Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Bhayangkara Papua Football Festival 2017 telah berakhir pada Kamis (14/12). Rangkaian kegiatan yang digelar klub Bhayangkara FC bersama Polda Papua ini ditutup dengan laga antara Persipura All Star melawan tim gabungan Bhayangkara Papua Football Academy.
Laga ekshibisi inilah yang membuka memori manis soal kedahsyatan talenta-talenta sepak bola Papua.
Persipura All Star, yang akhirnya harus kalah dengan skor 1-3, diisi oleh para mantan pilar Mutiara Hitam dari berbagai era.
Buat sebagian orang, menyaksikan para eks pemain Persipura mungkin sudah biasa karena kabarnya mereka toh masih rutin menendang si kulit bundar.
Tetapi, bagi sebagian lagi, penampilan Persipura All Star di Stadion Mandala, Jayapura, malam itu merupakan hal istimewa.
(Baca Juga: Benhur Tomi Mano: Persipura Harus Kembali ke Jalur Juara)
Di antara semua eks Persipura, adalah Eduard Ivakdalam yang paling memukau.
Nama terakhir ini merupakan sosok istimewa dalam perjalanan sejarah Persipura.
Kaka Edu, begitu ia biasa dipanggil, mengenakan seragam kebesaran Merah Hitam milik Persipura selama 16 tahun sejak 1994. Delapan tahun di antaranya dilalui sebagai kapten tim.
Edu juga punya andil besar kala Persipura meraih gelar Liga Indonesia 2005 dan makhota ISL 2008-09.
Lelaki kelahiran Merauke tersebut masih memperlihatkan skill, ketenangan, visi bermain luar biasa, umpan terobosan ciamik, serta eksekusi tendangan bebas akurat.
Konsistensinya bergerak membuka ruang serta kengototan dalam duel merebut bola boleh jadi membuat sebagian orang tak percaya Edu bakal menginjak usia 43 tahun pada 19 Desember.
Dalam sebuah momen, penonton di Stadion Mandala dibuat bertepuk tangan dan berdecak kagum kala operan terobosan Edu dari sisi kanan pertahanan lawan membelah ruang di antara beberapa pemain BPFA dan sampai di kaki Stevie Bonsapia.
Pada kesempatan lain, Edu tak segan melakukan tekel merebut bola dari kaki lawan atau melompat melakoni duel bola atas.
Ia juga terlihat tak kalah dengan Osvaldo Haay, bintang muda Persipura dan timnas, yang memperkuat BPFA di laga tersebut. Hebatnya, aksi-aksi ini konsisten dilakukan hingga wasit meniup peluit akhir.
Pemain Persipura All Star lain pun tak mau kalah saing dengan pemain-pemain yang jauh lebih muda milik tim lawan.
(Baca Juga: Papua Mencari Perusahaan Peduli Sepak Bola Usia Dini)
Chris Yarangga masih memperlihatkan sentuhan-sentuhan yang membuatnya menorehkan 20 gol bagi Mutiara Hitam di Liga Indonesia 1995-1996.
Kecepatan Erol Iba tetap terlihat. Gerald Pangkali menunjukkan alasan mengapa klub 757 Kepri Jaya mengontraknya untuk Liga 2 musim 2017.
Sementara kualitas teknik Stevie Bonsapia juga masih terlihat.
“Mereka sudah tua, tetapi masih kencang saja. Lari mereka juga masih sangat ringan, padahal tubuh mereka sudah tidak ideal lagi,” tutur Jajang Mulyana, bek milik Bhayangkara FC, yang turut hadir dalam rangkaian acara Bhayangkara Papua Football Festival 2017.
Pergelaran ini pula yang boleh membuat yakin bahwa Papua masih belum akan berhenti melahirkan talenta bal-balan luar biasa.
Dalam turnamen U-12, yang melibatkan anak-anak dari 28 kabupaten di Papua, untuk pembentukan tim menuju Piala Danone, bocah asal Serui bernama Sandro Masoka mencuri perhatian banyak orang.
Dengan kostum bernomor 11 yang kebesaran karena tubuhnya memang sangat mungil, Sandro terlihat luar biasa kala menari-nari dengan bola di kakinya melewati hadangan pemain lawan dan mencetak gol.
Beberapa kali Sandro terjatuh saat berduel dengan lawan, namun setiap kali itu pula bocah yang kerap dipanggil "Messi" itu bangkit dan kembali bermain dengan kepercayaan diri penuh.
Suporter Persipura dan warga Papua mesti berharap bakat anak berusia 9 tahun itu terpelihara dengan baik.
(Baca Juga: Penerus Boaz Solossa Itu Bernama Sandro Masoka)
Saat ditanya soal klub yang diperkuatnya, meski menyebut bintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo, sebagai idolanya, Sandro menjawab tegas: “Persipura!”
Semoga mimpimu terkabul, Sandro Messi... eh, Sandro Masoka!