnas Indonesia, Bambang Pamungkas, menilai sepak bola Indonesia sulit maju karena ada pola pikir dan pola kerja yang bermasalah meski punya talenta pemain yang bagus.
Kehebatan Bambang Pamungkas di dunia sepak bola Indonesia sudah tak perlu diragukan.
Sejak mengawali karier sebagai pemain profesional pada 1999, Bambang Pamungkas terus melesat menjadi legenda sepak bola nasional.
Dalam 17 tahun pengabdiannya kepada Persija Jakarta, Bambang Pamungkas telah mencetak 200 gol untuk klub Ibu Kota itu.
Baca Juga: Manajer Jones Yakin Duel Lawan Ngannou Masih Bisa Terjadi di UFC
Sedangkan di level timnas Indonesia, Bepe juga menjadi pencetak gol terbanyak untuk skuad Garuda dengan 38 gol dari 86 penampilan.
Ketenaran Bepe juga tersiar di negara tetangga.
Ketika membela klub asal Malaysia, Selangor FA, pada 2005 hingga 2007, Bepe berhasil mencetak 42 gol dari 63 penampilan.
Dia pun juga sukses mengantarkan The Red Giants meraih treble yakni juara Liga Premier Malaysia 2005, Piala Malaysia 2005, dan Piala FA Malaysia 2005.
Baca Juga: Wander Luiz ke Persib, Penggantinya di Klub Vietnam Masih Melempem
Segudang pengalaman di dunia sepak bola nasional membuat Bepe punya pandangan tersendiri mengapa timnas Indonesia sulit berprestasi.
Menurutnya, penyebab utama sepak bola Indonesia susah maju adalah seringnya berganti regulasi setiap enam bulan sekali.
Pergantian regulasi itu membuat nuansa sepak bola di Indonesia tidak pernah punya target yang jelas.
Bepe pun membandingkan dengan pengalamannya saat harus pergi dari Liga Malaysia karena adanya larangan pemain asing di sana.
Baca Juga: Isi Waktu Luang, Mantan Pemain Persija Jakarta Tekuni Jadi YouTuber
"Ketika di Malaysia tahun 2007, mereka tidak menggunakan pemain asing dengan target SEA Games 2009 mereka harus juara," ucapnya dilansir Bolasport.com dari Youtube Hanif & Rendy Show.
"Sehingga kompetisi selama dua tahun benar-benar mempersiapkan pemain lokal mereka dan faktanya mereka juara.
"Mereka juara SEA Games 2009, juara Piala AFF 2010, juara SEA Games 2011. Artinya program itu berjalan dengan baik dan berhasil," imbuhnya.
"Nah kalau kita, sering kali kita buat program yang sifatnya instan. Kalau sekarang dilihat nggak berhasil besoknya diganti, regulasi awal musim nggak berhasil, pertengahan musim diganti. Kalau kita seperti itu nggak akan ada hasilnya," tutur Bepe.
Baca Juga: Lebaran di Rumah Saja, Begini Harapan Gelandang Persija untuk Masyarakat
Bepe lantas mengilustrasikan dengan perubahan regulasi yang terjadi pada Shopee Liga 1 2020.
Seperti diketahui, kompetisi musim ini menghapus peraturan yang mewajibkan klub untuk punya tujuh pemain U-21 di timnya.
Padahal, peraturan itu baru berlaku selama satu musim pada Liga 1 2019.
Cepatnya sepak bola Indonesia mengubah regulasi ini dinilai Bepe sebagai mentalitas instan yang tak ingin melalui proses.
"Kita ini ingin sukses tapi tidak ingin melalui proses. Itulah kenapa kita nggak pernah ke mana-mana," tambahnya.
Baca Juga: Kebahagiaan Ganda di Hari Lebaran, Bek Persebaya Umumkan Kehamilan Sang Istri
Bepe juga menceritakan momen ketika dirinya membela timnas Indonesia selama 13 tahun dan diasuh oleh 14 pelatih yang berbeda.
"Tiap 10 bulan ganti pelatih, itu tidak akan efektif.
Bandingkan dengan Singapura yang menggunakan Radojko Avramovic selama 8 tahun, hasilnya mereka tiga kali juara Piala AFF," kata Bepe.
Seringnya timnas Indonesia berganti pelatih juga dinilai sebagai sebuah pola kerja yang salah.
Menurutnya, yang terpenting saat ini adalah menetapkan target yang jelas sebagai patokan perjalanan timnas Indonesia ke depannya.
Baca Juga: Maverick Vinales Ingin Terus Bersaing dengan Valentino Rossi
Harapannya, dengan adanya target tersebut, skuad Garuda dapat mengetahui jalan mana yang harus dipilih untuk meraihnya.
"Artinya yang paling penting adalah bagaimana kita membuat sistem, target, dan pola kerja yang harus kita ikuti dengan jelas. sehingga pada akhirnya kita mendapatkan yang kita inginkan," ujarnya.
"Saya selalu berkeyakinan bahwa talenta pesepak bola di Indonesia selalu lebih baik dibanding negara manapun di Asia."
"Tapi yang membuat kita tidak pernah menjadi sebuah tim adalah pola pikir dan pola kerja kita yang bermasalah," tandasnya.
Editor | : | Hugo Hardianto Wijaya |
Sumber | : | YouTube |
Komentar