Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sepak bola Indonesia belum juga sembuh dari penyakit lamanya. Menjelang berakhirnya musim kompetisi 2018, dunia kulit bundar Tanah Air menampilkan wajahnya yang paling bopeng.
Kejanggalan dan hal-hal aneh pada ajang Liga 2 2018 mulai ditampilkan pada publik tanpa malu-malu.
Yang terkini, sejumlah skandal pengaturan skor, atau yang biasa disebut dengan match-fixing, mulai tercium oleh publik.
(Baca Juga: Kontrak Segera Berakhir, Gelandang Persib Banjir Tawaran dan Beri Isyarat kepada Manajemen)
Salah satu skandal dugaan pengaturan skor yang terjadi ini mencatut nama PSS Sleman dan Madura FC pada ajang Liga 2 2018.
Seperti diketahui, pada saat acara Mata Najwa yang disiarkan secara langsung Trans 7, Rabu (28/11/2018), manajer Madura FC Januar mengungkapkan adanya upaya pengaturan skor agar timnya mengalah pada PSS Sleman dalam laga babak penyisihan Wilayah Timur Liga 2 2018.
Baca Juga
Berikut BolaSport.com menyajikan empat skandal dan borok sepak bola yang pernah terjadi di Indonesia:
1. Seorang Petinggi Klub Todongkan Sepucuk Pistol kepada Wasit
Pesepak bola asal Belanda, Kristian Adelmund, buka-bukaan dengan media asal Belanda terkait sepak bola yang ada di Indonesia.
Kristian Adelmund merupakan bek asal Belanda yang pernah merumput di Indonesia bersama Persela Lamongan dan PSS Sleman.
Adelmund begitu jatuh hati dengan atmosfer sepak bola Indonesia karena dukungan-dukungan yang diberikan kepadanya.
Beberapa kali ia kembali ke Indonesia untuk sekadar berlibur.
(Baca Juga: Desak Edy Rahmayadi Mundur, Umuh Muchtar Sebut Kriteria Calon Ketum PSSI yang Layak)
Namun di balik semua itu, Adelmund juga mengungkapkan "borok" yang ada sepak bola Indonesia.
Seperti dilansir BolaSport.com dari Vice Sports, Adelmund pernah secara tiba-tiba tak dipekerjakan lagi oleh klub yang dibelanya.
"Semuanya berjalan baik dan para fan sangat menghargai saya, namun tiba-tiba saya dibuang tanpa belas kasihan," kata Adelmund dikutip BolaSport.com dari Vice Sports.
Adelmund juga mengaku bahwa korupsi masih jadi masalah utama di sepak bola Indonesia.
"Meski keadaan saat ini sudah membaik, korupsi tetap jadi masalah utama di sepak bola Indonesia."
"Sebagai contoh, saya pernah melihat bos lawan datang ke ruang ganti wasit dengan membawa pistol," ujar bek berusia 30 tahun tersebut.
"Anda tak perlu heran dengan hal seperti itu di Indonesia."
2. PSSI Diduga Korupsi Rp 720 M per Tahun
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengeluarkan data atas dugaan korupsi dana APBN dan APBD di tubuh PSSI serta sejumlah klub Liga Super Indonesia (LSI).
ICW menduga, dana yang dikorupsi setiap tahunnya mencapai Rp 720 miliar.
Angka itu dihitung dari dana yang disinyalir telah dikorupsi pengurus PSSI dan kepala daerah di seluruh wilayah Indonesia yang menjadi domisili klub sepak bola yang bernaung di bawah kompetisi PSSI.
Sekadar informasi, terdapat sekitar 30 klub Divisi Utama dan 18 klub LSI yang bermain dalam kompetisi yang digelar PSSI setiap tahunnya.
"Total kerugian 720 miliar," ujar peneliti muda ICW Apung Widadi kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/1/2011).
Apung mengatakan, data dugaan korupsi PSSI tersebut sudah diserahkan ke KPK.
"Untuk wilayah Semarang diperkirakan ada kerugian negara tahun 2004 hingga 2009 sebesar Rp 2,5 miliar," ungkapnya.
Modus yang digunakan dalam korupsi PSSI beragam dan selalu berganti setiap tahunnya.
Saat didesak untuk membuka data korupsi yang dilakukan PSSI di daerah lainnya, Apung enggan mengungkapnya.
Dia mengaku ICW akan terlebih dahulu melakukan studi kasus sebelum mengungkap data-data itu ke publik.
"Kita akan lakukan studi kasus dugaan korupsi PSSI di 10 daerah lainnya," ungkapnya.
3. Citra Buruk Wasit Indonesia
Seorang mantan wasit asal Indonesia, Nasiruddin, ternukti terlibat skandal pengaturan skor atau match-fixing pada ajang SEA Games 2015 di Singapura.
Nama Nasiruddin sontak menjadi sorotan akibat perbuatannya yang tidak terpuji itu. Hanya perlu waktu kurang dari dua bulan, Biro Investigasi Praktik Korupsi Singapura bisa mengungkap namanya sebagai orang yang terlibat pengaturan skor.
Menurut keterangan tim media PSSI di Jakarta, Rabu (22/7/2015), Nasiruddin adalah sosok yang akrab dengan persepakbolaan Indonesia. Dia pernah menjadi wasit Indonesia dari unifikasi PSSI 17 Maret 2013.
Keterlibatan Nasiruddin dalam praktik match-fixing pada SEA Games 2015 ternyata bukan pertama kalinya.
Sebab, pada SEA Games 1997 di Jakarta, dia juga terbukti beraksi. Kasus itu juga menyeret nama Djafar Umar yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Wasit PSSI pada 1998.
Dia terbukti menerima suap dan dilarang aktif di sepak bola selama 20 tahun.
Nasiruddin pernah dihukum larangan berkecimpung dalam sepak bola Indonesia selama 10 tahun.
Tetapi, ironisnya, mantan wasit tersebut kini terjerat yang kasus sama, dan oleh pengadilan Singapura divonis 30 bulan penjara.
Kasus yang menjerat Nasiruddin terjadi saat pertandingan babak penyisihan SEA Games 2015 di Singapura antara Malaysia dan Timor Leste pada 30 Mei.
Nasiruddin bersekongkol dengan dua orang lain menyuap direktur teknik Timor Leste, Orlando Marques Henriques Mendes, agar kalah dari Malaysia.
Imbalannya 11.000 dollar AS dan Malaysia menjadi pemenang dengan skor tipis 1-0.
Timnas U-23 Timor Leste pada 30 Mei lalu bertanding melawan Malaysia dan kalah 0-1.
Padahal, hampir di sepanjang pertandingan, Malaysia harus berlaga dengan 10 pemain setelah pengatur serangan, Nazmi Faiz Mansor, diusir wasit.
4. Sepak Bola Gajah PSIS Vs PSS
Sepak bola Indonesia kembali tercoreng setelah pertandingan Divisi Utama antara PSS Sleman dan PSIS Semarang di Stadion Sasana Krida, Sleman, Minggu (26/10/2014), diwarnai lima gol bunuh diri.
Lima gol bunuh diri itu diciptakan oleh kedua tim. Gol untuk PSS diciptakan oleh pemain-pemain PSIS, yakni Fadly Manan (90) dan Koemadi (90 dan 90+3).
Sementara itu, gol PSIS dihasilkan oleh gol bunuh diri pemain PSS, Hermawan (86) dan Agus Setiawan (88).
Pada menit-menit akhir, para pemain PSS tampak berkumpul dengan hanya memainkan bola di daerah pertahanannya sendiri.
Namun, bukannya ingin mencetak gol, pemain tersebut justru "menyelamatkan" gawang lawannya dengan mengeblok bola hasil tembakan pemain PSS ke gawangnya sendiri.
Entah apa yang ada di pikirannya, para pemain PSS pun akhirnya dua kali menceploskan bola ke gawangnya sendiri. Lebih parahnya lagi, unggul dua gol justru tidak membuat para pemain PSIS senang.
Mereka lalu "membalas" aksi tersebut dengan "ikut-ikutan" melakukan gol bunuh diri pada saat pertandingan sudah memasuki menit ke-90.
Pertandingan sempat dihentikan setelah beberapa pemain PSS tiba-tiba terjatuh tanpa alasan.
Beberapa pergantian pun dilakukan karena para pemain yang terjatuh itu dianggap mengalami cedera.
"Kemenangan" PSS akhirnya ditentukan oleh gol bunuh diri pemain PSIS, Koemadi. Namun, anehnya lagi, Koemadi justru sempat terlihat seperti orang melakukan selebrasi seusai mencetak gol tersebut.
Laga tersebut terjadi karena kedua tim dikabarkan tidak mau menang untuk menghindari Borneo FC pada babak semifinal dengan alasan faktor nonteknis yang kental di sana.
Borneo FC finis di posisi kedua dengan raihan 10 poin, di bawah Martapura FC.