BOLASPORT.COM - Kerja keras para pemain meraih clea nsheet pada babak pertama kontra Vietnam menjadi sia-sia hanya karena buah pikiran Shin Tae-yong yang terobsesi bermain teka-teki.
Shin Tae-yong terhitung mampu menjawab tantangan awal publik Indonesia.
Ia membawa timnas U-19 Indonesia ke Kroasia dengan mengubah gaya hidup pemain serta membawa hasil menjanjikan melawan tim-tim Eropa.
Sayang sekali, kita tidak bisa menyaksikan hasil kerja Shin Tae-yong bersama para pemain belia itu karena pandemi COVID-19 kadung membatalkan Piala Dunia U-20 2021.
Pelatih asal Korea Selatan itu kini menangani timnas senior yang sudah pupus harapannya di Kualifikasi Piala Dunia 2022.
Baca Juga: Indonesia Berdosa Besar jika Biarkan Ezra Walian Tak Dapat Perkuat Timnas
Dalam proses pembentukan tim, rezim Shin sungguh berkebalikan dari pendahulunya, Simon McMenemy.
Pada era Simon McMenemy, para pemain Indonesia sedang menjalani musim terpadat dengan menjalani 34 laga sejak pekan terakhir Mei hingga pekan ketiga Desember 2019.
Tak ada jeda bernapas, padahal timnas Indonesia memiliki lima pertandingan kualifikasi selama kurun waktu itu.
Grup G yang terlihat mudah atau lebih tepatnya familiar menjadi kuburan lantaran para pemain mengalami burnout dan tim tak mendapatkan waktu mencukupi untuk bersiap.
Timnas Indonesia menelan lima kekalahan, yang diwarnai bongkar pasang pemain dan pemain naturalisasi yang tak menginspirasi.
Dilihat secara adil, Simon dipecat oleh federasi yang tak pernah memberinya waktu.
Shin mengalami nasib sebaliknya. Para pemainnya menjalani nol pertandingan selama lebih dari satu tahun.
Kompetisi Indonesia tak bisa bergulir karena pandemi, membuat pemain kehilangan rasa kompetitif dan kemerosotan fisik.
Baca Juga: Gebrakan Baru Ala Shin Tae-Yong, Bisakah Pemain Muda Bicara di Level Senior?
Mengingat negara pesaing tetap menggelar kompetisi, Indonesia berarti tertinggal satu tahun dalam pengembangan sepak bola.
Terlalu banyak pertandingan bagi McMenemy dan tak ada kompetisi untuk Shin.
Kedua hal itu adalah cobaan yang tak akan ditemui pelatih timnas mana pun di dunia ini.
Sinyal bagus bersama timnas U-19 Indonesia membuat Shin Tae-yong percaya diri menerapkan metodenya di timnas senior.
Dalam dua laga uji coba lokal pada Maret, skema dasar 4-4-2 dipilih.
Para pemain mendapatkan peringatan keras untuk menjaga pola makan agar sanggup melahap latihan fisik standar dunia.
Saat tiga laga terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2022 semakin mendekat, Shin Tae-yong mulai menunjukkan obsesi bermain teka-teki.
Ia menganulir rencana penayangan laga uji coba Indonesia vs Oman, bahkan konon sampai mengancam timnya akan menarik diri jika laga tetap disorot kamera.
Di antara laga pemanasan kontra Afganistan dan Oman, Shin juga mengacak nomor punggung pemain.
Dua kebijakan Shin di atas jelas mengandung misi untuk merahasiakan dapur timnya demi membuat negara pesaing menebak-nebak bagaimana rupa Indonesia di tangan pelatih baru.
Baca Juga: Shin Tae-yong dan Target Sulit di Kualifikasi Piala Dunia 2022
Entah trik itu berhasil atau tidak, yang jelas Tim Garuda mampu mengimbangi Thailand pada laga perdana Kualifikasi Piala Dunia 2022 di bawah Shin Tae-yong.
Thailand yang memang tak diperkuat pemain utama dan terganggu infeksi COVID-19 sangat jarang menciptakan peluang bersih.
Indonesia juga terlihat sebagai tim yang memiliki rencana, yaitu bertahan dengan 4-4-2, serta mengandalkan Egy Maulana Vikri dan Asnawi Mangkualam di sisi kanan untuk menyengat.
Seburuk apa pun Thailand pada laga itu, mereka tetap tim lebih baik dan Indonesia tampak cuma mampu bertahan, mungkin hanya berharap agar bola tak masuk gawang.
Bagaimanapun, taktik yang dipilih Shin terlihat bekerja walau bolong di sana-sini.
Sebelas awal saat melawan Thailand adalah tim terbaik yang bisa didapatkan Shin pada kesempatan kali ini.
Setidaknya mereka memiliki sistem untuk bertahan dan alat untuk menyerang meskipun minimalis.
Seharusnya hal itu cukup untuk membuat Shin menyetel mesin yang sama untuk laga kontra Vietnam.
Namun, Shin lagi-lagi menunjukkan obsesi kelewat batas untuk membuat lawan menebak-nebak.
Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman, dua pemain sayap dalam formasi 4-4-2, dua pemain dengan latar belakang Eropa, tak dimainkan sejak menit awal.
Bisa diduga langkah itu bertujuan mengejutkan Park Hang-seo, koleganya di seberang area teknik, ketimbang atas alasan dua pemain itu yang baru sembuh dari cedera.
Baca Juga: Pengamat: Timnas Indonesia hanya Kuat, tapi Level Jauh di Bawah Vietnam
Kejutan Shin memainkan dua sayap baru dalam diri Osvaldo Haay dan Yakob Sayuri bisa dibilang sukses, tetapi bisa pula dibilang gagal.
Dua pemain itu menunjukkan kedisiplinan untuk melakukan track back dan mempertahankan shape.
Akan tetapi, sentuhan dua winger terbaik Piala Menpora 2021 itu tentu berbeda dari mereka yang menimba ilmu di Eropa.
Osvaldo dan Yakob tak bisa berkontribusi pada fase penyerangan.
Bongkar pasang lain yang dilakukan Shin adalah memainkan Rachmat Irianto sebagai gelandang, mengisi tempat Kadek Agung yang cedera pada laga sebelumnya.
Irianto barangkali memiliki atribut bertahan lebih baik mengingat dirinya adalah seorang bek tengah, untuk menangani Vietnam yang memiliki organisasi penyerangan lebih baik ketimbang Thailand.
Namun, ia tak menawarkan operan dan pergerakan vertikal sebagaimana gelandang betulan.
Melawan Vietnam, taktik bertahan 4-4-2 memang berjalan sesuai rencana saat bertahan.
Baca Juga: Indonesia Main Kotor Lawan Vietnam, Shin Tae-yong: Bukan Instruksi Saya, Murni Keinginan Pemain
Para pemain terlihat disiplin, walau Shin mengakui ada dendam di final SEA Games 2019 yang membuat anak asuhnya mudah menggasak kaki lawan.
Osvaldo dan Yakob bisa menjalankan tugas bertahan, tetapi dua pemain itu tak bisa menyerang di level ini.
Shin menyadari impotensi itu dan memasukkan Egy serta Witan tepat pada sepak mula babak kedua.
Dampak dua pemain itu langsung terasa, terbukti dengan peluang pertama Indonesia melalui tendangan voli Egy semenit setelah ia berada di lapangan.
Dari titik ini, jalan nasib Indonesia berada di persimpangan.
Mereka bisa bertahan dengan rapi seperti 45 menit pertama, terlebih kini telah meng-upgrade dua sayap.
Sebaliknya, mereka bisa juga terlena dan melepaskan fokus karena para pemain Eropa telah turun gunung.
Yang terjadi ternyata adalah skenario kedua.
Gol pertama Vietnam terjadi dari situasi yang seharusnya dilakukan Indonesia untuk mencari peluang: serangan balik.
Kebobolan kedua yang didapatkan dari tembakan jarak jauh menguak bahwa bentuk 4-4-2 mulai kendor.
Nguyen Quang Hai sanggup melepas tembakan lantaran dua gelandang tengah, Irianto dan Abimanyu, tak berada di posisinya.
Dasar tim minim pengalaman, gol ketiga dan keempat segera hadir untuk menggambarkan putus asanya para pemain.
Tanpa gol di babak pertama lalu kebobolan setelah turun minum.
Shin perlu konsisten, bahwa merotasi pemain tak bisa didasarkan pada hasrat mengelabui kolega, apalagi kualitas materi pemain pelapis jauh di bawah pemain utama.
Eksperimen Shin memasang pemain C dan D, padahal Indonesia bisa jauh lebih baik jika memainkan pemain A dan B, terbukti menjadi pemicu kejatuhan pada babak kedua kontra Vietnam.
Kerja keras para pemain meraih clean sheet pada babak pertama menjadi sia-sia hanya karena buah pikiran sang pelatih yang terobsesi bermain teka-teki.
Editor | : | Dwi Widijatmiko |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar