BOLASPORT.COM - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan sejumlah fakta di balik Tragedi mematikan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Salah satunya mengenai gas air mata.
Seperti diketahui, Tragedi Kanjuruhan menjadi peristiwa paling mematikan dalam sejarah sepak bola Indonesia bahkan dunia.
Peristiwa tersebut terjadi seusai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022) malam WIB.
Dalam peristiwa memilukan tersebut, tercatat ada 132 orang yang meninggal dunia.
Salah satu penyebab adanya kematian para suporter tersebut adalah adanya penembakan gas air mata.
Selain itu, kesalahan rencana pengamanan juga mendapatkan sorotan dari publik.
Tentu, dua hal itu diamini oleh LPSK pada konferensi pers yang dihadiri para awak media termasuk BolaSport.com pada Kamis (12/10/2022) secara daring.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan bahwa pelaksaan saat hari kejadian tidak sesuai dengan rencana pengamanan yang sudah disusun Kapolres Kabupaten Malang.
Menurut rencana pengamanan, aparat keamanan seusai laga wajib melaksanakan tahap keempat yaitu mengelilingi lapangan untuk menghadap penonton di tribun.
Namun dalam tayangan ulang yang didapatkan oleh LPSK, aparat keamanan sudah terkonsentrasi di satu titik sehingga gagal mencegah suporter untuk masuk ke lapangan.
Baca Juga: Ketua Komdis PSSI Membenarkan Bahwa Ketua Panpel Arema FC Pernah Mendapatkan Sanksi
"Itu diangka (tahap) empat, dikutip dari rencana pengamanan, penonton yang masuk ke lapangan itu ada cara bertindak," ujar Edwin Partogi Pasaribu.
"Pasukan di ring 1 mengelilingi lapangan menghadap penonton, nah tadi kita lihat setelah peluit panjang, pasukan ring 1 khususnya di tribun timur sudah meninggalkan posisi penjagaannya."
"Steward sudah tidak menghadap penonton sebelumnya dan terkonsentrasi di foto ini, itu yang sepertinya memberikan ruang yang luas bagi penonton masuk ke lapangan dari tribun 8 atau 9," ujarnya.
Selain itu, LPSK juga menyebut bahwa Kepolisian tidak menulis tentang peralatan yang dilarang dibawa saat melakukan pengamanan.
Kapolres Kabupaten Malang juga melarang penggunaan senjata api, namun tidak melarang adanya senjata gas air mata.
Selain itu, Kapolres juga sempat memerintahkan aparat untuk tidak melakukan kekerasan yang berlebihan.
Baca Juga: AFC Siap Bantu PSSI Benahi Kompetisi Sepak Bola Indonesia
Namun hal itu tidak terjadi pada tragedi di malam kelam tersebut saat aparat terbukti banyak melakukan kekerasan berlebihan ke massa.
"Apabila kita membaca dokumen rencana pengamanan, kita tidak menemukan alat apa saja yang disiapkan untuk dibawa aparat yang bertugas, termasuk tidak ditemukannya adanya pembolehan gas air mata," ujar Edwin Partogi Pasaribu.
"Dalam rencana pengamanan yang ada itu tidak diuraikan alat-alat pengamannnya apa saja. Kalau peralatannya ada, kendaraan ada, satuannya ada yang memberikan dukungan keamanan, ada 2034 yang membantu pengamanan dalam penyelenggaraan pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya malam itu."
"Dari 2034 itu tidak hanya TNI/Polri, tapi juga dari aparat sipil termasuk dari Satpol PP, Dishub, BPBD, termasuk Steward yang tercatat ada 200 personil."
"Dalam arahan Kapolres melarang penggunaan senjata api, juga tidak memperbolehkan adanya kekerasan yang sifatnya eksesif (berlebihan)," lanjutnya.
Saat ditemui oleh pihaknya, Wakil Ketua LPSK itu mengaku bahwa Kapolres tidak mengetahui adanya pelarangan penggunaan gas air mata dalam aturan FIFA.
"Namun, dalam arahan Kapolres tersebut tidak kita dengar larangan gas air mata, ketika dalam bertemu dengan Kapolres juga mengakui tidak mengetahui aturan FIFA tentang pelarangan gas air mata," kata Edwin Partogi Pasaribu.
Editor | : | Metta Rahma Melati |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar