BOLASPORT.COM - Marcus Fernaldi Gideon lebih dari sekadar prestasi tinggi bersama Kevin Sanjaya Sukamuljo. Kesediannya untuk meniti jalan terjal turut menjadi warisan berharga.
Marcus Fernaldi Gideon mengumumkan pensiun dari kompetisi bulu tangkis profesional pada Sabtu (9/3/2024).
Pernyataan ini menutup karier badminton Marcus yang telah dimulai sejak usia 9 tahun. Marcus sendiri, tepat saat menyatakan pensiun, berusia 33 tahun.
Mengenal tepok bulu dari ayahnya yaitu Kurniahu Gideon, mantan pebulu tangkis nasional, sosok yang akrab disapa Sinyo ini sukses menutup kiprahnya dengan berbagai pencapaian.
Marcus hampir meraih semua pencapaian tinggi seperti medali emas Asian Games, All England, peringkat satu dunia, hingga Thomas Cup.
Tentunya, publik lebih mengenal Marcus semasa meraih kesuksesan besar bersama Kevin Sanjaya Sukamuljo.
Duet berjuluk Minions ini menguasai persaingan di ganda putra selama tiga tahun lebih hingga bertengger selama 226 pekan di peringkat teratas ranking dunia BWF.
Akan tetapi, di balik semuanya itu, ada perjuangan panjang yang dilalui Marcus. Jalan hidupnya sejak awal rupanya tidak mudah karena dia dipandang sebelah mata.
Baca Juga: BREAKING NEWS - Akhir dari Sebuah Era, Marcus Fernaldi Gideon Pensiun
"Semasa saya kecil bahkan guru saya pun mengganggap saya 'madesu' atau masa depan saya suram," ungkap Marcus dalam kalimat perpisahannya di Instagram.
"Saya dianggap sebelah mata karena postur tubuh yang tidak tinggi dan bahkan prestasi saya boleh dikatakan 'biasa' saja jika dibandingkan dengan kawan-kawan saya lain."
Diragukan, Marcus tidak pernah tinggal diam.
Salah satu keputusan nekat diambil saat dia keluar dari Pelatnas pada 2013 karena tidak dikirim ke All England Open sementara rekannya yang peringkatnya lebih rendah didaftarkan.
Harus bermain secara independen di usia 22 tahun tak membuat Marcus ngeri. Pembuktian pun berhasil diraihnya dengan pencapaian bersejarah bersama mendiang Markis Kido.
Duet Markis/Marcus membuat sensasi saat menjuarai French Open 2013, turnamen Superseries. Padahal, tak cuma datang sebagai underdog, mereka memulai dari babak kualifikasi!
Demikian juga saat menapaki prestasi tinggi dengan Kevin, Marcus tidak benar-benar berpangku tangan dan tetap berjuang.
Berpasangan dengan Kevin yang punya bakat lebih besar, pemain jebolan PB Tangkas dan Jaya Raya itu rela berlatih lebih keras untuk mengimbangi.
"Dia (Kevin) sangat terampil dari sudut pandang saya," ujar Marcus dalam podcast The Badminton Experience bareng Anders Antonsen dan Hans-Kristian Solberg Vittinghus.
"Jika saya harus melatih sesuatu selama delapan jam, saya pikir dia cukup melakukannya lima jam. Dengan keterampilan seperti saya, saya harus berlatih lebih banyak"
"Sementara bagi dia tak masalah, dia hanya perlu mengikuti instruksi pelatih dan sudah berada di level terbaik. Tidak semua orang punya kemampuan seperti dia."
Semangat juang Marcus yang di atas rata-rata juga diperlihatkannya saat mencapai lima final beruntun pada akhir tahun 2021 walau dengan kondisi tidak fit.
Minions menembus final French Open, Hylo Open, serta triple header Indonesia Masters, Indonesia Open, dan World Tour Finals di Bali. Dua gelar di Hylo dan Indonesia Open mereka raih.
Marcus sendiri saat itu mengalami otot perut. Setelah diperiksa lebih lanjut, rupanya cederanya lebih serius karena ada tulang yang tumbuh di pergelangan kaki.
Cedera di kedua pergelangan kaki itu memerlukan dua kali operasi yang dijalani Marcus dalam waktu berbeda pada 2022 dan 2023.
Marcus tidak main-main soal pemulihannya demi bisa kembali bertanding secara prima.
Dua kali dia bertolak ke Portugal demi bisa ditangani dokter spesialis ortopedi, Niek Van Dijk, yang punya rekam jejak dengan atlet kelas dunia, termasuk Cristiano Ronaldo.
"Kalau untuk mengembalikan QOL (quality of life) seperti jalan normal menurut saya pribadi di Indonesia sudah mencukupi," kata istri Marcus, Agnes Amelinda Mulyadi, saat itu.
"Permasalahannya adalah pasien kali ini adalah atlet yang masih aktif bermain dan masih ingin berkarier pada masa depan."
"Jadi pasti kita mematok target up to 95 persen recovery bukan cuma sekedar 'bisa jalan'. Dalam konteks ini saya tidak merendahkan para spesialis di Indonesia."
Sayangnya, rencana Marcus untuk kembali ke lapangan tidak semudah yang dikira.
Kesempatan bermain Kevin tidak tersedia saat sang partner memutuskan untuk mencoba tampil bersama Rahmat Hidayat, pemain muda.
Marcus lantas mencoba peruntungannya bersama Muhammad Rayhan Nur Fadillah yang notabene merupakan tandem Rahmat.
Baca Juga: Kebesaran Hati Marcus Gideon Saat Ucapkan Ikhlas Pisah Permanen dengan Kevin Sanjaya
Duet Marcus/Rayhan sayangnya kurang maksimal karena keduanya sama-sama pemain belakang. Demikian juga dengan Kevin/Rahmat yang sejatinya sama-sama pemain depan.
Harapan untuk melihat Minions lagi sejak penampilan terakhir di Singapore Open 2023 pada Juni silam muncul kembali saat keduanya masih masuk dalam daftar pemain Pelatnas PBSI.
Akan tetapi, tidak ada tanda-tanda reuni dari eks ganda putra nomor satu ini. Pada akhir Februari lalu keduanya bahkan diketahui belum menjalani latihan di Cipayung.
Akhirnya, keputusan pensiun Marcus menjadi jawaban. Era Minions telah selesai.
Terlepas dari semua itu, karakter pejuang Marcus seharusnya menjadi panutan bagi para pemain yang saat ini masih mewakili Indonesia.
Faktor daya juang menjadi sentilan terhadap para pemain setelah pencapaian minor yang terjadi sepanjang tahun ini.
Kendati punya deretan pemain top, Indonesia kesulitan untuk sekadar melihat salah satu wakil bertahan hingga babak semifinal dalam turnamen-turnamen yang diikuti.
Sektor ganda putra yang tadinya menjadi andalan pun turut mengalami krisis dengan hanya ada satu gelar yang diraih dalam 12 bulan terakhir!
Pekan ini, tren negatif masih terjadi. Hanya satu wakil di semifinal French Open dari 13 yang berangkat ke turnamen World Tour Super 750 itu.
Kabid Pembinaan dan Prestasi PBSI yang baru, Ricky Soebagdja, mengeluarkan unek-uneknya.
"Saya sangat kecewa dengan beberapa pemain karena dengan persiapan yang baik tapi penampilannya tidak maksimal," katanya dalam siaran pers dari PBSI.
"Semestinya ini tidak terjadi. Kendalanya yang paling kentara adalah daya juang di lapangan yang sangat kurang. Jiwa tidak mau kalah, jatuh bangun di lapangan tidak diperlihatkan."
"Padahal itu yang kami harapkan karena secara persiapan sudah maksimal."
Ricky yakin para pemain punya kemampuan teknis yang mumpuni. Analis Performa Tim Ad Hoc Olimpiade Paris, Nanang Himawan Kusuma, malah mencatat adanya peningkatan.
Akan tetapi, masalah non-teknis ini masih belum ketahuan penyebabnya serta solusinya.
"Saya mendapat laporan dari pak Nanang Kusuma sebagai performa analisis bahwa teknis dan fisik anak-anak ada peningkatan," ucap Ricky yang juga mantan jawara ganda putra.
"Contoh dari ganda putra Leo/Daniel dan Bagas/Fikri, kemampuannya belum keluar semua, main juga belum capek, harusnya mereka bisa memberikan performa yang lebih baik."
"Bagaimana atlet dan pelatih saat bertanding bisa menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi."
"Atlet bisa cepat mencari solusi dan pola untuk keluar dari tekanan, pelatih pun harus bisa memberikan motivasi dan arahan yang tepat dan cepat saat terjadi kebuntuan."
"Di luar lapangan, yang paling penting adalah komitmen dan fokus mereka untuk mengejar poin dan prestasi. Yang lain itu harusnya nomor sekian."
"Saya ingin keterbukaan jadi apa yang menjadi kurang bisa disampaikan ke tim pendukung untuk di-support baik ke atlet ataupun pelatih."
"Dengan waktu yang sempit menuju All England, saya harap semua bisa memperbaiki lagi penampilannya," ucapnya dengan tegas.
Baca Juga: Ini Alasan PBSI Belum Bisa Pastikan Raihan Medali Bulu Tangkis pada Olimpiade Paris 2024
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar