BOLASPORT.COM - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur memberikan klarifikasi perihal penembakan gas air mata pada kericuhan dalam laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Duel Arema FC vs Persebaya pada pekan ke-11 Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Malang, Sabtu (1/2/2022), berakhir rusuh.
Arema FC selaku tim tuan rumah mengakhiri laga bertajuk derbi Jawa Timur tersebut dengan kekalahan. Singo Edan takluk 2-3 dari Persebaya.
Hasil ini sekaligus mencoreng sejarah Arema FC yang telah berlangsung lebih dari dua dekade.
Persebaya untuk kali pertama menang atas Arema FC di Stadion Kanjuruhan setelah penantian 23 tahun.
Tak pelak, kekalahan di markas sendiri memicu kekecewaan suporter tuan rumah hingga
kericuhan terjadi.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Minta Tragedi Horor Stadion Kanjuruhan Diusut Tuntas
Suporter yang tidak terima hasil pertandingan turun ke lapangan dan merusak segala fasilitas di stadion berkapasitas 45.000 penonton tersebut.
Beberapa kelengkapan stadion disebut mengalami kerusakan seperti videotron, pagar stadion, dan beberapa kursi.
Guna meredam situasi agar tidak semakin memanas, penembakan gas air mata pun dilakukan.
Dilansir dari Kompas.com, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengatakan bahwa penembakan gas air mata terhadap oknum suporter di atas tribune sudah sesuai dengan prosedur.
Hal itu sebagai upaya menghalau serangan oknum suporter yang merangsek turun ke lapangan dan berbuat anarkistis.
"Para suporter berlarian ke salah satu titik di Pintu 12 Stadion Kanjuruhan."
"Saat terjadi penumpukan itulah, banyak yang mengalami sesak napas," ungkapnya dalam konferensi pers di Mapolres Malang, Minggu (2/10/2022) pagi.
Namun, Nico menjelaskan bahwa dari sekitar 42.288 suporter yang memenuhi tribune, tidak semuanya turun ke dalam lapangan.
Dia menyayangkan aksi nekat oknum suporter yang sengaja membuat kekacauan hingga mengancam tim Arema FC dan Persebaya.
"Seandainya suporter mematuhi aturan, peristiwa ini tidak akan terjadi. Semoga tidak terjadi lagi peristiwa semacam ini," ujarnya.
Menurut Nico, peristiwa itu bermula saat suporter Aremania merangsek turun ke lapangan dengan cara meloncati pagar karena tidak terima atas kekalahan timnya.
"Mereka turun dengan tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah," katanya.
Jajaran keamanan telah berupaya menghalau suporter tersebut, tetapi gelombang pendukung yang turun ke lapangan terus mengalir.
"Terpaksa jajaran keamanan menembakkan gas air mata," tuturnya.
Baca Juga: Menpora Prihatin dengan Kericuhan di Laga Arema FC Vs Persebaya yang Memakan Ratusan Korban
Penembakan gas air mata oleh pihak Kepolisian ke arah tribune penonton di Stadion Kanjuruhan menjadi perdebatan di media sosial
Dalam Regulasi FIFA soal Keselamatan dan Keamanan Stadion, FIFA menyebutkan penggunaan gas air mata atau gas pengendali massa dilarang.
Larangan soal penggunaan gas air mata itu tertulis pada Bab III tentang Stewards, pasal 19 soal Steward di pinggir lapangan
Akan tetapi, penembakan gas air mata tetap terjadi pada kerusuhan seusai laga Arema FC vs Persebaya.
Gas air mata diduga menjadi penyebab utama suporter berjatuhan hingga berujung meninggal dunia.
Mereka berlarian sampai terinjak-injak dan menumpuk di pintu stadion hingga mengalami sesak napas.
Akibat insiden ini, ada 127 korban meninggal dunia, dua di antaranya anggota Kepolisian.
"Dari jumlah itu, 34 orang tewas di Stadion Kanjuruhan dan 93 orang lainnya meninggal dunia di rumah sakit," katanya.
"Kemudian, ada 13 kendaraan mengalami kerusakan akibat amukan massa suporter Aremania pada kesempatan itu. Sebanyak 10 mobil dinas Polri, yang terdiri dari mobil Brimob, K-9, dan 3 di antaranya mobil pribadi," kata Nico.
Editor | : | Dwi Widijatmiko |
Sumber | : | kompas |
Komentar