BOLASPORT.COM - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membeberkan kronologi pembatalan otopsi jenazah oleh seorang ayah korban Tragedi Kanjuruhan.
Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam mengatakan, pengajuan otopsi diminta ayah korban bernama Devi Athok pada 10 Oktober 2022.
Baca Juga: PSIS Semarang Beri Waktu Sebulan untuk Eks Lazio Buktikan Diri
Anam menerangkan, Athok berniat untuk melakukan otopsi jenazah kedua putrinya untuk kedua kalinya.
Hal ini bertujuan agar Athok mengetahui penyebab pasti kematian dua buah hatinya.
"Karena ingin tahu kenapa kedua putrinya meninggal. Apalagi melihat kondisi jenazahnya, wajahnya menghitam ininya (bagian dada) menghitam. Itu yang ingin dia tahu makanya beliau bersemangat untuk melakukan otopsi," ujar Anam dikutip dari kompas.com, Jumat (21/10/2022).
Namun, belum selesai pengurusan administrasi permintaan tanda tangan Kepala Desa sebagai pihak yang mengetahui, Athok tiba-tiba didatangi polisi.
Kata Anam, Athok menyebut tidak hanya sekali dirinya didatangi pihak kepolisian setelah mengajukan otopsi dua jenazah putrinya.
Pertama, Athok ditemui polisi pada 11 Oktober 2022, sehari setelah surat pengajuan otopsi diterima.
Ketika itu, polisi berjumlah empat orang mengujungi kediamannya.
"Nah, pak Athok juga kaget, dia merasa bahwa itu (pengajuan otopsi) masih draft kok ini sudah (menyebar) ke mana-mana," kata Anam menceritikan.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan - Polisi Disebut Lakukan Pengaburan dan Penghambatan Pengungkapan Fakta
Athok kemudian menghubungi pengacara yang mendampinginya membuat surat pernyataan otopsi.
Akan tetapi, Athok tidak mendapat jawaban apapun dari pengacaranya sehingga membuatnya semakin resah.
"Beberapa komunikasi Pak Athok dan polisi di tanggal 11 Oktober itu juga banyak, itu satu, membuat kekhawatiran membuat ketidaknyamanan di pak Athok," ujar Anam.
Dalam surat persetujuan itu disepakati otopsi akan dilakukan pada 20 Oktober 2022.
Meski kaget didatangi polisi, Athok tetap menandatangani surat tersebut.
Baca Juga: PSSI Gelar Rapat Bersama Satgas Transformasi Sepak Bola Indonesia
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 17 Oktober, polisi kembali mengunjungi rumah Athok.
Kali ini, personel kepolisian yang datang lebih banyak lagi yakni sebanyak tujuh orang didampingi camat dan kepala desa setempat.
Athok kemudian menghubungi pendamping hukum, tetapi pendamping hukumnya tak bisa datang.
Saat Komnas HAM menanyakan apakah ada intimidasi yang diterima Athok, ia menjawab tidak ada intimidasi yang diterima.
"Jadi tidak ada intimidasi dalam proses ini. Dia juga heran kok ada kata-kata intimidasi? Dia mengatakan dia tidak pernah mengatakan intimidasi, itu yang juga kami tanya," ujar Anam.
Namun, pada akhirnya keluarga memutuskan untuk membatalkan otopsi setelah peristiwa kedatangan polisi berulang-kali.
Komnas HAM menyimpulkan, perlu ada pembahasan lebih transparan antara Athok dan kepolisian agar tidak menganggu proses otopsi.
"Jadi sekali lagi ini refleksi kita semua, buatlah nyaman, buatlah aman korban, di tengah proses trauma ini. Ayo kita semua berkomunikasi dengan baik antar semua pihak agar korban yang sudah berkomitmen terhadap pencarian keadilan itu merasa nyaman dan dia yakin akan prosesnya," kata Anam.
View this post on Instagram
Editor | : | Bagas Reza Murti |
Sumber | : | kompas |
Komentar