SATU demi satu keping emas dikalungkan ke lehernya. Pria itu masih tak percaya ketika prestasi luar biasa diukirnya justru dengan kondisi fisik yang sangat terbatas.
Guntur. Itulah sosok yang mencuri perhatian di ASEAN Para Games IX/2017.
Tak tanggung-tanggung, Guntur mempersembahkan lima medali emas untuk tim renang Indonesia yang digelar di Malaysia itu.
Guntur awalnya bukanlah seorang difabel. Anak ketiga dari tujuh bersaudara pasangan Haji Santer dan Hajah Suwarni ini lahir di Balikpapan, Kalimantan Timur, 12 Oktober 1983, dalam kondisi fisik sempurna.
Tak terlintas sedikit pun di benak Guntur harus menjalani hidup dengan kondisi fisik saat ini, tanpa tangan kiri secara utuh.
Kehilangan tangan kiri itu dialami anak nelayan ini tahun 2000 ketika melaut. Guntur mengalami kecelakaan kapal motor di Kalimantan Timur, tangan kirinya tergiling mesin kapal nelayan.
Di usia yang masih sangat muda, 17 tahun, mental Guntur hancur. Guntur meratapi kondisi fisiknya itu berbulan-bulan.
Guntur tak bisa menerima kenyataan hidup dan menilai Tuhan tak adil terhadapnya. Namun, berkat dorongan dari orang-orang sekelilingnya, terutama keluarga, Guntur mulai bangkit.
Guntur bangkit dengan memanfaatkan kemampuan renangnya. Guntur akhirnya tampil di Pekan Paralimpik Nasional tahun 2008.
Ternyata, kemampuan renang Guntur tak berkurang, padahal hanya mengandalkan ayunan tangan kanannya. Malah dengan satu tangan pria yang bercita-cita menjadi pengusaha ini merasa bisa berenang lebih cepat dari sebelumnya kala memiliki dua tangan.
Editor | : | Jalu Wisnu Wirajati |
Sumber | : | BolaSport.com, kompas.com |
Komentar