Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Luis Milla Didepak PSSI karena Tak Bisa 'Diatur'?

By Taufan Bara Mukti - Senin, 3 Desember 2018 | 14:48 WIB
Ekspresi pelatih timnas U-23 Indonesia, Luis Milla saat anak asuhnya menghadapi timnas U-23 Hong Kong pada laga pamungkas Grup A sepak bola Asian Games 2018 di Stadion Patriot, Kota Bekasi, 20 Agustus 2018. ( HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLASPORT.COM )

Berdasarkan yang diketahui Rochy, Luis Milla adalah sosok yang bersih dan tak suka diintervensi.

"Setahu saya saat komunikasi dengan Bima Sakti, Luis Milla itu pelatih yang nggak bisa 'diatur'," ucap mantan pria kelahiran Maluku itu.

(Baca Juga: AFC Lakukan Blunder, Nama Indonesia Ada di Semifinal Piala AFF 2018)

"Kalau Milla nggak bisa diatur, berarti timnas kita menangan. Kalau timnas kita menangan, berarti orang-orang federasi nggak dapat duit," ujarnya.

Rochy Putiray menilai bahwa ada hal-hal yang tak bisa diatur oleh "orang federasi" saat timnas Indonesia dipegang oleh Luis Milla, hal yang membuat Garuda tak mau dipaksa kalah saat bertanding.

"Kan kalau taruhan kan kita harus kalah, bukan harus menang," ujar Rochy.

Rochy Putiray juga menyayangkan timnas Indonesia gagal di Piala AFF 2018 saat posisi pelatih dipegang oleh Bima Sakti, mantan asisten Luis Milla.

(Baca Juga: Mario Gomez Lempar Isyarat Bertahan di Indonesia, Persib atau Bali United?)

Rochy juga mempertanyakan apakah Bima Sakti bisa 'diatur' oleh "orang federasi" yang disebut di atas sehingga timnas tak berhasil di gelaran tersebut.

"Itu (kegagalan di Piala AFF 2018) yang bisa jawab cuma Bima. Dia bisa nggak 'diatur'?" ujar pria 48 tahun itu.

"Karena pada saat saya komunikasi dengan Bima, tidak seperti yang dia tunjukkan dalam pertandingan," tutur Rochy lagi.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Jurnalis olahraga senior, Weshley Hutagalung, mempertanyakan peran media dalam mengungkap dugaan pengaturan skor pada sepak bola Indonesia. Kurang aktifnya media dalam melakukan investigasi mendalam dinilai Weshley Hutagalung sebagai salah satu penyebab sulitnya pengungkapan praktik kotor ini. Pria yang akrab disapa Bung Wesh itu menilai pemberitaan media saat ini kerap luput untuk menyajikan 'why' dan 'how' terhadap suatu topik. "Saya jadi wartawan sejak 1996, pernah bertemu dengan beberapa orang pelaku sepak bola sampai wasit. Kasihan dari tahun ke tahun, federasi (PSSI) mewarisi citra buruk," kata Weshley Hutagalung dalam diskusi PSSI Pers di Waroeng Aceh, Jumat (30/11/2018). "Pertanyaannya, wartawan sekarang itu ingin mendengar yang saya mau atau yang saya perlukan? Kemudian muncul karya kita. Lalu masyarakat juga memilih (informasi)," ujarnya. Ditambahkannya, fenomena ini terjadi karena perubahan zaman terhadap gaya pemberitaan media akibat permintaan dan tuntutan redaksi yang kini mengutamakan kuantitas dan kecepatan. Pria yang wajahnya sudah akrab muncul sebagai pundit sepak bola pada tayangan sepak bola nasional ini sedikit memahami perubahan zaman, meski tetap mempertanyakan peran media. "Dulu kami punya waktu untuk investigasi dan analisis, sekarang tidak. Kemana aspek 'why' dan 'how' atas peristiwa ini?" tuturnya mempertanyakan. "Sekarang malah adu cepat. Ditambah lagi sekarang ada media sosial, sehingga media massa bukan lagi menjadi sumber utama informasi terpercaya," ucapnya miris. #pssi #journalist #sportjournalist #matchfixing

A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P