BOLASPORT.COM - Mengakhiri paceklik gelar hampir selalu menjadi tema perjuangan pasangan ganda putra nomor satu Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, jelang Kejuaraan Dunia karena catatan minor mereka. Namun, faktanya mereka bukan satu-satunya yang mengalaminya.
Ada anggapan bahwa diubahnya Kejuaraan Dunia dari semula turnamen triennial hingga kini menjadi tahunan telah menurunkan prestise dari kejuaraannya.
Tantangan yang dihadapi pemain tak lagi sama ketika kesempatan untuk berburu gelar tertinggi datang berulang-ulang dalam kariernya.
Untuk alasan yang sama medali emas Olimpiade, diselenggarakan empat tahun sekali, masih dianggap sebagai prestasi tertinggi yang bisa dicapai pemain tepok bulu.
Meski begitu, menjadi juara dunia bulu tangkis nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Pemain yang mendapat cap "terbaik" pun tak selamanya menang.
Jawara seperti Lee Chong Wei, Lee Yong-dae, Tai Tzu Ying, hingga Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo belum berhasil menaklukkan Kejuaraan Dunia walau berkali-kali mencoba.
Status unggulan pertama memang tak selalu menjadi jaminan untuk turnamen kelas 1 BWF (Federasi Bulu Tangkis) ini.
Menilik lima edisi terakhir Kejuaraan Dunia, hanya ada delapan medali emas yang dimenangi unggulan pertama dari 25 keping yang tersedia di semua sektor.
Jika dihitung maka persentase unggulan pertama menjadi juara dunia hanya 32 persen. Jauh dari kondisi absolut.
Baca Juga: Kejuaraan Dunia 2022 - Saat Ganda Putri Indonesia dan Malaysia Beriringan Kejar Target Sama
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | BWFBadminton.com |
Komentar