BOLASPORT.COM - Media asal Amerika Serikat menyalahkan sikap Polisi yang menurut mereka menjadi penyebab tingginya korban.
Dilaporkan sekitar 131 orang dan 40 diantaranya anak-anak telah tewas dalam tragedi kerusuhan di Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022).
Kerusuhan tersebut terjadi setelah berakhirnya laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Media besar Amerika Serikat, Washington Post sudah merilis laporannya terkait tragedi memilukan yang menewaskan ratusan fans tersebut.
Investigasi media tersebut berbasis 100 video amatir dan wawancara dengan 11 saksi peristiwa untuk menganalisis kontrol massa pada Tragedi Kanjuruhan.
Media tersebut menyimpulkan tembakan gas air mata bertanggung jawab atas kematian ratusan fans tersebut.
Tercatat menurut tayangan yang dihimpun oleh Washington Post, ada kurang dari 40 peluru gas air mata yang ditembakkan ke kerumunan di tribun dalam waktu 10 menit.
"Penembakan sedikitnya 40 amunisi ke arah kerumunan dalam rentang waktu 10 menit," tulis Washington Post.
"Yang melanggar protokol nasional dan pedoman keamanan internasional untuk pertandingan sepak bola."
"Membuat penggemar mengalir ke pintu keluar. Amunisi termasuk gas air mata, flash bang dan flare," lanjut Washington Post.
Baca Juga: Luis Milla Beri Waktu Libur Demi Jaga Mental Pemain Persib Bandung
Apalagi gas air mata sendiri dilarang penggunaannya dalam pengamanan pertandingan sepak bola.
Akhirnya banyak fans yang terinjak-injak sampai mati atau terjepit diantara dinding dan pintu baja karena beberapa jalan keluar telah ditutup.
Menurut laporan Washington Post, Kepolisian Republik Indonesia belum menanggapi komentar dari mereka.
Menurut Washington Post, terungkap bahwa penggunaan gas air mata oleh polisi sebagai respon atas masuknya ratusan fans ke lapangan.
Hal ini diperparah oleh terkuncinya sejumlah pintu menurut laporan dari beberapa saksi mata.
Baca Juga: Polri Segera Mengumumkan Tersangka Tragedi Kanjuruhan
Tragedi ini jadi yang terparah dalam sejarah pengendalian massa di Indonesia yang pernah tercatat.
Clifford Stott, pakar asal Keele University di Inggris menyebut bahwa Tragedi Kanjuruhan tersebut merupakan kesalahan polisi sepenuhnya.
Kesalahan tersebut terjadi saat pihak kepolisian tetap memaksa menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Dalam hal ini diperparah pihak Kepolisian tidak memperhatikan pintu keluar yang masih terkunci.
"Menembakkan gas air mata ke tribun penonton saat gerbang terkunci kemungkinan besar tidak akan menghasilkan apa-apa selain korban jiwa dalam jumlah besar. Dan itulah yang terjadi," ujar Clifford Stott dilansir BolaSport.com dari Washington Post.
Sebelumnya, Kapolda Jawa Timur Irjen (Pol.) Nico Afinta sudah meminta maaf atas kesalahan pengamanan dalam Tragedi Kanjuruhan.
Editor | : | Bagas Reza Murti |
Sumber | : | Washington Post |
Komentar